Nama : Riska
Ramdiani
NIM : 12211029
Kelas : 2A
Mata Kuliah : Menulis II
Program Studi : Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia
Study tour ke Jakarta (ke Dufan dan Bale Bahasa)
Langit kian mengurung pergi dari
selimut birunya, ia mulai tertutupi awan jingga tergantikan senja, ia terlihat
menggempal. Rintikan hujan
memberi alunan kegelisahan, setiap
tetesnya hitungan kegelisahan menunggu tak sabar arah jarum jam menunjukan
pukul 23.00 di sudut kamarku. Jakarta memang merupakan salah satu tempat tujuan
wisata yang menjanjikan, disana kita bisa menemukan banyak sekali tempat indah
untuk dikunjungi, salah satunya Badan Bahasa dan Dufan. Maka dari itu aku
beserta rombongan akan study tour ke sana nanti malam.
Setelah arah jarum jam menunjukan
pukul 22.00, aku bergegas berangkat menuju kampus diantar dengan Ibu dengan
mengendarai motor. Setibanya di depan kampus aku bertemu dengan teman-teman
yang sedang menungguku sejak lama, kami pun bergegas menuju bus yang sedang
menunggu kami.
Sebagian
teman-teman sudah berada di dalam bus beserta dosen pengampu mata kuliah
“Menulis II”, mereka bersorak sorai kegirangan tak sabar untuk segera
berangkat. Setelah waktu menunjukan pukul 00.00, bus pun segera melaju dengan
cepat membawa kami ke tempat tujuan. Di dalam bus aku duduk bersebelahan dengan
Rose dan Gina, mereka teman terbaikku. Selama di dalam bus aku merasakan kantuk
yang sangat hebat, aku pun memutuskan untuk tidur. Aku tertidur tanpa lelap
karena merasakan kakiku yang sangat pegal, bagaimana tidak? Aku tidur dengan
posisi duduk, dengan posisi yang tidak nyaman. Entah mengapa
malam itu begitu dingin menelusuk seluruh tubuhku, merenggut semua kehangatan dalam tubuhku. Ku ambil jaket yang berada
dalam tas, ku selimutkan pada tubuhku, tapi tetap saja terasa dingin. Beberapa
kali aku merubah posisi dudukku, sampai membuat Rose dan Gina terbangun dari
tidurnya. Mereka hanya tersenyum tipis melihat perangaiku, kemudian melanjutkan
tidurnya.
Tepat pukul
04.30 bus yang membawa kami pun telah sampai di masjid Istiqlal, kami
berbondong-bondong keluar dari bus untuk melaksanakan shalat subuh di mesjid
Istiqlal. Aku merasa takjub saat melihat dan melangkahkan kaki di mesjid
Istiqlal itu, begitu megah. Aku dan teman-teman pun bergegas ke toilet untuk
mengambil air wudhu, ketika sampai di toilet terpaksa aku harus mengantre untuk
mengambil wudhu. Setelah 30 menit mengantre akhirnya aku masuk ke toilet dan
mengambil air wudhu dengan cepat. Kemudian aku bergegas ke masjid untuk
melaksanakan shalat subuh, ruangannya begitu besar, aku takjub melihatnya. Aku
pun melaksanakan shalat subuh dengan tenangnya. Setelah selesai melaksanakan
shalat subuh, aku dan teman-teman bergegas kembali menuju bus untuk melanjutkan
perjalanan menuju Badan Bahasa.
Bus pun melaju
dengan cepat menuju badan bahasa, dan matahari kini mulai meninggi. Maka
dimulailah kehidupan masyarakat di Jakarta ini. Selama dalam perjalanan,
kulirik ke luar jendela. Beberapa orang mulai bersiap-siap untuk pergi bekerja,
meski dalam lelahnya, dalam kantuknya, mereka tetap tersenyum mendesah
disejuknya udara berharap mampu mengais lebih banyak rezeki dari hari
sebelumnya. Ada yang pergi berangkat kerja ke kantor, ada yang pergi berangkat
sekolah, dan lain sebagainya. Mereka terlihat terburu-buru dan berbaju rapi.
Lihatlah, jalanan kini mulai ramai dipenuhi kendaraan yang saling mendahului, sepanjang
jalan nampak terlihat gedung-gedung menjulang tinggi dengan kokohnya, saling
berhimpitan bercat lembut, seolah menyambut siapa pun yang menghampiri.
