ANALISIS PRINSIP KESANTUNAN
BERBAHASA DAN FAKTOR PENENTU TIDAK KOMUNIKATIF ORANG-ORANG YANG BERPENDIDIKAN
DALAM CHATTING MEDIA SOSIAL FACEBOOK
PROPOSAL PENELITIAN
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah “Penelitian Pendidikan” dari dosen: Dra. Hj. Lina St. N., M.Pd.

Disusun Oleh:
Riska Ramdiani 12211029
Kelas: 2A
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN
SASTRA INDONESIA
(STKIP) GARUT
2015
A. Latar
Belakang Masalah
Bahasa merupakan alat paling
penting dengan berkomunikasi, dengan bahasa seseorang dapat mengungkapkan
segala perasaannya dengan mudah. Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota
masyarakat yang berupa lambang bunyi suara yang dihasilkan oleh alat ucap
manusia. (Keraf, Gorys. 1987).
Di samping itu, bahasa yang
digunakan dalam berkomunikasi haruslah menggunakan bahasa yang santun. Menurut
Fraser (1978) kesantunan adalah rpoperti yang diasosiasikan dengan tuturan dan
di dalam hal ini menurut pendapat si lawan tutur, bahwa si penutur tidak
melampaui hak-haknya atau tidak mengingkaro dalam memenuhi kewajibannya. Maka
dari itu berbahasa dengan santun sangatlah penting untuk dipelajari kemudian
diimplementasikan dalam kehidupan nyata, dan dengan berbahasa santun setidaknya
menghargai lawan tutur ketika bertutur.
Bahasa merupakan suatu cerminan
diri/jati diri seseorang, baik atau buruknya pribadi dan latar belakang
seseorang dapat dilihat dari bagaimana ia berbahasa. Berbahasa yang satun itu
dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan seseorang, orang yang mempunyai
tingkat pendidikan yang tinggi diharapkan ia akan mampu berbahasa dengan
santun, sedangkan orang yang mempunyai tingkat pendidikan yang rendah cenderung
dia kurang santun dalam berbahasa. Namun, di samping itu faktor lingkungan pun
akan mempengaruhi seseorang dalam berbahasa. Jika seseorang berada pada
lingkungan yang berbahasa dengan santun, maka ia akan terkontaminasi berbahasa
dengan santun, pun sebaliknya.
Dalam realitas bermasyarakat, orang
yang berbahasa santun secara otomatis ia akan dihargai oleh orang lain, baik
oleh teman sebaya, orang yang lebih muda darinya, pun orang yang lebih tua
darinya. Dan kenyataannya, masyarakat akan menghargai orang-orang yang
berpendidikan, karena mereka berasumsi bahwa orang yang berpendidikan tentu ia
akan berbahasa santun.
Orang yang berpendidikan tentu ia
akan berbahasa dengan lebih berhati-hati dan selektif dalam berbahasa, dan
orang yang pendidikannya rendah tentu ia akan berbahasa semaunya, tetapi hal
itu tergantung di mana ia tumbuh. Namun pada kenyataannya, tidak sedikit orang
yang berpendidikan tinggi namun ia berbahasa kurang santun, pun tidak sedikit
orang yang berpendidikan rendah ia berbahasa dengan santun.
Bangsa Indonesia di mata dunia
terkenal dengan keramahan dan sopan santunnya baik dalam berperilaku, maupun
berbahasa. Namun, pada kenyataannya masyarakat Indonesia pada zaman era
globalisasi ini, banyak masyarakat Indonesia yang berpendidikan tinggi, bahkan
pejabat sekalipun mereka seolah merusak citra bangsa Indonesia sendiri, seakan
ikut melunturkan bahasa yang sopan dan santun yang menjadi jati diri bangsa.
