BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Sosiolinguistik adalah perkawinan
antara sosiologi dan linguistic yang menghasilkan bidang ilmu antar disiplin
yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa itu dalam
masyarakat.
Di dalam kehidupan di dunia ini banyak sekalivariasi-variasi
bahasa yang dimiliki, khususnya di Indonesia yang kita cintai ini. Untuk lebih
mengenal dan memahami keanekaragaman variasi dari bahasa ini, maka di sini kami
mencoba untuk mengemukakan ha-hal yang perlu dikaji di dalam pemahaman ragam
bahasa.
B.
Rumusan
masalah
1. Apa yang dimaksud dengan variasi
bahasa?
2. Ragam variasi apa saja yang dikaji?
3. Apa yang dimaksud dengan jenis
bahasa?
4. Berdasarkan apa saja jenis bahasa
dapat dikaji?
C.
Tujuan
penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah selain untuk
memenuhi sebagian tugas mata kuliah Sosiolinguistik adalah untuk menambah
wawasan khususnya bagi kami para penyusun, umumnya bagi para pembaca yang ingin
menambah pengetahuannya tentang variasi-variasi bahasa dan ragam bahasa yang
ada.
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuannya adalah
sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud
dengan variasi bahasa.
2. Untuk memahami ragam variasi bahasa.
3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud
dengan jenis bahasa.
4. Untuk memahami jenis-jenis bahasa.
BAB II
PEMBAHASAN
Variasi atau ragam bahasa merupakan
bahasan pokok dalam studi sosiolinguistik, sehingga Kridalaksana (1974)
mendefenisikan sosiolinguistik sebagain cabang linguistic yang berusaha
menjelaskan ciri-ciri variasi bahasa dan menetapkan korelasi ciri-ciri variasi
bahasa tersebut dengan ciri-ciri sosial kemasyarakatan. Kemudian dengan
mengutip pendapat Fishman (1971: 4) Kridalaksana mengatakan bahwa
sosiolinguistik adalah cabang ilmu ynag mempelajari ciri dan fungsi pelbagai
variasi bahasa, serta hubungan di antara bahasa dengan ciri dan fungsi itu
dalam suatu masyarakat bahasa.
A. Variasi Bahasa
Sebagai sebuah language sebuah bahasa mempunyai system dan subsistem yang dipahami
sama oleh semua penutur bahasa itu. Namun karena penutur bahasa tersebut, meski
berada dalam masyarakat tutur, tidak merupakan kumpulan menusia yang homogen,
maka wujud bahasa yang konkret, yang disebut parole, menjadi tidak seragam. Terjadinya keragaman atau
kevariasian bahasa ini buka hanya disebabkan oleh para penuturnya yang tidak
homogeny, tetapi juga karena kegiatan interalsi sosial yang mereka lakukan
sangat beragam. Keragaman bahasa akan bertambah kalau bahasa tersebut digunakan
oleh penutur yang sangat banyak, serta dalam wilayah yang sangat luas.
Misalnya, bahasa Inggris yang digunakan hampir di seluruh dunia; bahasa Arab
yang luas wilayahnya dari Jabal Thariq di Afrika Utara sampai ke perbatasan
Iran.
Dalam hal variasi atau ragam bahasa ini ada dua pandangan. Pertama variasi atau ragam bahasa itu
dilihat sebagai akibat adanya keragaman sosial penutur bahasa itu dan keragaman
fungsi bahasa itu. Kedua variasi atau
ragam bahasa itu sudah ada untuk
memenuhi fungsinya sebagai alat interaksi dalam kegiatan masyarakat yang
beraneka ragam. Namun yang jelas variasi atau ragam bahasa itu dapat
diklasifikasikan berdasarkan adanya keragaman sosial dan fungsi kegiatan di
dalam masyarakat social.
1.
Variasi
dari Segi Penutur
Variasi bahasa pertama yang kita lihat berdasarkan
penuturnya adalah variasi bahasa yang disebut idiolek, yakni variasi bahasa yang bersifat perseorangan. Menurut
konsep iidiolek, setiap orang mempunyai variasi bahasa atau idioleknya masing-masing.
