Nama : Riska Ramdiani
NIM : 12211029
Kelas : 2A
Mata
Kuliah : Menulis II
Program
Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia
Aalamat :
Kp. Ds. Dayeuhmanggung RT/RW: 01/03 Kec. Cilawu Kab. Garut 44181
No. Hp :
08999117694
Sosok seorang dengan penuh kesederhanaan
Bapak Ehep Hidayat adalah sosok seorang
yang terlahir dari keluarga sederhana, dari kesederhanaan itulah beliau selalu
memberikan arti kebahagiaan yang sederhana kepada sesama. Menurutnya, hal yang
sederhana biasanya lebih lama bisa dinikmati kebahagiaannya, takaran rasa
kebahagiaannya begitu terasa lebih banyak meski tak mewah.
Lelaki paruh baya ini adalah salah satu
tokoh masyarakat Desa Dayeuhmanggung, beliau lahir pada tanggal 16 Januari 1955
dan kini usianya 58 tahun. Beliau sangat bangga atas pemberian kedua
orangtuanya yang memberikan nama kepadanya “Ehep Hidayat”, meski pun beliau
tidak tahu apa arti sebenarnya “Ehep” namun beliau tahu bahwa arti dari
“Hidayat” itu adalah petunjuk, semenjak beliau berusia tujuh tahun beliau
bertekad mempunyai visi dan misi sesuai dengan namanya itu. Dia ingin menjadi petunjuk
bagi semua umat dalam rida Allah swt.
Beliau mempunyai moto hidup yang
selalu beliau ajarkan kepada keluarga
dan murid-muridnya, yaitu “menjadi yang pertama, menjadi yang terbaik, dan
menjadi yang berbeda”. Beliau selalu berusaha ingin menjadi yang pertama dalam
segala hal yang di ridai Allah swt, jika beliau tidak bisa menjadi yang pertama
maka beliau akan berusaha menjadi yang terbaik dari yang terbaik, dan jika
beliau tidak bisa menjadi yang terbaik maka beliau akan menjadi yang berbeda
tetap ke arah yang positif dan diridai-Nya
Gurat wajahnya terlihat sangat menyenangkan, meski
keriput terlukis di wajah indahnya. Bola mata yang meneduhkan, berwarna kecoklatan
seperti matahari kala senja. Giginya kecil-kecil nampak rapi, meski ada
beberapa gigi yang sudah tak terlihat pada tempatnya. Kumis melintang, cambang
yang terurus. Meski sebagian rambutnya mulai memutih, namun beliau selalu
nampak menyenangkan. Lukisan senyum yang menguatkan selalu terpancar darinya.
Lelaki paruh baya ini memang orang yang sangat menyenangkan, memiliki aura yang
menyenangkan, memiliki kesederhanaan yang menyenangkan.
Beliau mulai sekolah pada tahun 1962 di
SD Desa Dayeuhmanggung, beliau sangat mencintai atas kesibukannya pada waktu
itu. Meski tak ada penerangan lampu, pada waktu itu hanya ada penerangan dari
obor, beliau tetap semangat belajar mengulang materi yang diterima di Sekolah
pada malam hari sesudah shalat isya.
Anak pertama dari enam bersaudara ini adalah
anak yang selalu dibanggakan kedua orangtuanya, selesai pulang sekolah beliau
selalu membantu kedua orangtuanya di ladang, beliau tidak pernah menunjukan
kegelisahan atau rasa capai kepada kedua orangtua dan ke-lima adiknya. Waktu
terasa begitu cepat akhirnya beliau lulus SD dengan hasil terbaik, dan kedua
orangtuanya tersenyum bangga memiliki anak seperti beliau. Namun, beliau tidak
berniat untuk melanjutkan sekolah SMP dikarenakan beliau ingin membantu kedua
orangtuanya mencari uang untuk biaya ke-lima adiknya bersekolah.
Setelah beliau beranjak dewasa, tepatnya
pada usia 20 tahun beliau bertekad ingin mengadu nasib melakukan perubahan pada
hidupnya dan juga keluarganya. Beliau pergi ke Jakarta, ke Bandung, bahkan
sampai ke Sumatra, beliau mencari uang sebagai buruh harian. Meski dalam
lelahnya, dalam rindu yang tak tertahankan kepada keluarganya, beliau tetap
semangat bekerja sebagai buruh harian, mengumpulkan uang untuk diberikan kepada
keluarga tercintanya. Bahkan ketika beliau berprofesi sebagai buruh di Bandung
dan di Jakarta beliau ditawari oleh masyarakat untuk mengajar ngaji
anak-anak sesudah shalat magrib, dan
beliau dengan suka cita menerima tawaran itu. Beliau melakukannya dengan
ikhlas, berharap agar Allah swt melihatnya bahwa meski beliau sibuk dalam
urusan duniawi beliau tidak akan pernah melupakan pesan kedua orangtuanya agar
tidak meninggalkan shalat lima waktu dan juga kewajibannya beribadah kepada
Allah swt.