Begitu ironis jika mendengar
orang-orang yang berpendidikan dalam berkomunikasi sehari-hari dan melihat bahasa
orang-orang berpendidikan dalam chatting
internet, mereka berbahasa seperti orang yang tidak berpendidikan, hal ini
banyak terjadi pada kalangan remaja. Bukankah dalam dunia pendidikan, seseorang
diajarkan dan diarahkan untuk berbahasa dengan santun, namun tidak sedikit dari
mereka seperti tidak pernah diajarkan untuk berbahasa dengan santun.
Orang-orang yang berpendidikan tinggi sekalipun, mereka masih banyak yang
kurang tepat memilah dan memilih kata dalam berbahasa, sehingga terjadinya
kurangnya penghargaan dan kurangnya keharmonisan di antara masyarakat. Masih
bisa ditolelir jika penggunaan bahasa kurang santun itu dalam situasi nonformal
dan berlawanan dengan mitra tutur yang sudah akrab dan keduanya saling
memahami, namun tidak sedikit banyak dalam situasi formal mereka menggunakan
bahasa yang sebenarnya jelas tidak lazim diucapkan.
Dalam chatting media sosial sekalipun terutama pada jejaring sosial facebook yang menjadi salah satu media
sosial terfavorit, sebagian dari masyarakat tidak segan menggunakan bahasa
kurang santun, tak peduli dengan prinsip kesantunan bahasa, faktor penentu
tindak komunikatif, tindak tutr, pun tidak peduli dengan perasaan orang lain. Facebook adalah salah satu dari sekian banyak media sosial atau
Situs Jejaring Sosial yang ada di jagad web, semua orang
bebas mengungkapkan maksud hati masing-masing ke dalam facebook tanpa ada batasnya, mulai dari perasaan sedih, senang,
marah, kecewa, dan lain sebagainya. Sudah kita
ketahui, bahwa semua orang bisa melihat bahasa kita dalam chatting di facebook, dan
hal itu sangat memberikan pengaruh citra sebagai pengguna akun facebook di mata khalayak bahkan di mata
orang yang tidak dikenal dan mengenal kita.
Prinsip kesantunan berbahasa dan
faktor penentu tindak komunikatif semakin terabaikan di kalangan masyarakat dalam
berkomunikasi sehari-hari, sebagian dari mereka tidak membiasakannya/tidak
membudayakan bahasa yang santun dalam berkomunikasi baik secara lisan maupun
tulisan dalam media sosial facebook.
Tidak sedikit dari masyarakat mengabaikan
hal ini dan tidak menekankan pada diri mereka untuk membiasakan bahasa yang
santun dalam chatting media sosial facebook, pun para orang tua mengabaikan
hal ini, mereka tidak menekankan pada anak-anaknya untuk selalu berbahasa
santun. Bahasa memang tidak hilang, namun kesantunan dalam berbahasanyalah yang
perlahan hilang dan terbaikan. Hal ini pun didorong dengan semakin mewabahnya
bahasa slank yang sangat tidak
memperhatikan etika berbahasa, dan didorong dengan tidak ada batasannya
berinteraksi dalam chatting media
sosial facebook yang disalah gunakan,
masyarakat dengan bebasnya mengungkapkan kekesalan ataupun keluh kesah mereka
dengan bahasa yang tidak santun dalam chatting
media sosial facebook, hal ini sangat disayangkan.
Hal seperti ini sudah dianggap
biasa dan dianggap hal kecil bagi masyarakat, namun hal yang mereka anggap
kecil ini justru akan berdampak sangat buruk dan mencomoti citra positif yang
melekat pada diri sendiri, citra keluarga, dan sampai citra bangsa, sehingga
akan dianggap rendah oleh orang lain, pun di mata dunia. Apalagi mereka orang-orang
yang berpendidikan dididik untuk terampil dalam berbahasa, agar bahasa santun
tetap dalam posisi dan porsi yang tinggi. Hal ini harus dibiasakan dan
diimplementasikan secara nyata dan sejak dini, agar nantinya tidak ada kesan
keterpaksaan kesantunan dan cacat berbahasa. Pun tidak sedikit dari mereka
orang-orang yang tidak berpendidikan menggunakan bahasa dalam chatting media
sosial facebook dengan kurang santun, hal ini masih bisa diterima dengan akal
karena mereka tidak mengenyam pendidikan yang tinggi sehingga kurangnya pemahaman
dalam berbahasa yang santun, namun hal ini bisa mempengaruhi kepada orang-orang
yang berpendidikan khususnya para remaja dan anak usia dini mereka akan
mencontoh bahasa yang ada dilingkungannya.
