Analisis Video Berdasarkan Factor Kebahasaan Dan Nonkebahasaan ceramah_agama_islam_jangan_durhaka_kepada_anakmu_ustadz_abdullah_zaen_yufid.tv_reg_7729
oleh: Riska Ramdiani
Bissmillahirahmanirahim.. wasolatuwassalamualanabinaumuhammadinwa’ahlihiwasohbihiazmainama’ba’du..
Anda punya anak? Berapa umur ana anda? Satu tahun? Dua tahun? Tiga
tahun? Ana anda sedang berlatih untuk berjalan? Bagaimana ketika dia sedang
berlatih untuk berjalan? Apakah dia sering terjatuh? Oh tentu saja, namanya
orang berlatih berjalan dia pasti sering untuk terjatuh. Ketika dia lagi jatuh
tersandung kursi misalnya, apa yang anda lakukan saat itu? Ketika dia menangis
dan tidak henti-henti tangisnya, kebanyakan orang atau orangtua akan mengatakan
kepada anaknya “cup-cup-cup-cup jangan nangis, mana yang nakal? Ini ya yang
nakal ya kursinya ya, dipukul kursi itu blok-blok-blok-blok (memukul-mukul
kursi) ini ya yang nakal, nakal kursinya, nakal, nakal kursinya nakal”
(memukul-mukul kursi) dipukul-pukul kursinya itu sampai kemudian si ana diam
dan selesailah episod kehidupan tersebut. Sadarkah kita bahwa apa yang kita
lakukan tadi atau apa yang kita lakukan terhadap si kursi itu ternyata tidak
tepat, nah itukan sudah lazim terbiasa ahm dari dulu mbah-mbah kita juga
seperti itu, saya katakan coba kita berpikir sejenak, apa sih salahnya si kursi
itu? Apakah dia itu punya akal? Kok
sampai itu dipukuli seperti itu? Apa kita tidak mendzalami kursi
tersebut? Kemudian pernahkah kita berpikir apa dampak dari praktek tersebut
ketika kita memukuli kursi yang tidak bersalah itu? Tentunya ada dampaknya, apa
kira-kira dampaknya? Banyak! Dampak buruk yang akan ditimbulkan dari perilaku
yang tidak benar tersebut banyak, antara lain ketika kita pukul kursi itu pada
saat kita memukul kursi tersebut disadari atau tidak disadari kita seakan-akan
sedang mendidik anak kita bahwa dia tidak pernah bersalah, yang bersalah adalah
orang lain atau benda lain yang bersalah dan ini bisa jadi akan kebawa sampai
dia besar, sampai dia besar dia selalu merasa bahwa dialah yang benar dan dia
tidak pernah salah, kalau ada kejadian-kejadian apa pun yang salah adalah orang
lain sehingga yang harus ditegur adalah orang lain dan bukan dia. Orangtua baru
sadar perilaku buruk anaknya ketika ananya itu dia mulai melawan kepada
orangtuanya, dinasehati oleh orangtuanya dia tidak menerima, ketika dia
melakukan kesalahan dia tidak mau dinasehati, dia merasa bahwa yang perlu
dinasehati adalah orang lain sehingga dia terjerumus kepada penyakit
kesombongan yang disebutkan oleh Nabi sallalahualaihiwasalam dalam sebuah
hadist yang diriwayatkan oleh muslim “alkibrubatorulhaqiwawantumnas” Kesombongan
itu adalah menolak kebenaran dan juga meremehkan orang lain. Dia tidak bisa
menerima bahwa dirinya adalah salah, yang salah adalah orang lain dan ini terus
dia bawa sehingga ego dia itu semakin tinggi dia semakin sulit untuk menerima
kebenaran dari orang lain. Ternyata yang membuat perilaku buruk itu siapa? Kita
orangtua, disadari atau pun tidak. Terus bagaimana yang yang seharusnya kita
lakukan ustadz? Yang kita lakukan adalah ketika anak kita manabrak kursi tadi
kemudian dia menangis keras, bukan kursinya yang kita pukuli tapi yang kita
lakukan adalah saat itu kita berusaha untuk menjelaskan duduk permasalahan dari