Variasi idiolek ini berkenaan dengan ‘’warna’’ suara, pilihan kata, gaya
bahasa, susunan kalimat, dan sebagainya. Namun yang paling dominan adalah
‘’warna’’ suara itu, sehingga jika kita cukup akrab dengan seseorang, hanya
dengan mendengar suara bi8icaranya tanpa melihat orangnya, kita dapat
mengenalinya.
Variasi bahasa kedua berdasarkan penuturnya adalah yang
disebut dialek, yakni variasi bahasa
dari sekelompok penutur yang jumlahnya relative, yang berada pada satu tempat,
wilayah, atau area tertentu. Karena dialek ini didasarkan pada wilayah atau
area tempat tinggal penutur, maka dialek ini lazim disebut dialek areal, dialek regional atau dialek geografi. Misalnya,
bbahasa jawa dialek Banyumas memiliki ciri tersendiri yang berbeda dengan ciri
yang dimiliki bahasa Jawa dialek Pekalongan, dialek Semarang atau juga dialek
Surabaya.
Variasi ketiga berdasarkan penutur adalah yang disebut kronolek atau dialek temporal, yaitu variasi bahasa yang digunakan oleh kelompok
sosial pada masa tertentu. Umpamanya variasi bahasa Indonesia pada masa tahun
tiga puluhan, tahun lima puluhan, dan variasi yang digunakan pada masa kini.
Yang mana variasai ketiga zaman itu tentunya berbeda, baik dari segi lafal,
ejaan, morfologi maupun sintaksis.
Variasi bahasa yang keempat
berdasarkan penuturnya adalah apa yang disebut sosiolek atau dsialek sosial,
yakni variasi bahasa yang berkenaan dengan status, golongan, dan kelas
sosial para penuturnya. Variasi ini menyangkut semua masalah pribadi para
penuturnya, seperti usia, pendidikan, seks, pekerjaan, tingkat kebangsawanan,
keadaan sosial ekonomi, dan lain-lainya. Sehubungan dengan variasi bahasa
berkenaan dengan tingkat golongan status, dan kelas sosial para penuturnya,
biasanya dikemukakan orang variasin bahasa yang disebut akrolek, basilek, vulgar,slang, kolokial,jargon, argot, dan kent.
Sehubungan dengan variasi bahasa berkenaan dengan tingkat,
golongan, status dan kelas sosial para penuturnya maka muncul beberapa istilah
yaitu;
a)
Akrolek
yaitu variasi sosial yang dianggap lebih tinggi atau lebih bergengsi daripada
variasi sosial lainnya.
b)
Basilek
yaitu variasi sosial yang dianggap kurang bergengsi atau bahkan dianggap
rendah.
c)
Vulgar
yaitu variasi sosial yang ciri-cirinya tampak pemakaian bahasa oleh mereka yang
kurang terpelajar.
d)
Slang
yaitu variasi sosial yang bersifat khusus dan rahasia. Artinya variasi ini
digunakan oleh kalangan tertentu yang sangat terbatas dan tidak boleh diketahui
oleh kalangan di luar kelompok itu.
e)
Kolokial
yaitu variasi sosial yang digunakan dalam percakapan sehari-hari.
f)
Jargon
yaitu variasi sosial yang digunakan secara terbatas oleh kelompok-kelompok
sosial tertentu.
g)
Argot
yaitu variasi sosial yang digunakan secara terbatas pada profesi-profesi
tertentu dan bersifat rahasia.
h)
Ken
yaitu variasi sosial yang bernada memelas, dibuat merengek-rengek dan penuh
dengan kepura-puraan.
2.
Variasi
dari Segi Pemakaian
Variasi ini biasanya dibicarakan berdasarkan bidang
penggunaan, gaya, atau tingkat keformalan, dan sarana penggunaan. Variasi
bahasa berdasarkan bidang pemakaian ini adalah menyangkut bahasa itu digunalan
untuk keperluan atau bidang apa. Misalnya, bidang sastra jurnalistik, militer,
pertanian, pelayaran, perekonomian, perdagangan,pendidikan, dan kegiatan
keilmuan. Variasai bahasa dalam bidang kegiatan ini yang paling tampak cirinya
adalah dalam bidang kosakata. Setiap bidang kegiatan ini biasanya mempunyai
sejumlah kosakata khusus atau tertentu yang tidak digunakan dalam bidang lain.
