Karangan Kisahan
(narasi)
Karya: Riska Ramdiani
KAMPUNG HALAMANKU DESA DAYEUHMANGGUNG di KAB. GARUT
Ketika Adzan subuh berkumandang masyarakat Desa Dayeuhmanggung
berbondong-bondong memadati masjid untuk melaksanakan kewajiban perintah Allah
swt yaitu melaksanakan shalat subuh, setelah selesai shalat mereka mengadakan
kultum dan pematerinya dari semua warga bergatian setiap hari.
Ketika matahari mulai meninggi dimulailah kehidupan masyarakat Desa
Dayeuhmanggung. Beberapa orang mulai bersiap-siap untuk pergi bekerja, meski
dalam lelahnya, dalam kantuknya, mereka tetap tersenyum mendesah disejuknya
udara berharap mampu mengais lebih banyak rezeki dari hari sebelumnya dan
tentunya berkah. Ada yang pergi berangkat kerja ke ladang sebagai petani, ada
yang pergi berangkat sebagai pegawai Desa, pergi ke Sekolah untuk mengajar, dan
lain sebagainya.
Disamping itu di rumah anak-anak ramai beranjak mandi, ada yang
memakai air hangat ada pula yang memakai air dingin, berlama-lama di kamar
mandi dan berteriak memanggil orangtuanya untuk mengambilkan handuk dan
membuatkan sarapan untuknya, memakai seragam dengan terburu-buru, menyemprotkan
parfum sampai menusuk hidung siapapun yang menciumnya, memakai kaos kaki dan
sepatu dengan cepat. Lantas pamit mencium tangan kedua orangtuanya, sangat
tergesa-gesa. Dan itu semua membuat orangtuanya kerepotan. Lantas para Ibu-ibu
merapikan semua barang yang berantakan, menyapu, mengepel, mencuci baju, dan
menyiapkan makanan untuk makan siang keluarga dengan keringat bercucurn dan
tetap melukiskan senyum pada bibir indahnya. Di jalan terlihat banyak ibu-ibu pergi ke warung untuk membeli
menu masakan yang akan dimasaknya hari ini. Pemilik toko juga mulai membuka
gerbang tokonya, membersihkan toko itu dengan suka cita berdoa lirih agar
banyak pembeli. Tiap-tiap sekolah di Desa Dayeuhmanggung kini ramai sekali
banyak anak-anak yang berlalulalang memasuki kelas bersiap-siap mendapatkan ilmu
yang akan disampaikan oleh pengajarnya.
Salah satu rutininas masyarakat Desa Daeyuhmanggung adalah setiap
hari rabu mereka pergi ke Masjid untuk mengikuti acara pengajian yang rutin
dilakukan setiap minggunya, mulai pada pukul 13.00-15.00 wib. Kemudian pada
rabu malam dan jumat malam pun mereka selalu mengadakan pengajian rutin untuk
lebih mendekatkan diri kepada Allah swt juga mempererat tali silaturahmi. Mereka
duduk rapih di masjid mendengarkan penceramah, kemudian bertanya tentang hal
yang belum mereka ketahui. Kemudian pada hari kamis pada pukul 13.00-15.00 wib
diadakan pengajian Nasyiatul Aisyiah, pengajian itu dilakukan oleh para remaja
Desa Dayeuhmanggung. Dan setiap hari Jumat pagi para ibu-ibu membersikan masjid
secara bergantian sesuai dengan jadwal piketnya. Para kaum remaja di Desa
Dayeuhmanggung pun begitu sangat aktif, mereka selalu mengadakan bermacam-macam
kegiatan setiap memperingati hari-hari besar, seperti hari Ibu, maulid Nabi,
pesantren kilat di bulan ramadhan, dan lain sebagainya.