kejadi kejadian-kejadian tersebut kepada si anak, bagaimana kita katakan? Kita
katakan sama anak “oh jatuh ya na, tersandung kursi ya, lain kali hati-hati ya
na, kalau berjalan liat-liat, jangan tergesa-gesa berjalannya, ya” jadi secara
tidak langsung kita sedang megajarkan kepada ana kita bahwa kita perlu
mengambil pengalaman, ya kita perlu mengambil pelajaran dari pengalaman pahit
yang kita lakukan atau yang kita jalani, ketika kita ingatkan anak kita seperti
itu secara tidak langsung kita sudah mengambil dua pelajaran, yang pertama atau
berikan dua pelajaran, pelajaran yang pertama adalah bahwa seorang anak perlu
mengambil pelajaran dari pengalaman pahit yang dia lakukan, kita katakan kepada
si ana “ na hati-hati lain kali, nah lain kali hati-hati dalam berjalan”
sehingga apa? Sehingga si ana itu mengambil “oh kalau begitu kelak kalau misalnya
saya berjalan saya harus berhati-hati jalannya jangan sampe kejadian kemaren”
ini pelajaran yang pertama. pelajaran yang ke dua adalah yang akan kita
tanamkan ketika kita ingatkan ana kita adalah bahwa anak kita supaya dia
mengaku dan merasa bahwa dia itu pernah salah, dia mengalami kesalahan dan ini
adalah merupakan bekal berharga untuk mengarungi kehidupan di masa yang akan
datang, bahwa manusia pernah salah ketika dia salah ya dia mengaku salah jangan
sampe dia itu menyalahkan orang lain yang tidak bersalah. Maka berhati-hatilah
wahai orangtua kejadian yang sedikit seperti ini yang sering dianggap remeh
oleh sebagian orang ternyata berdampak buruk buat kehidupan seorang anak,
hati-hati dengan perilaku orangtua hati-hati dengan perilaku sang ayah dan sang
ibu. Makanya Asamarkon di dalam kitabnya dan birhoun hopilin, beliau pernah
bercerita bahwa Umar Amirul bin Khaththab radiallahuanhu pada suatu hari beliau
didatangi oleh seorang Bapak diam-diam mengadukan anaknya yang durhaka, kata si
bapak sambil menyeret anaknya:
“ini loh Umar anak saya ini durhaka sama saya, tolong ingatkan
dia!”
Umar pun memanggil anak tersebut dengan pandangan yang tajam, dia
mengatakan:
“nak, kenapa kau berda berdurhaka kepada orangtuamu? Apakah engkau
tidak takut kepada Allah swt durhaka kepada orangtuamu? Bukankah berbakti
kepada orangtua itu hukumnya wajib?” setelah diberi dinasehati seperti itu si
anak berkata:
“wahai Amirul Mukminin, sebelum saya menjawab pertanyaanmu, tolong
jawab pertanyaanku!”
“apa pertanyaanmu?”
“pertanyaanku wahai Amirul Mukminin, apakah seorang anak punya hak
kepada orangtuanya?”
“ya, punya hak”
“apa haknya wahai Amirul
Mukminin?
“haknya adalah, seorang anak perlu dipilihkan Ibu yang baik oleh
Bapaknya, kemudian dikasih nama yang bik pula, dan juga orangtua perlu mendidik
anaknya, mengajarinya al-qur’an, mengajarinya ilmu-ilmu agama, itulah kewajiban
seorang orangtua kepada anaknya dan itulah hak anak kepada orangtuanya”
Ketika mendengarkan perkataan tersebut, maka sang anak pun menjawab
dengan tegas:
“wahai Amirul Mukminin, orangtua saya sama sekali tidak memenuhi
haknya atau tidak memenuhi kewajibannya, dan saya tidak pernah mendapatkan
hak-hak tesebut dari Bapak saya, saya dipilihkan Ibu yang tidak baik, kemudian
juga Bapak saya memberi nama saya dengan nama yang jelek, lalu yang terakhir
Bapak saya nggak pernah ngajarin saya, nggak pernah mengajarkan al-qur’an
kepada saya”.
