https://www.google.com/adsense/new/u/0/pub-9308896189900728/home Kumpulan puisi, cerpen, artikel, makalah, teks pidato, dan berbagai informasi lainnya.: Parafrase Sajadah Panjang, Karya: Taufik Ismail https://www.google.com/adsense/new/u/0/pub-9308896189900728/home

Monday, February 10, 2014

Parafrase Sajadah Panjang, Karya: Taufik Ismail


Parafrase "Sajadah Panjang"
dianalisis oleh: Riska Ramdiani
Sajadah Panjang
Karya: Taufik Ismail
Ada sajadah panjang terbentang
Dari kaki buaian
Sampai ke tepi kuburan hamba
Kuburan hamba bila mati
Ada sajadah panjang terbentang
Hamba tunduk dan sujud
Di atas sajadah yang panjang ini
Diselingi sekedar interupsi
Mencari rezeki, mencari ilmu
Mengukur jalan seharian
Begitu terdengar suara azan
Kembali tersungkur hamba
Ada sajadah panjang terbentang
Hamba tunduk dan rukuk
Hamba sujud dan tak lepas kening hamba
Mengingat Dikau
Sepenuhnya


Puisi yang termasuk religi ini menceritakan berdasarkan tentang ke Tuhanan seperti dialog antara manusia dengan Tuhannya yaitu Allah swt. Kata-kata dalam puisi ini sangat sederhana tapi puisi ini mempunyai pesan atau makna yang sangat istimewa, pesan ke Islaman yang sangat kental sehingga puisi ini menjadi sangat indah. Karena kesederhanaan dan pesan yang kuat yang ingin di sampaikan penyair itulah yang membuat puisi ini begitu indah dan istimewa. Penyerahan seorang hamba kepada Tuhannya, sehingga ketika siapapun yang membaca puisi ini hatinya akan terenyuh dan menyadari ternyata kuasa Allah swt begitu besar dan ternyata kehidupan manusia di dunia hanyalah sementara dan kehidupan itu harus di jalani dengan beribadah kepada Allah swt seumur hidupnya.
Sajadah dipakai sebagai alas untuk menunaikan shalat. Shalat sendiri merupakan ibadah dan kewajiban bagi setiap muslim, barang siapa yang mengerjakannya pasti akan mendapatkan pahala namun barang siapa yang meninggalkannya pasti akan mendapatkan dosa. Seperti dalam perintah Allah swt bahwa “Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat”, hal ini sangat meyakinkan bahwa shalat itu adalah perintah Allah swt dan harus selalu dikerjakan.
“Ada sajadah panjang terbentang, dari kaki buaian sampai ke tepi kuburan hamba, kuburan hamba bila mati”
Kata sajadah selalu menandakan ke arah shalat, sama dengan beribadah. Kalimat ‘sajadah panjang’ menunjukkan sesuatu yang sedang diceritakan saat ini benda yang dapat dilihat. Kemudian kata ‘terbentang’ mencoba untuk menjelaskan hal yang tidak berujung. Sehingga hal tersebut dikerjakan terus menerus dan entah sampai kapan akan berhenti untuk dikerjakannya.
Pada kata ‘kaki buaian’ dan ‘kuburan’ maksudnya mungkin, sejak lahir hingga mati, seumur hidup. Menjelaskan bahwa seumur hidup manusia, apapun yang dikerjakan berada dalam keadaan beribadah kepada Allah swt. Aktivitas tersebut dilakukan terus menerus, saat ini dan entah di mana manusia akan berhenti untuk beribadah, namun yang pasti kematianlah sebagai batas akhirnya yang berdasarkan kehendak Allah swt.
Kehidupan ibarat sajadah. Kehidupan adalah tempat untuk beribadah semata-mata karena Allah swt. Sebelum sajadah ditutup, jalanilah kehidupan sesuai dengan perintah Allah swt, memanfaatkan kehidupan sebagai ibadah. Menjalani kehidupan, mengerjakan semua perintah dengan mengikuti tuntunan Allah dan Rasul-Nya dan menjauhi semua larangannya.
Kehidupan dunia tidak akan diulang untuk kedua kalinya karena hidup di dunia itu hanyalah sementara, yang kekal itu adalah di akherat nanti. Selagi kita hidup di dunia jadikanlah kehidupan kita sebagai ibadah, melakukan segala sesuatu hal hanya karena Allah swt.
Penyair mengulanginya lagi pada kalimat “Ada sajadah panjang terbentang, hamba tunduk dan sujud” maksudnya mungkin sebuah penegasan kembali untuk benar-benar meyakinkan bahwa beribadah harus dilakukan secara terus menurus selama hidup.
Orang tunduk belum tentu sujud, tetapi orang sujud sudah pasti tunduk. Tunduk adalah lambang penghormatan, penyerahan. Sedangkan sujud adalah lambang kerendahan hati, sebagaimana saat shalat ada sujud dan ada doanya.
Manusia diciptakan hanya untuk semata-mata bersujud kepada Allah swt. Manusia dituntut untuk selalu melakukan perintah Allah dan harus pula menjauhi larangannya. Manusia adalah mahluk yang paling mulia yang Allah swt ciptakan, maka dari itu manusia harus selalu tunduk, bersujud, menyerahkan semuanya terhadap Allah swt, mempercayai bahwa semua yang ada dan terjadi di dunia ini semata-mata hanya karena kehendak Allah swt, tiada sekutu baginya.