Gedung-gedung itu seolah ingin mendekati langit, jendela bertemu jendela di
lantai atas, pot-pot bunga bertebaran di halaman gedung, cukup mewah. Pun
teman-teman yang berada dalam bus, mereka kini tidak lagi tertidur, mereka sama
denganku, mereka melihat pemandangan di Jakarta ini, pemandangan yang
menakjubkan. Saking takjubnya, kami tidak berbicara apa pun, kami hanya diam
dan menyaksikan pemandangn yang tidak kami dapatkan di kota kami.
Setelah satu setengah jam menikmati
pemandangan Jakarta yang membuat mata keruh, akhirnya kami sampai di Badan
Bahasa sekitar pukul 08.00. Aku beserta rombongan berbondong-bondong menuju
gedung Badan Bahasa itu, aku mengambil poisisi duduk paling depan. Setelah
acara seminar di Badan Bahasa dimulai aku pun merasakan kantuk yang sangat
hebat kembali, namun penyuluh yang sedang memaparkan materi membuat mataku
kembali segar karena memberikan materi yang sangat menarik yaitu seputar profil
Badan Bahasa dan bagaimana perencanaan, pelaksanaan, dan pengevaluasian yang
dilakukan Badan Bahasa. Aku mencatat poin-poin yang penting dalam buku kecil
yang dipaparkan oleh penyuluh tersebut, aku mendapatkan wawasan baru. Waktu pun
menunjukan pukul 11.00, dan penyuluh selesai memaparkan materinya, aku beserta
rombongan diberikan masing-masing empat buah buku yang sangat berguna untuk
kami, yaitu Kamus Bahasa Indonesia, Buku Praktis Bahasa Indonesia, Pedoman Umum
Pembentukan Istilah, dan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009
Tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaaan, kemudian kami
pun diberikan kudapan untuk sarapan. Lalu kami pun bergegas menuju bus kembali
untuk melanjutkan perjalanan kami ke dufan, aku beserta rombongan tak sabar ingin
segera sampai di dufan untuk melepaskan penat.
Sekitar pukul
12.30 kami sampai di dufan, rasanya perutku terasa kembung dan mual. Aku pun
mengajak Rose, Hera, dan Gina untuk mengantarku ke toilet. Setelah sampai di
toilet kepala ku terasa pusing, aku pikir bakalan muntah tapi ternyata tidak.
Setelah selesai kami pun bergegas menuju rombongan kami, dan ternyata setelah
kami sampai ditempat parkiran tadi mereka sudah tidak ada. Kami pun tertinggal
dari rombongan, kami berempat sangat cemas. Kami pun menanyakan kepada seorang
lelaki paruh baya kemana jalan masuk ke dufan, beliau pun menjawab dengan
ramahnya, dan kami pun bergegas menuju dufan. Sepanjang perjalanan kami tertawa
tiada henti dengan kejadian ini, hal yang tak akan pernah terlupakan. Jalan menuju
gerbang dufan cukup jauh, membuat kaki terasa pegal. Tapi rasa pegal itu
terbayar dengan melihat pemandangan yang sangat indah sepanjang perjalanan
menuju gerbang dufan. Pepohonan yang begitu banyak dan juga rindang berdiri
dengan kokohnya, sehingga ujung-ujung rantingnya saling bersentuhan membuat
siapa pun akan merasa nyaman duduk di bawah pohon itu. Bunga-bunga cantik pun
tertata rapi sepanjang jalan menuju gerbang dufan itu, membuat hati terasa
damai meski cemas karena tertinggal dari rombongan.