Ketika
mendengarkan apa yang disampaikan oleh si anak maka Amirul Mukminin Umar bin
Khaththab memandang tajam sang Bapak dan mengatakan “enyahlah engkau dari
mukaku, karena sesungguhnya engkau telah durhaka kepada anakmu sebelum anakmu
durhaka kepada dirimu”.
Jadi ternyata
Bapak-bapak, Ibu-ibu dan juga para orangtua dimana pun anda berada, perilaku
kita sangat berpengaruh kepada pendidikan anak kita, makanya jangan sampai kita
merusak buah hati kita dan semoga kita bukan termasuk golongan tersebut,
seandainya kita ternyata masih seperti itu mari kita perbaiki diri kita
sehingga anak-anak kita menjadi anak yang shaleh shalehah menjadi kurota a’yun
kita semua. Rabbanahablanaminajwajinawaduriyatinaqurotaa’yun, wahai Rabbi
jadikanlah pasangan keturunan dan kami sebagai orang-orang yang menyejukan
pandangan mata.
Allahumaamin..wallahuta’alaa’lawaalamwassallahu
nabiyumuhammadinwaahlihiwasohbihiazmain.. wallhamdulilahirobilalamin..
Analisis Video Berdasarkan Factor Kebahasaan Dan Nonkebahasaan
A.
Faktor
kebahasaan
1.
Ketetapan
ucapan
Pengucapan bunyi-bunyi bahasa pembicara cukup tepat. Pembicara
mempunyai gaya tersendiri dan gaya bahasa yang berubah-ubah sesuai dengan pokok
pembicaraannya, perasannya, dan juga sasarannya. Namun ada satu hal yang kurang
tepat, pembicara mengucapkan “anak” /k/ nya itu disamarkan jadi seperti
terdengar “ana”, mungkin itu disebabkan karena latar belakang pembicara dari
purwokerto, yang telah kita ketahui bahwa latar belakang pembicara bahasa
Indonesia itu berbeda-beda yang setiap pembicara tentu sangat ipengaruhi oleh
bahasa Ibunya.namun kurang tepatnya pembicara dalam mengucapkan kata “anak”
tidak terlalu berpengaruh karena tidak terlalu jauh dari ragam lisan biasa.
2.
Penempatan
tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai
Penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi pembicara sangat sesuai
sehingga cukup menarik perhatian pendengar. Pemberian tekanan pada kata dan
suku kata nya itu sangat sesuai. Sehingga terdengar sangat mengesankan.
3.
Pilihan kata
(diksi)
Pilihan kata yang digunakan pembicara sangat tepat dan jelas.
Pembicara menggunakan kata-kata yang mudah dimengerti oleh pendengar yang
menjadi sasarannya, dan karena pemilihan kata si pembicara yang jelas itu membuat
pendengar terangsang dan lebih paham. Si pembicara pun seperti mengamati dulu
siapa pendengarnya dan apa pokok pembicaraannya, sehingga pemilihan katanya
sesuai dengan pokok pembicaraan juga para pendengarnya.
4.
Ketetapan
sasaran pembicaraan
Pembiccara dalam pidatonya menggunakan kalimat efektif yang
memudahkan pendengar menangkap pembicaraanya.
Si pembicara juga menyusun kalimat efektif kalimat yang mengenai sasaran, sehingga
menimbulkan pengaruh, meninggalkan kesan, kepada para pendengarnya. Kalimat-kalimat
yang dilontarkan pembicara benar-benar sangat efektif yakni utuh, perpautan,
pemusatan perhatian, dan hemat sehingga siapa pun orang yang mendengarnya akan
tergambar lengkap dalam pikiran pendengar persis seperti apa yang dimaksudkan
oleh si pembicara tersebut. Setiap kalimat-kalimat yang dilontarkannya pun jelas dan logis. Si pembicara pun selama
pembicaraannya dalam ceramah itu membahasakan ekspresi yang ditujukan kepada
pendengar, si pembicara meyakinkan, menggugat, mengkritik, dan menginsafkan.