Di atas sajadah yang panjang ini, Diselingi sekedar interupsi, Mencari rezeki, mencari ilmu
Bekerja mencari nafkah bagi seorang laki-laki sebagai tulang punggung keluarga juga itu adalah suatu ibadah amal shaleh yang harus dikerjakan dan tidak boleh ditinggalkan. Rasul bersabda, “Mencari rezeki yang halal adalah wajib sesudah menunaikan yang wajib (fardlu)". Maka jelaslah barang siapa yang berusaha bersungguh-sungguh mencari rezeki karena Allah swt itu merupakan suatu ibadah yang akan mendapatkan pahalanya.
Kehidupan seperti sajadah panjang yang terbentang. Telah dipaparkan sebelumnya bahwa kehidupan adalah wadah untuk beribadah. Namun bukan berarti ibadah yang selalu saja shalat, puasa, itikaf dalam mesjid, membaca al-qur’an, atau hal lainnya. Tapi beribadah juga adalah melakukan semua aktifitas sesuai dengan syariatnya. Menuntut ilmu adalah termasuk ibadah di jalan Allah, karena di dalam Islam juga mewajibkan mencari ilmu bukan hanya ilmu pengetahuan apa saja yang membawa kemaslahatan dan berguna bagi manusia dalam hidup dan kehidupannya di dunia, selama tidak bertentangan dan merusak aqidah/syari’at Islam, Rasulullah bersabda : "Carilah ilmu pengetahuan sekalipun adanya di negeri Cina, bahwasanya mencari ilmu itu wajib bagi semua pemeluk Islam " dan “Tuntutlah ilmu dari buaian sampai ke liang lahat” maka jelaslah bahwa menuntut ilmu itu adalah salah satu aktifitas beribadah di jalan Allah swt.
“Di atas sajadah yang panjang ini, diselingi sekedar interupsi”
Kata ‘di atas sajadah’ bermaksud menceritakan aktivitas, karena sajadah panjang telah dimaknai sebagai suatu hal yang tidak jelas ujungnya, dan mungkin itu adalah sebuah proses kehidupan.
Dalam proses kehidupan manusia saat semua aktivitas telah diniatkan untuk beribadah, interupsi selalu ada. Puisi ini adalah dialog seorang hamba dengan Tuhannya. Manusia dalam hidupnya, terkadang selalu menyalahkan takdir, manusia selalu memohon, meminta kepada Allah swt ketika sedang mengalami kesulitan, padahal Allah swt tidak akan memberikan kesulitan kepada makhluknya jika makhluknya tidak mampu untuk menghadapinya. Meski manusia telah mengetahui hal itu, manusia tetap saja berontak meminta hal yang berlebih dengan apa yang telah Allah swt berikan. Manusia selalu bertanya “mengapa semua ini terjadi padaku ya Allah?” hal itu sama saja telah menyalahkan takdir Allah. Karena sesungguhnya Allah tidak akan memberikan cobaan yang tidak mungkin mampu di hapadi oleh hambanya.
“Mencari rezeki, mencari ilmu, mengukur jalanan seharian”
Mencari rezeki adalah ibadah, mencari ilmu juga termasuk ke dalam ibadah. Keduanya terus menerus dilakukan mulai dari kaki buaian hingga tepi kuburan/mulai sejak dilahirkan sampai meninggal, sesuai dengan penjelasan sebelumnya.
Kata ‘mengukur’ menjelaskan perilaku selama hidup. Sebuah pekerjaan yang dilakukan bertahap secara sabar dan tawakal, seperti pepatah mengatakan “berakit-rakit kehulu, berenang-renang ketepian” yang berarti bahwa besusah-susah dahulu, bersenang-senang kemudian.
Kata ‘seharian’ menjelaskan bahwa pekerjaan membuat seseorang menghabiskan banyak waktunya. Dengan itu, orang yang melakukannya akan merasa lelah dan letih. Namun jangan sampai lupa untuk beribadah, melakukan shalat dan perintah Allah swt yang lainnya.
“Begitu terdengar suara adzan, kembali tersungkur hamba”
Kalimat di atas menjelaskan bahwa ketika adzan terdengar, manusia harus segera melaksanakan shalat dengan tepat waktu dan menghentikan semua pekerjaannya sejenak. Jangankan manusia, iblis dan jin pun ketika mendengar suara adzan mereka diam, apa lagi manusia mahluk yang paling sempurna yang Allah ciptakan haruslah segera mengehentikan pekerjaan duniawi dan bersegeralah melaksanakan shalat. Kata ‘tersungkur’ menjelaskan aktivitas merendahkan diri kepada Allah swt, menyerahkan tawakal kepadanya. Manusia hanyalah mahluk lemah yang tidak punya daya apapun, semua kesempurnaan itu hanyalah milik Allah swt. Allah swt adalah tempat manusia kembali, maka dari itu jangan sampai kita melupakan-Nya dan jangan pula lalai dalam melaksanakan semua perintahnya.

No comments:

Post a Comment