Pada usia 22 tahun beliau memutuskan
untuk pulang ke kampung kelahirannya, karena beliau sungguh merasakan rasa
rindu yang maha hebat kepada keluarga tercintanya. Kemudian pada usia itu
beliau memutuskan untuk menikah dengan seorang wanita yang beliau anggap akan
menjadi malaikat bagi anak-anaknya kelak, beliau menikah dengan seorang wanita
tiga tahun lebih muda darinya. Wanita yang sangat beruntung itu bernama Lilis.
Kemudin pada usia pernikahan mereka memasuki umur dua tahun, mereka dikaruniai
seorang anak perempuan yang diberi nama Siti mulyani, setelah Siti mulyani anak
pertamanya berusia tujuh tahun beliau pun dikaruniai anak perempuan lagi yang
diberi nama Imas.
Lengkap sudah kebahagiaan beliau juga
keluarganya, namun biaya kehidupan pun semakin bertambah. Lantas beliau
memutuskan untuk membuat bumbu-bumbuan seperti bawang merah, bawang putih,
ketumbar, dan lain-lain, karena upah menjadi buruh tidak cukup untuk membiayai
istri dan kedua anaknya itu. Proses pembuatan bumbu-bumbu itu pun selalu
dibantu oleh istri dan kedua anaknya. Seusai bumbu-bumbu itu dibungkus, beliau
langsung bergegas menjual bumbu itu dengan dimasukkan ke dalam karung dan di
gendongnya mengelilingi Desa Dayeuhmanggung kemudian berbisik lirih semoga
banyak yang membeli. Bahkan beliau sempat mengalami hal yang kurang
menyenangkan ketika berdagang bumbu dengan menggendong karung, pada waktu itu
beliau sedang melewati salah satu rumah besar dan menawari bumbu kepada pemilik
rumah itu, namun yang terjadi sebelum beliau menawari bumbu itu sang pemilik
rumah sudah memaki-makinya mengira beliau adalah seseorang yang ingin
meminta-minta. Beliau saat itu tidak berkata apa-apa, namun beliau berdoa
semoga sang pemilik rumah tadi dibukakan hatinya agar mampu menghargai orang
lain meski status soialnya lebih rendah darinya. Dan beliau bertekad dalam
hatinya, beliau tidak akan pernah membuat atau membiarkan nasib anak-anaknya
kelak mengalami hal pahitnya kehidupan seperti apa yang beliau rasakan, beliau
bertekad untuk menyekolahkan anak-anaknya sampi perguruan tinggi agar mereka
sukses dan merasakan indahnya kebahagiaan dan nikmat Allah swt.
Setelah beberapa bulan usaha bumbunya
pun berjalan dengan lancar, dan beliau memutuskan untuk berdagang bumbu sampai
keluar kampung dengan memakai sepeda, dan setelah dua tahun berjalannya usaha
itu akhirnya beliau membeli sepeda motor dan berjualan dengan sepeda motor,
berjualan lebih jauh dari kampung ke kampung. Menurutnya, alangkah bahagianya
jika kita mengerjakan segala sesuatu sesuai dengan apa yang kita cintai, dan
beliau sangat mencintai rutinitas itu. Dari usaha bumbu yang dicintainya itulah
beliau mampu membiayai hidup istri dan kedua anaknya bisa sekolah sampai ke
perguruan tinggi.
Kemudian pada tahun 2004 beliau
memutuskan untuk berhenti berdagang bumbu, karena beliau ditawari untuk menjadi
pegawai desa di Desa Dayeuhmanggung. Beliau adalah sosok seseorang yang patut
dicontoh dan selalu dihormati oleh warga Desa Dayeuhmanggung. Di samping itu kedua anak beliau kini telah
menikah dan sukses sesuai dengan apa yang beliau harapkan dulu, dan beliau pun
dikaruniai anak perempuan lagi yang bernama Elsa.