Jika hal ini tidak diperhatikan dan
tidak segera diperbaiki, maka akan berdampak buruk terhadap moral generasi di
masa yang akan datang dan rendahnya kualitas berbahasa seseorang yang secara
otomatis akan menjadi suatu budaya yang buruk dalam sebuah bangsa, sehingga
akan mempengaruhi lambatnya perkembangan/kemajuan bangsa.
Dari permasalahan di atas, maka
peneliti mencoba untuk meneliti kesantunan berbahasa orang-orang yang
berpendidikan dalam chatting media
sosial facebook, sehingga
didapatkalah judul “Analisis Prinsip Kesantunan Berbahasa dan Faktor Penentu
Tidak Komunikatif Orang-orang yang Berpendidikan dalam Chatting Media Sosial Facebook”.
B. Pembatasan
Masalah dan Rumusan Masalahh
Pembatasan masalah dalam suatu
penelitian merupakan suatu hal yang sangat penting. Hal ini bertujuan agar pembatasan ruang lingkup yang
dilakukan dalam penelitian yang akan diteliti
tidak meluas. Maka dalam penelitian ini dibatasi permasalahannya yaitu pada
analisis prinsip kesantunan berbahasa dan faktor penentu tindak komunikatif orang-orang
yang berpendidikan dalam chatting
media sosial facebook.
Berdasarkan latar belakang yang
telah diuraikan di atas, maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut.
1. Bagaimana
deskripsi kesantunan berbahasa orang-orang yang berpendidikan dalam chatting media sosial facebbok?
2. Bagaimana
prinsip kesantunan berbahasa orang-orang yang berpendidikan dalam chatting media sosial facebook?
3. Bagaimana
faktor penentu tindak komunkatif orang-orang yang berpendidikan dalam chatting media sosial facebook?
4. Bagaimana
penyimpangan prinsip kesantunan berbahasa orang-orang yang berpendidikan dalam chatting media sosial facebook dengan didukung faktor penentu
tindak komunikatif?
C. Tujuan
Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di
atas, maka dikemukakan tujuan penelitian sebagai berikut.
1. Untuk
mengetahui deskripsi kesantunan berbahasa orang-orang yang berpendidikan dalam chatting media sosial facebbok?
2. Untuk
mengetahui kesantunan berbahasa orang-orang yang berpendidikan dalam chatting media sosial facebook?
3. Untuk
mengetahui faktor penentu tindak komunkatif orang-orang yang berpendidikan
dalam chatting media sosial facebook?
4. Untuk
mengetahui penyimpangan prinsip kesantunan berbahasa orang-orang yang
berpendidikan dalam chatting media
sosial facebook dengan didukung faktor
penentu tindak komunikatif?
D. Manfaat
Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari
hasil penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang sejauh mana kesantunan
berbahasa orang-orang yang berpendidikan dalam chatting media sosial facebook,
dan sebagai masukan untuk orang-orang yang berpendidikan dalam chatting media sosial facebook agar lebih santun dalam berbahasa.
E. Anggapan
Dasar
Dalam penelitian, anggapan dasar
perlu dirumuskan secara jelas. Berdasarkan hal tersebut, anggapan dasar dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bahasa
merupakan mencerminkan jati diri seseorang.
