https://www.google.com/adsense/new/u/0/pub-9308896189900728/home Kumpulan puisi, cerpen, artikel, makalah, teks pidato, dan berbagai informasi lainnya.: CERBUNG episode 3 https://www.google.com/adsense/new/u/0/pub-9308896189900728/home

Thursday, February 18, 2016

CERBUNG episode 3



CUNGKRING
Episode3
Oleh Riska Ramdiani
(Untuk SUN yang kurindu)


Aku pernah menulisnya dalam sebuah puisi yang sedih, sebelum media menghapusku secara perlahan dalam episode harinya. Namun, siang ini, tiba-tiba temanku menyebut lagi namamu. Tak dapat memunafikan diri, jantungku berdetak kencang mendengarnya. Diapun memintaku untuk mengantarnya bertemu denganmu, Cungkring. Selama perjalanan, hatiku tak karuan. Aku tersenyum sendiri dan otakku mencari ide apa yang harus kulakukan di depanmu, di depan orang yang telah membuatku merasakan jatuh cinta kembali.
Ah, kau kini berada di depanku. Kakiku terasa gemetar, mulutku terasa kaku. Aku benar-benar membenci suasana seperti ini, membenci suasana yang membuatku bingung harus berbuat apa. Lagi-lagi suara yang akrab ditelinga terdengar. Lama aku menunggu kau bersua. Cungkring, kau berhasil mencuri mata. Siang ini kita dipertemukan dengan raga yang hanya sedepa.  Senyummu itu entah bermakna apa, namun senyum itu akan kuanggap sebagai senyum ucapan “selamat datang”.
Kita larut dalam perbincangan, bertanya dan menjawab dengan hal yang membuat pendengar tertawa kegelian. Lalu kau berkata, “Jangan menatapku!”, aku hanya tersenyum dan menggerutu dalam hati, “Andai kubisa menatapmu lebih lama, andai aku diizinkan untuk memelukmu yang hanya sedepa dariku, andai langit mengizinkannya.”
Ketika kau berdiri disampingku yang hanya sedepa itu betapa bahagianya bisa menatap wajahmu dengan dekat, betapa kunikmati detak jantung yang tak menentu ini. Kau tahu, Cungkring? Yang kutakutkan pada pertemuan tadi adalah aku takut ketahuan, ketahuan diam-diam mencuri menatap wajah indahmu. Candamu yang mengagetkanku, memegang tubuh kiri dan kananku, tinju kecil tanganmu tadi, aku akan mengingatnya. Aku akan selalu mengingat tatapan matamu, siluet tubuhmu, gaya rambutmu, bahkan desahan napasmu, aku akan mengingatnya.
Cungkring, mengapa langit begitu tak adil? Mengutukku dengan mengagumi dengan hal yang tak tersentuh.  Mengapa semesta tak memberi iba? Membiarkanku menyimpan rasa yang tak termaafkan. Mengapa angin tak begitu peka? Untuk membiarkanku memeluk tubuh kecilmu. Cungkring, aku sangat menyedihkan. Tak mampu membuat rasa menjadi sebuah kenangan. Semoga langit memberikanku kesempatan untuk berada di sampingmu dengan waktu yang lebih lama, agar kata yang ada di hati tersampaikan. Dia sudah seperti mempunyai tempat tidur sendiri di relung hati ini, dia kini telah terbangun dari tidur panjangnya, sehingga dia dengan seenaknya saja menganggu malam-malam tidurku.
Meski aku berusaha menghapusnya, wajahnya tetap saja terlukis di langit itu. Sungguh, aku tersiksa dengan semua ini. Telah puas aku menunggu dan berkhayal tentangnya, tapi aku tak bisa menyentuh wajah indahnya. Bahkan jika aku diberikan satu permintaan, Tuhan, izinkan aku untuk mencium bibirnya sekali saja untuk membiarkan dia pergi, melepaskan dia jika memang Kau tak menakdirkan dia bukan untukku, setidaknya aku pernah merasakan dinginnya bibir itu.

No comments:

Post a Comment