Begitu halnya dengan Bapak Ehep Hidayat, dia selalu rutin mengikuti
pengajian-pengajian tersebut. Bapak Ehep Hidayat adalah salah satu tokoh
masyarakat Desa Dayeuhmanggung, beliau lahir pada tanggal 16 Januari 1955 dan
kini usianya 58 tahun. Beliau adalah sosok seseorang yang patut dicontoh dan
selalu dihormati oleh warga Desa Dayeuhmanggung. Beliau sangat bangga atas pemberian kedua
orangtuanya yang memberikan nama kepadanya “Ehep Hidayat”, meski pun beliau
tidak tau apa arti sebenarnya “Ehep” namun beliau tau bahwa arti dari “Hidayat”
itu adalah petunjuk, semenjak beliau berusia tujuh tahun beliau bertekad
mempunyai visi dan misi sesuai dengan namanya itu. Dia ingin menjadi petunjuk
bagi semua umat dalam Rida Allah swt. Beliau anak pertama dari enam bersaudara.
Beliau mulai sekolah SD pada tahun 1962 di SD Desa Dayeuhmanggung, beliau
sangat mencintai atas kesibukannya pada waktu itu. Meski tak ada penerangan
lampu, pada waktu itu hanya ada penerangan dari obor beliau tetap semangat
selalu belajar mengulang materi yang diterima di Sekolah pada malam hari seusai
shalat isya. Beliau adalah anak selalu mmbanggakan kedua orantuanya, sesuai
pulang sekolah beliau selalu membantu kedua orangtuanya di ladang, beliau tidak
pernah meunjukan kegelisahan atau pun rasa capai kepada kedua orangtua dan
ke-lima adiknya. Waktu terasa begitu cepat akhirnya beliau lulus SD dengan
hasil terbaik, dan kedua orangtuanya tersenyum bangga memiliki anak seperti
beliau. Namun, beliau tidak berniat untuk melanjutkan sekolah SMP dikarenakan
beliau ingin membantu kedua orangtuanya mencari uang untuk biaya ke-lima
adiknya bersekolah.
Setelah beliau beranjak dewasa, tepatnya pada usia 20 tahun beliau
bertekad ingin mengadu nasib melakukan perubahan pada hidupnya dan juga
keluarganya. Beliau pergi ke Jakarta, ke Bandung, bahkan sampai ke Sumatra,
beliau mencari uang sebagai buruh harian. Meski dalam lelahnya, dalam rindu
yang tak tertahankan kepada keluarganya, beliau tetap semangat bekerja sebagai
buruh harian, mengumpulkan uang untuk diberikan kepada keluarga tercintanya. Bahkan
ketika beliau sebagai buruh di Bandung dan di Jakarta beliau ditawari oleh
masyarakat untuk mengajar ngaji anak-anak
seusai shalat magrib, dan beliau dengan suka cita menerima tawaran itu.
Beliau melakukannya dengan ikhlas, berharap agar allah swt melihatnya bahwa
meski beliau sibuk dalam urusan duniawi beliau tidak akan pernah melupakan
pesan kedua orangtuanya agar tidak meninggalkanshalat lima waktu dan juga
kewajibannya beribadah kepada Allah swt.
Pada usia 22 tahun beliau memutuskan untuk pulang ke kampung
kelahirannya, karena beliau sungguh merasakan rasa rindu yang maha hebat kepada
keluarga tercintanya. Kemudian pada usia itu beliau memutuskan untuk menikah
dengan serang wanita yang beliau anggap akan menjadi malaikat bagi anak-anaknya
kelak, beliau menikah dengan seorang wanita 3 tahun lebih muda darinya. Wanita
yang sangat beruntung itu bernama Lilis. Kemudin pada usia pernikahan mereka
memasuki umur dua tahun, mereka dikaruniai seorang anak perempuan yang diberi
nama Siti mulyani, setelah Siti mulyani anak pertamanya berusia tujuh tahun
beliau pun dikaruniai anak perempuan lagi yang diberi nama Imas. Lngkap sudah
kebahagaan beliau juga keluarganya, namun biaya kehidupan pun semakin
bertambah. Lantas beliau memutuskan untuk membuat bumbu-bumbuan seperti bawang
merah, bawang putih, ketumbar, dan lain-lain, karena upah menjadi buruh tidak
cukup untuk membiayai istri dan kedua anaknya itu. Proses pembuatan bumbu-bumbu
itu pun selalu dibantu oleh istri dan kedua anaknya. Seusai bumbu-bumbu itu
dibungkus, beliau langsung bergegas menjual bumbu itu dengan dimasukkan ke
dalam karung dan di gendongnya mengelilingi Desa Dayeuhmanggung berbisik lirih
semoga banyak yang membeli. Bahkan beliau sempat mengalami hal yang kurang
menyenangkan ketika berdagang bumbu dengan menggendong karung, pada waktu itu
beliau sedang melewati salah satu rumah besar dan menawari bumbu kepada pemilik
rumah itu, namun yang terjadi sebelum beliau menawari bumbu itu sang pemilik
rumah sudah memaki-makinya mengira beliau adalah seseorang yang ingin meminta-minta.