2. Pendidikan
akan memberikan pengaruh terhadap kesantunan berbahasa seseorang, semakin
tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin santun berbahasa seseorang,
pun sebaliknya.
3. Tidak
semua orang-orang yang berpendidikan mampu mengontrol bahasanya dalam chatting media sosial facebook.
F. Hipotesis
Hipotesis adalah sesuatu yang
dianggap benar untuk sebuah alasan, namun kebenarannya perlu dibuktikan.
Hipotesis juga bisa disebut dengan dugaan atau jawaban sementara yang
berdasarkan kajian teori. Oleh karena itu, hipotesis dalam penelitian ini
adalah:
1. Orang-orang
yang berpendidikan cenderung mampu mengendalikan bahasa yang santun dalam chatting media sosial facebook.
2. Bahasa
yang santun yang digunakan dalam chatting
media sosial facebook orang-orang
yang berpendidikan tergantung bagaimana suasana isi hati dan faktor penentu tindak komunikatif pengguna
akun tersebut.
G. Kajian
Teori
a) Kesantunan
Berbahasa
Fraser dalam Gunarwan (1994)
mendefinisikan kesantunan adalah “property associated with neither exceeded
any right nor failed to fullfill any obligation”. Dengan kata lain
kesantunan adalah properti yang diasosiasikan dengan ujaran dan di dalam hal
ini menurut pendapat si pendengar, si penutur tidak melampaui hak-haknya atau
tidak mengingkari memenuhi kewajibannya.
b) Prinsip-prinsip
Kesantunan Berbahasa
Dalam
berbahasa tentunya ada rambu-rambu yang harus ditaati, salah satunya adalah
tentang kesantunan berbahasa, yang memiliki batasan tersendiri. Leech (dalam
Rahardi, 2005: 59-66), ia menyatakan bahwa ”Seseorang dapat dikatakan sudah
memiliki kesantunan berbahasa jika sudah dapat memenuhi prinsip-prinsip
kesantunan yang dijabarkan menjadi maksim (ketentuan/ajaran), yaitu:
1) Maksim Kebijaksanaan (Tact Maxim)
Yaitu maksim
yang menggariskan bahwa setiap para peserta pertuturan hendaknya berpegang pada
prinsip untuk selalu mengurangi keuntungan dirinya sendiri dan memaksimalkan
keuntungan pihak lain dalam kegiatan bertutur. Jika dalam bertutur, seseorang
berpegang pada maksim kebijaksanaan, ia dapat menghindarkan sikap dengki, iri
hati, dan sikap yang kurang santun terhadap mitra tutur.
2) Maksim Kedermawanan (Generosity Maxim)
Yaitu
maksim kemurahan hati, yang mengharuskan peserta tutur untuk menghormati rang
lain. Penghormatan tersebut terjadi jika peserta tutur dapat meminimalkan
keuntungan bagi dirinya dan memaksimalkan keuntungan bagi pihak lain.
3) Maksim Penghargaan (Approbation Maxim)
Yaitu
maksim yang membuat orang akan dapat dianggap santun apabila dalam bertutur
selalu berusaha memberikan penghargaan kepada pihak lain. Sehingga, para
peserta tutur tidak saling mengejek atau merendahkan pihak lain.
4) Maksim Kesederhanaan (Modesty Maxim) atau maksim kerendahan
hati
Yaitu
maksim yang mengharapkan peserta tutur dapat bersikap rendah hati dengan cara
mengurangi pujian terhadap dirinya sendiri.
5) Maksim Permufakatan (Agreement Maxim) atau maksim kecocokan
Yaitu
maksim yang mengharuskan para peserta tutur dapat saling membina kococokan di
dalam kegiatan bertutur. Jika terdapat kecocokan antara keduanya, maka mereka
dapat dikatakan bersikap santun.
6) Maksim Kesimpatisan (Sympath Maxim), yaitu maksim yang
mengharapkan peserta tutur dapat memaksimalkan sikap simpati antara pihak yang
satu dengan pihak yang lain.