B.
Faktor
nonkebahasaan
1.
Sikap yang
wajar, tenang, dan tidak kaku.
Sangat jelas terlihat bahwa si pembicara benar-benar bersikap
tenang dan tidak kaku. Si pembicara sangat menguasai materinya, dan situasi
juga tempat yang mendukung membuat si pembicara bersikap tenang dan tidak kaku,
bersikap sewajarnya.
2.
Pandangan harus
diarahkan kepada lawan berbicara
Pandangan pembicara itu tidak hanya pada satu arah, pembicara
benar-benar menguasai keadaan, dan si pembicara berusaha melibatkan juga
pendengarnya, terlihat dan terdengar jelas ketika pembicara bertanya dan
mengajak pandanganya menuju kepada seluruhnya.
3.
Kesediaan
menghargai pendapat orang lain
Dalam menyampaikan ceramahnya, pembicara memiliki sikap terbuka,
menghargai pendapat orang lain siapa pun yang mau bertanya atau menyangah.
4.
Gerak-gerik dan
mimik yang tepat
Si pembicara menggunakan gerak-gerik tangan dan mimik yang tepat
tidak berlebihan, sesuai dengan isi pembicarannya sehingga secara tidak
langsung menghidupkan komunikasi dan terlihat tidak kaku.
5.
Kenyaringan
suara
Tingkat kenyaringan pembicaa ini sangat sesuai dengan situasi,
tempat, jumlah pendengar, dan akustiknya. Si pembicara sangat mengatur sekali
kenyaringan suaranya supaya bisa didengar oleh semua pendengar dengan jelas.
6.
Kelancaran
Pembicara selama ceramahnya berlangsung sangat lancer berbicaranya
sehingga memudahkan pendengar menangkap isi pembicaranya. Pembicara tidak
terlalu cepat tidak juga terlalu pelan, penyampaiannya sangat tepat dan lancer
tanpa terputus-putus. Namun hanya ada satu kali pembicara menyelipkan bunyi ee,
ehm, dan itu masih dalam batas yang wajar, karena tidak terlalu berlebihan.
7.
Relevansi/Penalaran
Gagasan-gagasan yang dilontarkan oleh pembicara sangat berhubungan
dengan logis dan berhubungan dengan pokok pembicaraan.
8.
Penguasaan
topic
Pembicara sangat menguasai topic yang diterangkannya, terlihat dan
terdengar jelas bahwa pembicara sangat berani dan lancar dalam penyampaiannya.
9.
Kesehatan
jasmani dan rohani
Tampak terlihat jelas bahwa pembicara sehat jasmani dan rohani, badannya
terlihat bugar dan fresh. Sehingga menjadi tambahan nilai, terlihat menarik.
Biodata Pembicara Abdullah Zaen, Lc., M.A. bin Zaeni Muhajjat, BA,
M.S.
Nama :
Abdullah Zaen, Lc., M.A. bin Zaeni Muhajjat, BA, M.S.