Beliau saat itu tidak berkata apa-apa, namun beliau berdoa semoga sang pemilik
rumah tadi dibukakan hatinya agar mampu menghargai orang lain meski status
soialnya lebih rendah darinya. Dan beliau bertekaddalam hatinya, beliau tidak
akan pernah membuat atau membiarkan nasib anak-anaknya kelak mengalami hal
pahitnya kehidupan seperti apa yang beliau rasakan, beliau bertekad untuk
menyekolahkan anak-anaknya sampi perguruan tinggi agar mereka sukses danmerasakan
indahnya kebahagiaan dan nikmat Allah swt. Setelah beberapa bulan usaha
bumbunya pun berjalan dengan lancar, dan beliau memutuskan untuk berdagang
bumbu sampai keluar kampung dengan memakai sepeda, dan setelah dua tahun
berjalannya usaha itu akhirnya beliau membeli sepeda motor dan berjualan dengan
sepeda motor, berjualan lebih jauh dari kampung ke kampung, dan beliau sangat
mencintai rutinitas itu. Dari usaha bumbu itulah beliau mampu membiayai hidup
istri dan kedua anaknya bisa sekolah sampai ke perguruan tinggi.
Kemudian pada tahun 2004 beliau memutuskan untuk berhenti berdagang
bumbu, karena beliau ditawari untuk menjadi pegawai di Desa Dayeuhmanggung.
Disamping itu kedua anak beliau kini telah menikah dan sukses sesuai engan apa
yang beliau harapkan dulu, dan beliau pun dikaruniai anak perempuan lagi yang
bernama Elsa. Dan hingga sekarang beliau masih menjadi salah satu pegawai di
Desa Dayeuhmanggung, dan disela-sela kesibukannya beliau sibuk dengan menjadi
seorang lebe. Dan beliau sangat beryukur atas takdir Allah swt yang telah
memberikan nikmat dan karunianya yang lebih dari cukup kepadanya. Semua jerih
payah, pahit manis dalam hidupnya dulu kini tak sia-sia, dia mempunyai segalanya,
orangtua yang kini tak susah seperti dulu bahagia melihat anak-anaknya sukses,
meski ayahnya telah meinggalkannya terlebih dahulu dan belum sempat melihat
anak kebanggannya seperti sekarang, ke-lima adik beliau yang kini mempunyai
kebahagiaan yang sama dengannya, dan juga keluarga yang benar-benar sangat
menyayanginya,
Di Desa Dayeuhmanggung bukan hanya Bapak Ehep Hidayat yang harus
dicontoh, Ibu entang pun sangat patut untuk dicontoh. Ibu entang pun salah satu
masyarakat Desa Dayeuhmanggung yang selalu aktif mengikuti pengajian dan
kegiatan di Desa Dayeuhmanggung. Ibu entang lahir pada tanggal 20 April 1950,
kini Ibu Entang berusia 63 tahun. Wanita paruh baya itu adalah sosok seorang
perempuan yang mempunyai hati yang sangat lembut, meski beliau mempunyai
segalanya namun beliau selalu hidup dalam kesederhanaan. Menurutnya bahagia tak
selalu harus istimewa, karena bahagia itu sederhana. Dulu dalam masa-masa
sulitnya ketika beliau berusia 20 tahun beliau selalu membantu kedua
orangtuanya berjualan gorengan mengelilingi kampung Desa Dayeuhmanggung,
sesekali beliau selalu menyeka keringat yang berucuran juga air mata yang
menetes dari kelopak matanya, namun beliau selalu merasa bahagia karena beliau
melakukan semua ini untuk kedua orangtua terintanya. Kemudian ketika beliau
memasuki usia 21 tahun, beliau dijodohkan oleh kedua orangtuanya dengan seorang