Variasi bahasa atau ragam bahasa sastra biasanya menekankan penggunaan bahasa
dari degi estetis, sehingga dipilihlah dan digunakanlah kosakata yang secara
estetis memiliki ciri eufoni sastra dan daya ungkap paling tepat.
Ragam bahasa militer dikenal dengan cirinya yang ringkas dan
bersifat tegas, sesuai dengan tugas dan kehidupan kemiliteran yang penuh dengan
disiplin dan instruksi. Ragam bahasa ilmiah yang juga dekenal dengan cirinya
yang lugas, jelas, dan bebas dari keambiguan, serta segala macam metafora dan
idiom. Variasi bahasa berdasarkan fungsi ini lazim disebut register. Dalam pembicaraan tentang register ini biasanya dikaitkan
dengan masalah dialek. Kalau dialek berkenaan dengan bahasa itu digunakan oleh
siapa, di mana, dan kapan, maka register berkenaan dengan masalah behasa itu
digunakan untuk kegiatan apa.
3.
Variasi
dari Segi Keformalan
Bardasarkan tingkat keformalan, dalam bukunya The Five Clock membagi variasi bahasa
atas lima macam gaya (Inggris Style),
yaitu gaya atau ragam beku, (frozen), gaya
atau ragam resmi (formal), gaya atau
ragam usaha (konsultatif), gaya atau
ragam santai (casual) dan gaya atau
ragam akrab (intimate). Ragam beku adalah
variasi bahasa yang paling formal, yang digunakan dalam situasi-situasi
khidmat, dan upacara-uoacara resmi. Ragam
usaha atau ragam konsulatif adalah
variasi bahasa yang lazim digunakan dalam pembicaraan biasa di sekolah, dan
rapat-rapata atau pembicaraan yang berorientasi kepada hasil atau produksi. Ragam santai atau ragam kasual adalah variasi bahasa yang digunakan dalam situasi
tidak reami uuntuk berbincang-bincang dengan keluarga atau teman karib pada
waktu beristirahat, berkreasi, dan sebagainya. Ragam akrab atau ragam intim
adalah variasi bahasa yang biasa digunakan oleh para peutur yang
hubungannya sudah akrab, seperti antaranggota keluarga, atau antar teman yang
sudah karib.
4.
Variasi
dari Segi Sarana
Variasi bahasa dapaat pula dilihat dari segi sarana atau
jalur yang digunakan. Dalam hal ini dapat disebut adanya ragam lisan dan ragam
tulis,atau juga ragam dalam berbahasa dengan menggunakan sarana atau alat
tertentu, yakni, misalnya, dalam bertelepon dan bertelegraf.
Umpanyanya kalau kita menyurujh seseorang memindahkan sebuah
kursi yang ada di hadapan kita, maka lisan menunjuk atau mengarah pandangan
pada kursi itu kita cukup mengatakan, ‘’ Tolong pindahkan ini!’’. Tetapi dalam
bahasa tulis karena tiadanya unsur penunjuk atau pengarahan pandangan pada
kursi itu, maka kita harus mengatakan, ‘ Tolong pindahkan kursi itu!’’. Jadi,
dengan secara eksplisit menyebutkan kata kursi
itu.
Ragam bahasa bertelepon sebenarnya termasuk dalam ragam
bahasa lisan dan ragam bahasa dalam telegraf sebenanrnya termasuk dalam ragam
bahasa tulis; tetapi kedua macam sarana komunikasi itu mempunyai ciri-ciri dan
keterbatasannya sendiri-sendiri, menyebabkan kita tidak dapat menggunakan ragam
lisan dan ragam tulis semau kita.
B. Jenis
Bahasa
Penjenisan bahasa secara
sosiolinguistik yaitu menjeniskan bahasa berkenaan dengan faktor-faktor
eksternal bahasa yaitu faktor sosiologis, politis dan kultural yang tentunya
tidak sama dengan penjenisan secara geneologis maupun tipologis yang menjeniskan
bahasa berkenaan dengan ciri-ciri internal bahasa itu.
1.
Jenis
Bahasa Berdasarkan Sosiologis
Penjenisan berdasarkan faktor
sosiologis artinya penjenisan ini tidak terbatas pada struktur internal bahasa
tetapi juga berdasarkan faktor sejarahnya, kaitannya dengan sistem linguistik
lain dan pewarisan dari generasi satu ke generasi berikutnya.
