BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Novel adalah suatu hasil karya yang amat
sangat bernilai, ketika membaca atau pun membuat novel imajinasi mulai
bermunculan. Untuk membangun imajinasi tersebut, akan dianalisis secara
structural salah satu novel karangan Tere Liye yaitu novel yang berjudul “Daun
yang Jatuh Tak Akan Pernah Membenci Angin”.
Analisis structural ini dianalisis secara
detail, apa tema yang ada dalam novel tersebut, bagaimana cerita dalam novel
tersebut apakah alur maju atau alur mundur, siapa saja tokoh yang ada dalam
cerita novel tersebut dan bagaimana watak-wataknya, bagaimana dan di mana latar
yang ada dalam novel tersebut, dan bagaimana moral atau pesan yang disampaikan
pengarang lewat novel yang ditulisnya dengan analisis secara structural. Dalam
analisis pendekatan structural ini, agar lebih memahami bagaimana cerita dalam
novel ini, agar mengetahui dan memahami pula apa saja pesan moral yang ada
novel ini. Sehingga pembaca mendapatkan sesuatu hal ilmu atau pelajaran yang
bermanfaat dan dapat diimplikasikan ke dalam kehidupan nyata.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat
dirumuskan beberapa masalah, yaitu: Bagaimana analisis structural dalam novel
“Daun yang Jatuh Tak Akan Pernah Membenci Angin?”
C.
Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas,
tujuannya adalah sebagai berikut:
1.
Untuk
memenuhi salah satu mata kuliah Kajian Prosa Fiksi
2.
Untuk
mengetahui hasil analisis structural dalam novel “Daun yang Jatuh Tak Akan
Pernah Membenci Angin”
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Tema
Tema dalam novel “DAUN YANG JATUH TAK PERNAH MEMBENCI ANGIN” adalah tentang perasaan
yang terpendam dengan semua gejolak permasalahan kehidupan. Seperti judul novel
tersebut, seorang wanita dan seorang pria yang saling mempunyai perasaan satu
sama lain, namun tak pernah mampu untuk mengungkapkannya. Mereka memendam rasa
dengan semua permasalahan yang muncul, memendam rasa yang terus menerus tumbuh
seiring dengan berjalannya kehidupan, seperti sehelai daun yang jatuh ke bumi
daun yang takkan pernah membenci angin meski terenggutkan dari tangkai
pohonnya. Sama seperti Tania dan Danar, mereka membiarkan perasaan mereka
tumbuh seperti apa mengikuti semua takdir Tuhan dan permasalahan diantara
perasaan mereka, bukan hanya Dalam perasaan mereka namun juga dengan semua
permasalahan kehidupan. Dan mereka takkan pernah membenci rasa yang tumbuh
dalam hati mereka meski tak pernah terungkapkan dan tak saling memiliki.
Perasaan Tania dan Danar yang tak pernah
terungkapkan, mereka memendam perasaan sudah sejak lama dimulai dari mereka
bertemu sampai akhirnya Danar memutuskan untuk menikah dengan wanita lain padahal
Danar sadar bahwa wanita yang dicintainya adalah Tania bukan wanita yang
dinikahinya, Ratna. Danar tidak mempunyai keberanian untuk mengungkapkannya,
entah apa alasannya. Begitupun dengan Tania. "Perasaan yang terpendam
dengan semua permasalahan liku-liku yang terjadi kepada mereka. Perbedaan usia
yang terlampau sangat jauh yaitu 14 tahun yang menjadi permasalahan cinta
mereka, juga permasalahan lainnya.
“Tentu saja karena tempat itu special bagiku.
Di sanalah aku mendapatkan janji kehidupan yang lebih baik darinya. Di sanalah
aku menatap masa depan yang lebih indah bersamanya. Dan di sana jugalah
harapan-harapan itu muncul tanpa bisa aku mengerti. Perasaan-perasaan itu.”
(Hal. 97)
“Seseorang yang kepadanyalah cinta pertamaku
tumbuh, seseorang yang selalu kukagumi, memesona. Seseorang yang datang
memberikan semua janji masa depan itu. Seseorang yang menumbuhkan
harapan-harapan yang tak pernah bisa kumengerti mengapa ia tumbuh subur” (Hal.
233)
“Aku mencintainya. Itulah semua perasaanku.
Berdosakah aku mencintai malaikat
kami? Salahkah kalau di antara perhatian dan sayangnya selama ini kepada Ibu,
adikku, dan aku sendiri, perasaan itu mekar? Aku sama sekali tidak implusif.
Perasaan itu muncul dengan alasan yang kuat” (Hal. 154)
Dalam kutipan itu sudah jelas bahwa Tania
benar-benar mempunyai perasaan lebih dari seorang adik kepada kakaknya, Tania
mencintai seseorang malaikat bagi keluarganya. Begitu sama halnya dengan Danar,
dia mencintai seseorang yang dia angkat dari jalanan, seorang yang usianya
terlampau jauh dengannya. Seorang anak kecil berkepang dua dengan baju kotor
tanpaalas kaki, yang dia skolahkan dan didik sampai dia dewasa, sampai dia
tumbuh seperti apa yang Danar harapkan.