pria yang sangat gagah dan sama sederhananya seperti beliau. Setelah beliau
menikah ketika usia pernikahannya memasuki usia enam bulan beliau dan suaminya
dikaruniai seorang perempuan yang bernama Maryam. Beliau dan suaminya sangat
bahagia dan menyayangi anak pertamanya itu, suaminya kini berprofesi sebagai
pencukur rambut yang tersohor pada masa itu, banyak masyarakat yang selalu
mencukur rambutnya pada beliau, selain hasil cukur rambutnya yang memuaskan
beliau selalu harmonis dan ramah kepda setiap pelanggannya, dan beliau
berprofesi masih berjualan gorengan. Namun kini beliau tidak lagi berjualan
gorengan dengan berkeliling kampung, kini beliau berdagang di halaman rumahnya
jadi beliau tidak terlalu capai dan bisa mengontrol anak semata wayangnya. Kehidupannya
punberjalan seperti sehelai daun yang mengalir di dasar air sungai, mengayunkan
berjalan lurus meski beberapa masalah menghampiri namun dengan begitu tegar
beliau menjalaninya. Ketika semata wayangnya beranjak remaja, ketika lulus SMA
anaknya mendapatkan perngahrgaan dengan hasil UN tertinggi dan terbaik
sepanjang tahun dan itu sangat membuat
beliau dan suaminya sangat bahagia. Kemudian abeliau ingin sekali melanjutkan
sekolah anaknya keperguruan lebih tinggi, namun ekonomi mereka sangatlah tidak
cukup untuk membiayai anaknya melanjutkan sekolah keperguruan lebih tinggi
lagi. Kemudian akhirnya Maryam pun berkata lembut kepada kedua orangtuanya
bahwa dia tidak akan melanjutkan kuliah, Maryam akan membantu beliau berjualan
di rumah, meringankan beban kedua orangtuanya. Setelah beberapa tahun Maryam
membantu beliau dan suaminya, Maryam yang mempunyai kreatifitas dan cerdas,
Maryam memasrkan gorengan buatan beliau ke pasar, dan kepada teman-temannya,
dan tidak disangka ternyata masyararakat sangat menyukai gorengan beliau dan
akhirnyabeliau memutuskan untuk membuat toko kecil-kecilan yang dinamai “gorengan
maryam”, dan atas kesabaran dan usahanya toko gorengan maryam itu akhirnya
sangat berkembang dengan pesat, beliau sering mendapatkan pesanandan itu
hasilnya sangat menjanjikan. Kemudian disamping tu suami beliau dikarena kan
semakin banyak pelanggan yang membutuhkan jasa suaminya, akhirnya mereka
memutuskan untuk membuat salon kecul-kecilan dan tidak disangka usaha salon itu
sangat berkembang pesat pula, pelanggan tetapnya semakin banyak dan bahkan
sampai terkenal ke kota. Beliau dan suaminya akhirnya memutuskan untuk
melanjutkan lagi sekolah Maryam keperguruan lebih tinggi yaitu salah satu
universitas di daerah Garut, dan itu merupakan kabar yng sangat membahagiaakan
bagi Maryam. Dan Maryam pun mengikuti seleksi dan akhirnya Maryam diterima.
Meski kini Ibu Entang dan Suaminya menghasilkan ekonomi yang sangat menjanjikan
dan banyak orang yang menghargai mereka, Ibu Entang, suaminya, beserta Maryam
selalu rendah hati dan berbagi kepada stiap orang yang membutuhkan. Hidupnya benar-benar
sangat sederhana, meski mereka memiliki segalanaya.
No comments:
Post a Comment