Berdasarkan perdapat Leech di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa terdapat enam maksim yang menjadi prinsip
kesantunan berbahasa, yaitu 1) maksim kebijaksanaan, 2) maksim kedermawanan, 3)
maksim penghargaan, 4) maksim kesederhanaan, 5) maksim permufakatan, 6) maksim
kesimpatisan. Keenam maksim tersebut merupakan aturan yang mengatur peserta
tutur dalam berinteraksi dengan lawan tutur.
Sedangkan Gries dalam
Chaer (2010: 34-36), ia menyatakan ”Prinsip
atau maksim kerja sama dapat digolongkan
ke dalam beberapa kelompok yaitu:
1)
Maksim kuantitas
Yaitu
maksim yang menghendaki setiap peserta tutur hanya memberikan kontribusi yang
secukupnya saja atau sebanyak yang dibutuhkan oleh lawannya.
2)
Maksim kualitas
Yaitu
maksim yang menghendaki agar peserta pertuturan itu mengatakan hal yang
sebenarnya, hal yang sesuai dengan data dan fakta. Kecuali barangkali kalau
memang tidak tahu.
3)
Maksim relevansi
Yaitu
mengharuskan setiap peserta pertuturan memberikan kontribusi yang relevan
dengan masalah atau tajuk pertuturan.
4)
Maksim cara
Maksim
ini mengharuskan penutur dan lawan tutur berbicara secara langsung, tidak
kabur, tidak ambigu, tidak berlebih-lebihan dan runtut.
c) Faktor Penentu Tindak Komunikatif
1) Penutur dan Mitra Tutur
Konsep
penutur dan mitra tutur ini juga mencakup penulis dan pembaca bila tuturan
bersangkutan dikomunikasikan dengan media tulisan. Aspek-aspek yang berkaitan
dengan penutur dan mitra tutur bisa mencakup usia, latar belakang sosial,
ekonomi, jenis kelamin, tingkat keakraban, dan sebagainya.
-
Penutur
Penutur
merupakan seseorang yang ingin menyampaikan tindak tutur kepada lawan bicara
(mitra tutur) dimana dalam penyampaian tersebut ada pesan yang ingin
disampaikan.
-
Mitra tutur
Mitra
tutur merupakan seseorang yang menjadi lawan bicara dari penutur dan bertindak
sebagai penerima pesan serta menunjukkan hubungan timbal balik dalam
berkomunikasi.
2) Tujuan Tuturan
Bentuk-bentuk
tuturan yang diutarakan oleh penutur dilatarbelakangi oleh maksud dan tujuan.
Dalam hubungan itu bentuk-bentuk tututan yang bermacam-macam dapat digunakan
untuk menyatakan maksud yang sama. Atau sebaliknya, berbagai macam maksud dapat
diutarakan dengan tuturan yang sama. Di
dalam pragmatik berbicara merupakan aktivitas yang berorientasi pada tujuan.
3) Konteks Tuturan
Konteks
tuturan adalah konteks dalam semua aspek fisik atau seting sosial yang relevan
dari tuturan bersangkutan. Di dalam pragmatik konteks itu pada hakikatnya
adalah semua latar belakang pengetahuan (background
knowledge) yang dipahami bersama oleh penutur dan mitra tutur.
4) Situasi
Situasi
merupakan sebuah kondisi dan keadaan dimana tindak komunikasi sedang
berlangsung. Kondisi dan keadaan yang dimaksud disini adalah keformalan
berlangsungnya tindak komunikasi antara penutur dan mitra tutur.
5) Jalur Tindak Komunikatif
Jalur
tindak komunikatif merupakan sebuah jalan atau sarana yang digunakan dalam
komunikasi antara penutur dan mitra tutur untuk berkomunikasi. Dalam tindak
komunikatif ada dua jalur yang bisa ditempuh untuk dapat menyampaikan pesan
yang ingin disampaikan.