Tempat/Tanggal Lahir: Purwokerto, 1
Juli 1980
Pekerjaan : Pengasuh Pondok Pesantren “Tunas Ilmu” Purbalingga dan dosen Sekolah Tinggi Dirasat Islamiyyah “Imam Syafi’i” Jember
Alamat :
Pondok Pesantren “Tunas Ilmu” Rt. 8 Rw. 2 Kedungwuluh Kalimanah Purbalingga
53371 Jawa Tengah
Riwayat Pendidikan :
-
Formal:
1985
: TK Pertiwi Banyumas Jawa Tengah
1986-1992
: SD Kejawar I Banyumas Jawa Tengah
1993
: Pondok Modern ar-Risalah Slahung Ponorogo Jawa Timur
1994-1998
: Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo Jawa Timur
1999
: Fakultas Syari’ah Institut Studi Islam Darussalam Gontor
2000
: Ma’had Lughah Islamic University of Medina (IUM) KSA
2001-2004
: S1 Fakultas Hadits dan Dirasat Islamiyah IUM (Cumlaude)
2005-2009
: S2 Jurusan Aqidah IUM (Cumlaude)
-
Non Formal:
2000-2009 : Belajar berbagai kitab pada:
1. Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd al-‘Abbâd: kitab Sunan
Abi Dâwûd, sebagian dariSunan
at-Tirmidzi, al-Arba’în
an-Nawawiyyah dan sebagian dari Sunan
Ibn Mâjah .
2. Syaikh Prof. Dr. Ibrahim bin ‘Âmir ar-Ruhaili: kitab: al-Ushûl
ats-Tsalâtsah, Kasyf
asy-Syubuhât, al-Qawâ’id al-Arba’, Kitab at-Tauhîd, Kitab al-Îmân li Abi ‘Ubaid al-Qâsim bin Sallâm, sebagian dari Kitab
al-Qadar li Ibn Wahb, sebagian
dari Kitab as-Sunnah li
al-Khallâl, Kitab al-I’tiqâd li Ibn Abi Ya’la, Syarh
as-Sunnah li al-Muzani, Mauqif
Ahl as-Sunnah min Ahl al-Ahwâ’ wa al-Bida’,
sebagian dariRiyâdh ash-Shâlihîn, Ushûl
as-Sunnah li al-Imam Ahmad, sebagian
dari at-Tadmuriah dan
sebagian dari al-Hamawiyah.
3. Syaikh. Prof. Dr. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-‘Abbâd:
kitab Fâ’idah
Jalîlah fî Qawâ’id al-Asmâ’ al-Husna,
sebagian dari al-Adab al-Mufrad,
sebagian dariTharîq al-Wushûl,
sebagian dari al-Qawâ’id al-Mutsla, dan sebagian darial-’Aqîdah al-Wâsithiyah.
4. Syaikh. Dr. Shalih bin Sa’ad as-Suhaimy: kitab Kasyf
asy-Syubuhât.
5. Syaikh. Dr. Sulaiman bin Salîmullah ar-Ruhaily: sebagian
dari kitab Manâr as-Sabîl,sebagian
dari al-Waraqât, sebagian
dari Manzhûmah al-Qawâ’id al-Fiqhiyyah li as-Sa’dy.
6. Syaikh ‘Ubaid al-Jâbiry: sebagian dari kitab Syarh
as-Sunnah li al-Barbahâry.
7. Syaikh Prof. Dr. Muhammad bin Khalîfah at-Tamîmi: sebagian
dari kitab al-Hamawiyah.
8. Syaikh Dr Abdullah bin Abdurrahîm al-Bukhâry: sebagian dari
kitab al-Bâ’its
al-Hatsîts.
9. Syaikh Abdurrahman ar-Raddâdy: sebagian dari Matan
Abi Syuja’.
Keorganisasian:
1.
Sekertaris
Pimpinan Pondok Modern Gontor (tahun 1999).
2.
Ketua Mahasiswa
Indonesia Islamic University of Medina (tahun 2003).
3.
Pembina Yayasan
ar-Raudloh Jogjakarta (tahun 2006 hingga sekarang).
4.
Pembina Yayasan
Islam Tunas Ilmu Purbalingga (tahun 2010 hingga sekarang)
5.
Takmir Masjid
Agung Darussalam Purbalingga – Bagian Imarah (tahun 2010 hingga sekarang)
Pengalaman Kerja:
1.
Guru Kulliyyatul
Mu’allimin al-Islamiyah Pondok Modern Gontor (1999-2000)
2.
Penerjemah di
Badan Penyuluhan Haji Kementrian Agama Arab Saudi, hampir pada setiap musim
haji, sejak tahun 2003 hingga 2009.