Stewart menggunakan empat dasar
untuk menjeniskan bahasa-bahasa secara sosiologis yaitu:
a)
Standardisasi
atau pembakuan adalah adanya kondifikasi dan penerimaan terhadap sebuah bahasa
oleh masyarakat pemakai bahasa itu akan seperangkat kaidah atau norma yang
menentukan pemakaian bahasa yang benar. Jadi, standardisasi ini mempersoalkan
apakah sebuah bahasa memiliki kaidah-kaidah atau norma-norma yang sudah
dikondifikasikan atau tidak yang diterima oleh masyarakat tutur dan merupakan
dasar dalam pengajaran bahasa baik sebagai bahasa pertama maupun bahasa kedua.
b)
Otonomi
atau keotonomian yaitu bila sistem linguistik memiliki kemandirian sistem yang
tidak berkaitan dengan bahasa lain. Jadi, kalau dua sistem linguistik atau
lebih tidak mempunyai hubungan kesejarahan, maka berarti keduanya memiliki
keotonomian masing-masing.
c)
Historis
atau kesejarahan yaitu bila diketahui atau dipercaya sebagai hasil perkembangan
yang normal pada masa yang lalu serta berkaitan dengan tradisi dan etnik
tertentu. Jadi, faktor historis mempersoalkan apakah sistem linguistik itu
tumbuh melalui pemakaian oleh kelompok etnik atau sosial tertentu atau tidak.
d)
Vitalitas
atau keterpakaian yaitu pemakaian sistem linguistik oleh suatu masyarakat
penutur asli yang tidak terisolasi. Jadi, unsur vitalitas ini mempersoalkan
apakah sistem linguistik tersebut memiliki penutur asli yang masih menggunakan
atau tidak.
Jenis bahasa vernakular menurut Pei
dan Gaynor adalah bahasa umum yang digunakan sehari-hari oleh satu bangsa atau
satu wilayah geografis, yang bisa dibedakan dari bahasa sastra yang dipakai
terutama di sekolah-sekolah dan dalam kesusastraan yang ditandai dengan
memiliki ciri otonomi, historis dan vitalitas tetapi tidak mempunyai
standardisasi.
Jenis bahasa yang disebut dialek
memiliki ciri vitalitas dan historisitas tetapi tidak memiliki ciri
standardisasi dan otonomi sebab keotonomian bahasa itu berada di bawah langue
bahasa induknya.
Bahasa yang berjenis kreol hanya memiliki vasilitas, tidak
memiliki ciri standardisasi, otonomi dan historis. Pada mulanya sebuah kreol
berasal dari bahasa pijin yang dalam perkembangannya digunakan pada generasi
berikutnya, sebagai satu-satunya alat komunikasi vebal yang mereka kuasai.
Bahasa berjenis pijin tidak
memiliki keempat dasar penjenisan. Bahasa jenis ini terbentuk secara alami di
dalam suatu kontak sosial yang terjadi antara sejumlah penutur yang
masing-masing memiliki bahasa ibu. Sebuah pijin biasanya terjadi di kota-kota
pelabuhan tempat bertemunya pedagang dan pelaut dari berbagai bangsa dan atau
suku bangsa yang berlainan dengan bahasa ibunya. Pijin terbentuk sebagai bahasa
campuran dari bahasa pelaut dan pedagang itu, serta hanya digunakan sebagai
alat komunikasi di antara mereka yang berbahasa ibu berbeda itu.
2.
Jenis
Bahasa Berdasarkan Sikap Politik
Berdasarkan sikap politik atau
sosial politik, bahasa dibedakan menjadi:
a)
Bahasa
nasional atau bahasa kebangsaan adalah kalau sistem linguistik itu diangkat
oleh suatu bangsa (dalam arti kenegaraan) sebagai salah satu identitas
kenasionalan bangsa itu.
b)
Bahasa
negara adalah sebuah sistem linguistik yang secara resmi dalam undang-undang
dasar sebuah negara ditetapkan sebagai alat komunikasi resmi kenegaraan.
Artinya, segala urusan kenegaraan, administrasi kenegaraan dan
kegiatan-kegiatan kenegaraan dijalankan dengan menggunakan bahasa itu.