Sampai saat ini beliau masih menjadi
salah satu pegawai di Desa Dayeuhmanggung, dan disela-sela kesibukannya beliau
sibuk dengan menjadi seorang petani, penghulu, dan guru mengaji. Dalam usianya
yang sudah tidak muda lagi, beliau memutuskan untuk mengikuti sekolah paket B
dan paket C. Menurutnya, umur bukanlah alasan bagi seseorang untuk berhenti
menuntut ilmu dan beliau melanjutkan pendidikan diusia yang sudah tidak muda
lagi bukan hanya semata-mata ingin mendapatkan ijazah, tapi karena ilmu yang
ingin beliau dapatkan.
Aktifitas beliau memang sangat sibuk,
dengan tubuh yang sudah tidak kuat seperti dulu tapi beliau selalu melakukan
aktifitas yang beliau kerjakan. Ketika matahari mulai meninggi beranjak dari
tempat peistirahatannya beliau bergegas menuju ladang sawahnya. Kepala dengan
topi ilalang, cangkul dan cerangka di pundak, memakai sepatu bot setinggi
lutut, memakai pakaian yang seperti seminggu tidak dicuci terlihat kotor, dan
beliau membawa bekal berupa nasi dibalut dengan daun yang dibakar terlebih
dahulu lengkap dengan teh, asin, dan sambal yang diracik oleh istri tercintanya
dari rumah untuk mengisi perut laparnya pada siang nanti ketika mulai lelah.
Menyantapnya dengan penuh rasa syukur sambil menikmati keindahan pesawahan dan
kebun Desa Dayeuhmanggung.
Beliau sangat beryukur atas takdir Allah
swt yang telah memberikan nikmat dan karunianya yang lebih dari cukup
kepadanya. Semua jerih payah, pahit manis dalam hidupnya dulu kini tak sia-sia,
dia mempunyai segalanya, orangtua yang kini tak susah seperti dulu lagi, bahagia
melihat anak-anaknya sukses, meski ayahnya telah meinggalkannya terlebih dahulu
dan belum sempat melihat anak kebanggannya seperti sekarang, ke-lima adik
beliau yang kini mempunyai kebahagiaan yang sama dengannya, dan juga keluarga
yang benar-benar sangat menyayanginya,
Setelah beliau pulang dari ladang, lelaki
paruh baya yang mempunyai hati yang sangat lembut ini menyisihkan waktunya
untuk mengajar mengaji sore dan malam. Baginya, menjadi seorang guru bukan
hanya mengajar, tetapi juga sebagai panutan yang dapat menentukan kelestarian
dan kejayaan kehidupan yang indah dalam kesederhanaan. Beliau mengajar dengan
tulus tanpa pamrih sedikitpun, beliau senang dengan apa yang dilakukannya itu. Beliau
mengajar murid-muridnya dengan sederhana, dengan hal yang jarang dilakukan oleh
guru pada umumnya. Beliau mengajar dengan berusaha masuk ke dunia
murid-muridnya, mengenal mereka dengan baik, berkomunikasi dengan lembut,
memperlakukan murid-muridnya seperti anaknya sendiri, penuh kasih sayang.
Beliau pun selalu rutin menghadiri
beberapa acara pengajian di daerah tempat tinggalnya, bahkan beliau selalu
diminta untuk memberikan ceramah kepada masyarakat yang menghadiri pengajian
tersebut, ceramah yang disampaikan beliau selalu mengundang tawa sehingga
pengajian tersebut tidak jenuh dan materi yang disampaikan beliaupun mudah
dipahami oleh semua kalangan. Pun beliau terkadang selalu diminta untuk
membacakan ayat suci al-quran atau sebagai pembawa acara pengajiannya.
Lelaki paruh baya ini pun berprofesi
sebagai penghulu, dari banyaknya penghulu yang ada di desanya tapi banyak orang
yang selalu memintanya untuk menikahkan anak-anaknya yang mau menikah. Setiap
kali musim menikah, beliau sibuk kesana kemari, berangkat dari satu tempat ke
tempat lainnya untuk menikahkan yang akan menikah. Keringat selalu menemaninya,
keringat yang bertanda bahwa beliau memang berusaha bekerja untuk keluarganya.
Begitulah kehidupan beliau saat ini,
meski beliau telah memiliki segalanya, hidup dengan berkecukupan. Namun beliau
tetap hidup dalam kesederhanaanya. Beliau selalu menghargai orang lain, selalu
memberikan sandarakan bagi siapa pun yang membutuhkannya, selalu merangkul
siapa pun tanpa pandang bulu. Dengan segala kesederhanaan dan sikap rendah
hatinya itulah beliau selalu dihormati oleh masyarakatnya, bahkan masyarakat
menganggapnya segabai guru kalbu.
No comments:
Post a Comment