Karya Ilmiah:
a.
Buku berbahasa Indonesia:
1. Imam
Syafi’i Menggugat Syirik, Pembelaan Imam Syafi’i dan Para Pengikutnya terhadap
Tauhid (diterbitkan oleh Maktabah
al-Hanif Jogjakarta tahun 2007).
2. 14
Contoh Praktek Hikmah dalam Berdakwah (diterbitkan
oleh Pustaka Muslim Jogjakarta tahun 2007).
b.
Buku terjemahan dan editan:
1. Untaian
Mutiara Khutbah dan Nasehat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di Haji
Wada’. Terjemahan dari Khuthab wa Mawâ’izh min
Hajjah al-Wadâ’ karya Syaikh Prof.
Dr. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-’Abbâd al-Badr (diterbitkan di Madinah).
2. Ulama
Mekah dan Nejd Bersatu Padu Membela Tauhid dan Memerangi Kesyirikan – Dokumen
Nota Kesepakatan Ulama Mekah dan Ulama Nejd dalam Masalah Tauhid. Terjemahan dari al-Bayân al-Mufîd fî mât
tafaqa ‘alaihi ‘Ulama Mekkah wa Najd min ‘Aqâ’id at-Tauhîd (diterbitkan oleh Islamic Centre Hauthah Sudair
Riyadh).
3. Biarkan
Syi’ah Bercerita tentang Agamanya. Terjemahan dan
ringkasan dari kaset Waqafât ma’a Du’ât
at-Taqrîb oleh Syaikh Abdullah
as-Salafy (diterbitkan oleh Pustaka Muslim Jogjakarta).
4. Pancaran
Nilai-nilai Keimanan dalam Ibadah Haji – Studi tentang Keterkaitan Ibadah Haji
dengan Aqidah Seorang Muslim. Terjemahan dan
ringkasan dari buku Durûs ‘Aqadiyyah
Mustafâdah min al-Hajj karya Syaikh
Prof Dr. Abdurrazzâq bin Abdul Muhsin al-’Abbâd al-Badr.
5. Penjatuhan
Vonis Kafir dan Aturannya. Terjemahan
dari at-Takfîr
wa Dhawâbithuh karya Syaikh Prof. Dr.
Ibrahim bin ‘Amir ar-Ruhaily (diterbitkan Darus Sunnah Jakarta).
c.
Makalah:
1. Upaya Menjaga Kemurnian Islam – Menyoal Tahdzîr dan Norma-normanya.
2. Perpustakaan Pak Ustadz – Daftar Buku-buku Primer bagi Para
Da’i.
3. Penggugur Dosa.
4. Agama adalah Nasehat.
5. Indahnya Islam
6. Berdakwah dengan Akhlak Mulia
7. Berdakwah dengan Hati
8. Beberapa Kaidah Penting Tafsir
9. Beberapa Pembahasan Penting tentang Isti’adzah
10. Beberapa Pembahasan Penting tentang Basmalah
11. Tafsir Surat al-Fatihah
12. Tafsir Surat an-Nas
13. dan lain-lain.
d.
Karya Tulis Berbahasa Arab (belum diterbitkan):
1. Tahrîk
al-Ushbu’ fi at-Tasyahhud.
2. Manzilah
ash-Shahâbah Bain al-Ghulâh wa al-Jufâh.
3. Ta’rîf
Tauhîd al-Asmâ’ wa ash-Shifât wa ‘Alâqatuh bi Aqsâm at-Tauhîd al-Ukhrâ.
4. Nawâqidh
Tauhîd ar-Rubûbiyyah.
5. Tahqîq
al-Qaul fî mâ Nusiba ilâ al-Imâm Mâlik fî anna al-Îmân Yazîd wa Tawaqqufuh ‘an
an-Nuqshân.
6. Mazhâhirul
Inhirâf fî Tauhîd al-’Ibâdah ladâ Ba’dh Muslimî Indonesia wa Mauqif al-Islâm
minhâ (tesis).
No comments:
Post a Comment