-
Jalur Lisan
Jalur
lisan dalam tindak komunikatif merupakan komunikasi langsung antara penutur dan mitra tutur.
Contoh : Komunikasi
secara langsung (tatap muka).
-
Jalur Tulis
Jalur
tulis dalam tindak komunikatif merupakan komunikasi tidak langsung antara
penutur dan mitra tutur, dimana dalam tindak tutur tersebut ada media yang
berperan sebagai penghubung antar keduanya.
Contoh :
Komunikasi melalui surat, komunikasi melalui pesan singkat (sms).
6) Peristiwa Terjadinya Tindak
Komunikatif
Peristiwa yang dimaksud di sini adalah dalam peristiwa apa
sebuah komunikasi terjadi antara penutur dan mitra tutur. Penutur dan mitra
tutur saling berkomunikasi dengan maksud menyampaikan sebuah pesan serta adanya
hubungan timbal balik dari keduanya. Dalam peristiwa terjadinya tindak
komunikatif dapat menunjukkan apa yang sedang dikomunikasikan
Contoh : Peristiwa diskusi, pidato, ceramah.
d)
Facebook
Facebook merupakan salah satu sarana komunikasi
melalui media internet, yang dapat menghubungi keluarga, kerabat, dan juga
teman-teman kita yang telah lama tidak berjumpa. Facebook dibuat oleh seorang Mahasiswa lulusan Harvard University dan mantan murid Ardsley yaitu Mark Zuckerberg pada 4 Februari 2004. Sebenarnya pada
tahun itu keanggotaan facebook dibatasi, tidak sebanyak sekarang ini.
Keanggotaannya di khususkan untuk para Mahasiswa Harvard saja. Tapi pada
akhirnya keanggotan facebook diperluas untuk para mahasiswa-mahasiswa
dari Universitas lain yang memiliki e-mail berdomain .edu, .ac.
Semakin lama, keanggotan facebook
semakin bertambah, dan pada akhirnya pada 11 September 2006 Facebook resmi dibuka untuk umum dengan
alamat email apapun (bukan hanya .edu, .ac saja). Pada bulan September 2006 sampai dengan bulan September 2007 peringkatnya naik dari
posisi ke-60 menjadi posisi ke-7 sebagai situs yang paling banyak dikunjungi.
Bahkan untuk wilayah Amerika situs facebook mengalahkan pesaingnya yaitu Flickr, dengan 8.5 juta foto dimuat
tiap harinya.
Sejak diluncurkan
4 Februari 2004, situs jejaring sosial facebook
telah memikat jutaan hati penggunanya. Mulai siswa sekolah, ibu rumah
tangga, selebriti, hingga politisi, kini memiliki jejaring sosial facebook. Berkat kemajuan teknologi,
kini kita pun dapat memperbaharui status facebook dan mengomentari foto setiap saat.
H. Populasi
dan Sampel
1. Populasi
Populasi
adalah keseluruhan subyek penelitian atau wilayah generalisasi yang terdiri
dari subyek maupun obyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulan. Oleh
karena itu, populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pengguna akun facebook yang berteman dengan facebook Riska Ramdiani.
2. Sampel
Sampel
adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut. Sampel dalam penelitian ini adalah
hasil pertuturan beberapa orang pada media sosial facebook, yakni pada 25 percakapan. Dalam penelitian ini, teknik
pengambilan data dilakukan secara total yaitu semua data dokumentasi dan latar
belakang pengguna facebook menjadi
bahan analisis.
I. Metode
dan Teknik
Pada penelitian ini, dipilih metode
dekriptif dengan tujuan metode tersebut yaitu penelitian yang ingin mengetahui
tentang apa yang diteliti dan menggambarkan, menganalisis, dan menginterpensi
data yang diteliti.