Setelah
beberapa menit kami pun sampai di gerbang dufan, hati kami pun merasa lega. Di
dalam Dufan sangat ramai, dan banyak pengunjungnya. Kami bergegas mencari
rombongan kami, dan ternyata mereka sedang asyik menikmati wahana yang ada di
dufan. Aku dan teman-teman bergegas menaiki beberapa wahana, yang pertama kami
menaiki wahana bianglala, permainan ini tidak begitu menantang tapi membuat
kakiku terasa ngilu karena aku takut ketinggian. Kemudian kami menaiki wahana
kora-koral, mawalnya aku tidak mau naik tapi akhirnya aku naik juga karena hasutan
teman-teman. Wahana ini sangat menantang membuat jantungku terasa lepas, aku
berteriak sekeras-kerasnya. Setelah menaiki wahana kora-koral, kami memasuki
wahana ice age, dengan terpaksa kami harus mengantre panjang untuk menaiki wahana
ini. Setelah hampir satu jam kami mengantre, akhirnya kami menaiki wahana ice
age ini. Wahana ini sangat mengasyikan, membuatku ingin kembali menaiki wahana
ini lagi. Dari banyaknya wahana yang ada di Dufan, aku hanya menaiki tiga wahana,
karena tubuhku sudah benar-benar merasakan lelah. Aku pun mengajak teman-teman
untuk mencari makanan, karena beberapa wahana yang aku naiki telah membuat
perutku lapar.
Tidak terasa
waktu pun telah menunjukan pukul 16.00, aku dan teman-teman bergegas mencari
masjid untuk melaksanakan shalat ashar. Setelah kami selesai shalat ashar,
dosen pengampu mata kuliah “Menulis II” kami pun menyuruh kami segera menuju
bus untuk makan. Aku dan teman-teman lalu menuju bus, dan bodohnya ternyata
kami salah jalan. Berangkat tertinggal rombongan, pulang pun salah jalan. Sudah terjatuh tertimpa tangga pula,
mungkin itu peribahasa yang cocok untuk kami saat itu. Kami pun mencari-cari
bus tapi kami tidak menemukannya. Lalu, ada seorang laki-laki memberitahu kami
bahwa kami salah jalan, bus kami tidak parkir disana. Laki-laki itu pun
memberikan arahan supaya kami menaiki bus wara-wiri dan berhenti di pantai
indah untuk menuju bus kami, karena kalau kembali lagi ke jalan yang tadi cukup
jauh. Dengan hati yang cemas, kami pun bergegas mencari bus wara-wiri. Setelah
kami menemukannya, kami pun segera naik dengan terburu-buru. Lalu bus wara-wiri
ini melaju dengan cepat membawa kami ke pantai indah, kami pun buru-buru turun.
Hati pun terasa tenang meski merasa lelah. Setelah itu kami bergegas menuju
rombongan yang sedang makan. Aku pun langsung antre mengambil makan, dan aku
makan dengan lahapnya. Setelah selesai makan, sekitar pukul 18.15, aku dan
rombongan kembali bergegas menuju bus untuk kembali pulang.
Selama dalam
perjalanan pulang, teman-teman bernyanyi di dalam bus. Mereka terlihat sangat
bahagia, setumpuk tugas yang menjadi beban rasanya hilang seketika. Meski
tubuhku benar-benar merasa lelah, aku pun ikut bernyanyi bersama mereka.
Kebersamaan yang tidak pernah ku dapatkan di dalam kelas. Setelah kami lelah
bernyanyi, satu-persatu mulai tertidur. Ketika semua teman-teman tertidur,
semuanya hening hanya ada suara kendaraan yang bising. Kulirik ke arah jendela
bus, terlihat gemerlap menyilaukan pesona kota dan segenap kemewahannya,
kerlip-kerlip lampu gedung-gedung itu seolah menari-narikan kesibukannya.
Pemandangan yang tak pernah ku dapatkan di kotaku, kota Jakarta memang lebih
indah dilihat jika malam hari. Tanpa ku sadari, aku pun mulai tertidur dengan lelapnya.
Hingga akhirnya aku dan rombongan tiba di halaman kampus. Dengan lelahnya kami
bergegas untuk segera turun dari bus, dan aku pun bergegas untuk pulang ke
rumah dijemput oleh saudara laki-lakiku yang telah menungguku sejak lama.
Semuanya terasa
sangat melelahkan, dan takaran lelahnya benar-benar sesuai dengan takaran
kebahagiaannya. Dari study tour inilah aku bisa memahami bagaimana karakter teman-teman
yang sebenarnya, aku menjadi diri sendiri, pun mereka menjadi diri mereka
sendiri. Study tour yang sangat menyenangkan, memberikan kesan yang melekat
dalam ulu hati, memberikan kebersamaan yang sebelumnya tidak pernah kami
dapatkan di dalam kelas.
No comments:
Post a Comment