Pemilihan dan penetapan sebuah sistem linguistik menjadi bahasa negara biasanya
dikaitkan dengan keterpakaian bahasa itu yang sudah merata di seluruh wilayah negara
itu.
c)
Bahasa
resmi adalah sebuah sistem linguistik yang ditetapkan untuk digunakan dalam
suatu pertemuan seperti seminar, konferensi, rapat dan sebagainya.
d)
Bahasa
persatuan pengangkatannya dilakukan oleh suatu bangsa dalam rangka perjuangan,
di mana bangsa yang berjuang itu merupakan masyarakat yang multilingual.
Kebutuhan akan adanya sebuah bahasa persatuan adalah untuk mengikat dan
mempererat rasa persatuan sebagai satu kesatuan bangsa.
Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa bahasa nasional,
bahasa negara, bahasa resmi dan bahasa persatuan di Indonesia mengacu pada satu
sistem linguistik yang sama yaitu bahasa Indonesia.
3.
Jenis
Bahasa Berdasarkan Tahap Pemerolehan
Berdasarkan tahap pemerolehannya,
bahasa dapat dibedakan menjadi:
a)
Bahasa
ibu lazim juga disebut bahasa pertama (disingkat B1) karena bahasa itulah yang
pertama-tama dipelajarinya dan terjadi di lingkungan keluarga.
b)
Bahasa
kedua (disingkat B2) yaitu bahasa lain yang dipelajari setelah memperoleh
bahasa pertama.
c)
Bahasa
ketiga (disingkat B3) yaitu bahasa lain yang dipelajari setelah memperoleh
bahsa kedua.
d)
Bahasa
asing akan selalu merupakan bahasa kedua bagi seorang anak. Di samping itu
bahasa asing ini juga bersifat politis yaitu bahasa yang digunakan oleh bangsa
lain.
4.
Lingua
Franca
Lingua franca adalah sebuah sistem linguistik yang digunakan sebagai
alat komunikasi sementara oleh para partisipan yang mempunyai bahasa ibu yang
berbeda. Pemilihan satu sistem linguistik menjadi sebuah lingua franca adalah
berdasarkan adanya kesalingpahaman di antara sesama mereka. Karena dasar
pemilihan lingua franca adalah keterpahaman atau kesalingpengertian dari para
partisipan yang digunakannya, maka bahasa apapun, baik sebuah langue, pijin
maupun kreol dapat menjadi sebuah lingua franca.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan
penjelasan-penjelasan di atas, maka dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa variasi bahasa dan masyarakat tutur merupakan
bagian dari kajian sosiolinguistik.
Keragaman atau kevariasian bahasa bukan hanya disebabkan
oleh para penuturnya yang tidak homogen, tetapi juga karena kegiatan interaksi
sosial yang dilakukan sangat beragam. Keragaman ini akan semakin bertambah
kalau bahasa tersebut digunakan oleh penutur yang sangat banyak, serta dalam
wilayah yang sangat luas. Bahasa dipergunakan sesuai dengan
strata – strata social tersebut, sehingga terbentuk variasi – variasi bahasa karena adanya pola bahasa yang sama,pola bahasa itu dapat
dianalisis secara deskriptif yang dibatasi oleh makna tersebut, yang dipergunakan
oleh penutur untuk berkomunikasi.
B. Saran
Alangkah
baiknya sebagai warga Indonesia yang baik maka kita harus selalu menjaga dan
mempertahankan kebudayaan kita, salah satunya dengan menjaga dan mempertahankan
pelbagai variasi dan jenis bahasa yang dimiliki. Alangkah baiknya pula semua
warga Indonesia khususnya para siswa dan mahasiswa harus mengetahui pelbagai
variasi dan jenis bahasa yang ada di Indonesia, karena akan mendapatkan
manfaatnya dan mengetahui variasi dan jenis bahasa yang harus mereka gunakan
pada suatu kedaan dan tempat tertentu.
DAFTAR
PUSTAKA
Chaer
Abdul & Agustina Leonie. 2004. Sosiolinguistik
Perkenalan Awal. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Gian
Sugianto. Jumat, 15 Maret 2013. PELBAGAI VARIASI DAN JENIS BAHASA [online]. http://sugiantouir.blogspot.com/2013/03pelbagai-variasi-dan-jenis-bahasa.html?m=1.
Selasa, 25 Maret 2014. 18:06.
No comments:
Post a Comment