Penelitian ini dimaksudkan untuk
membuat gambaran yang faktual dan aktual mengenai fakta-fakta perihal
kesantunan berbahasa orang-orang yang berpendidikan dalam chatting media sosial facebook
masing-masing pada 25 percakapan.
Teknik
merupakan salah satu usaha bagaimana cara yang harus ditempuh dengan
menggunakan metode tertentu agar tujuan dan sasaran yang diinginkan dalam
penelitian dapat tercapai. Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan
teknik analisis kualitatif, yaitu untuk meneliti pada
kondisi obyek yang alamiah, untuk menemukan dan memahami apa yang tersembunyi
dibalik fenomena yang kadangkala merupakan sesuatu yang sulit untuk dipahami
secara memuaskan, yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan
dan perilaku orang-orang yang diamati.
J. Teknik
Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data
adalah teknik atau cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk
mengumpulkan data. Pengumpulan data merupakan salah satu tahapan sangat
penting dalam penelitian. Teknik pengumpulan data yang benar akan
menghasilkan data yang memiliki kredibilitas tinggi, dan sebaliknya.
Oleh karena itu, teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan
teknik angket (tidak langsung), menanyakan
informasi khusus secara tidak langsung (indirect), dimana jawaban angket itu
diperoleh dengan melalui analisis peneliti, sehingga jawabannya tidak dari
sumber pertama.
K. Teknik
Pengolahan Data
Teknik pengolahan data dalam
penelitian ini tidak menggunakan statistik.
L. Daftar
Pustaka
Ani,
Z Mutia. Selasa, 17 Juni 2014. FACEBOOK [online]. http://mutiasueweeties.blogspot.com/2014/06/facebook_1659.html. Jumat, 15 Januari 2015.
18:58.
Budiono, Nurwahyu. Selasa, 10 Desember 2013. Faktor-Faktor Penentu Tindak Komunikatif,
Contoh Dari Setiap Faktor Tindak Komunikatif [online]. http://1sajak.blogspot.com/2013/12/faktor-faktor-penentu-tindak.html. Jumat,
15 Januari 2015. 18:58.
Chaer, Abdul. 2010. Kesantunan Berbahasa. Jakarta: Rineka Cipta.
Lubis,
Hamid Hasan. 2011. Analisis Wacana Pragmatik. Bandung:
Angkasa Bandung.
Meilinar,
Fina. Selasa, 17 September 2013.
Analisis Kesantunan Berbahasa Customer Service Pada Bank Di Kota Bireuen Dalam
Berinteraksi Dengan Nasabah [online]. http://ciimuanies.blogspot.com/2013/09/analisis-kesantunan-berbahasa-customer.html.
Jumat, 15 Januari 2015. 18:58.
Tarigan,
Henry Guntur. 1988. Berbicara sebagai
suatu keterampilan berbahasa. Bandung: Angkasa.
M. Jadwal
Penelitian
No.
|
![]()
Kegiatan
|
I
|
II
|
III
|
|||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
||
1.
|
Membuat proposal
|
√
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2.
|
Penelitian proposal
|
|
√
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3.
|
Pembuatan BAB I
|
|
|
√
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
4.
|
Perbaikan BAB I
|
|
|
|
√
|
|
|
|
|
|
|
|
|
5.
|
Pembuatan BAB II
|
|
|
|
|
√
|
|
|
|
|
|
|
|
6.
|
Perbaikan BAB II
|
|
|
|
|
|
√
|
|
|
|
|
|
|
7.
|
Pembuatan BAB III
|
|
|
|
|
|
|
√
|
|
|
|
|
|
8.
|
Perbaikan BAB III
|
|
|
|
|
|
|
|
√
|
|
|
|
|
9.
|
Pembuatan BAB IV
|
|
|
|
|
|
|
|
|
√
|
|
|
|
10.
|
Perbaikan BAB IV
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
√
|
|
|
11
|
Pembuatan BAB V
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
√
|
|
12.
|
Perbaikan BAB V
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
√
|
No comments:
Post a Comment