“Dia bertanya lemah pada Dede, ‘Perasaan
apa?’ Dede menunduk saat mengatakan itu, ‘Taukah Oom bahwa Kak Tania suka
Oo Danar?’ Oom Danar diam sekali…. Dede berkata lirih kepadanya, ‘Kak Tania
tidak pulang besok karena dia benci pernikahan besok.’. “Dia tetap diam”. “Dede
bertanya lagi padanya, ‘Apakah Oom Danar menyukai Kak Tania?’. “Dia tetap
diam.” “Dede bertanya untuk terakhir kalinya.’Apakah Oom Danar mencintai Tante
Ratna?’ Dia juga diam” (Hal. 249)
Dalam kutipan itu pun terlihat jelas bahwa
Danar mencintai Tania, kenapa? Karena jika Danar tidak mencintai Tania, Danar
akan menjawab pertanyaan terakhir dari Dede, namun Danar hanya diam. Dan itu
bisa berarti bahwa Danar sedang merasakan kekalutan hati, dia mencintai Tania
anak kecil yang berkepang dua yang dia tolong dari jalanan.
Namun perasaan keduanya tak pernah
terungkapkan, mereka tak bias saling memiliki. Perasaan yang sangat
menyakitkan, mampu merubah paradox kehidupan, membuat semuanya menjadi kacau
balau. Meski seperti itu, Tania dan Danar tetap menjalankan kehidupan, mereka
tidak pernh membenci angin, membenci perasaan yang tumbuh pada hati mereka.
B.
Cerita
Cerita dalam novel “DAUN YANG JATUH TAK
PERNAH MEMBENCI ANGIN” itu adalah sebuah cerita yang berawal dari kebaikan hati
seorang pria menolong anak kecil yang kakinya tertusuk paku, kemudian membantu
kehidupan sebuah keluarga kecil yang sedang dilanda perihnya kehidupan,
menjanjikan masa depan yang lebih baik. Dan pria itu pun sngat dekat sekali
dengan keluarga kecil itu, terutama kepada seoang anak perempuan yang usianya
terlampau sangat jauh yaitu 14 tahun. Seiring dengan kedekatan itu, entah
mengapa seorang pria itu mempunyai perasaan lebih dari seorang kakak kepada
adiknya, begitu pun kepada seorang anak pempuan itu dia pun mempunyai perasaan
lebih dari seorang adik kepada kakaknya. Namun perasaan mereka tak pernah
terungkapkan dan tak pernah terjawabkan. Ini adalah sebuah cerita yang takkan
pernah usai.
C.
Pemplotan
Plot dalam novel Daun Yang Jatuh Tak Pernah
Membenci Angin ini termasuk plot campuran, pada awal cerita mundur kemudian
pada akhir cerita menjadi campuran. Dalam novel ini ceritanya sering terdapat mengkisahkan
cerita sorot-balik/flash-back. Cerita dalam novel ini adalah seorang perempuan
bernama Tania yang sedang berada di lantai dua toko buku terbesar di kotanya
yang akan menemui Danar seorang malaikat yang Tania cinta di rumah kardus
tempat selama tiga tahu dulu ia merasakan kehidupan yang miskin dan merasakan
kehidupan yang menyesakkan. Sebelum Tania menemui Danar, Tania menceritakan
masa lalunya, kisahnya, pengalamannya sendiri, mengapa pada saat itu Tania
berada dilantai dua toko buku dan akan menemui Danar. Menceritakan awal
kemiskinan dan kehidupan yang menyesakkan, kemudian menceritakan awal pertemuan
dengan Danar, menceritakan bagaimana perasaannya tumbuh subur kepada Danar,
menceritakan tentang pendidikannya, cinta yang terpendam, dan semuanya kisah
masa lalu diceritakannya malam itu sebelum Tania menemui Danar untuk menanyakan
tentang semua hal yang tak pernah Tania mengerti.
a.
Peristiwa/tahap
awal (perkenalan)
Peristiwa itu terjadi ketika Tania dan Dede
sedang megamen di atas bus kota. Tiba-tiba
telapak kaki Tania tertusuk paku payung. Kemudian dengan muka yang amat
menyenangkan Danar menolong Tania, mencabut paku payung yang menancap pada
telapak kakinya dengan penuh kehangatan.
Kemudian membersihkan darah yang bercucuan dengan ujung sapu tangan yang
dikeluarkan dari saku celananya. Dan danar pun memberikan uang sepuluh ribuan
kepada Tania dan Dede menyarankan untuk membeli obat merah.
“Namun, baru setengah jalan. Oh, Ibu, ada
paku payung tergeletak di tengah-tengah bus. Aku tak tahu bagaimana paku paying
tersebut ada di situ. Bagian tajamnya menghdap ke atas begitu saja, dan tanpa
ampun seketika menghujam kakiku yang sehelai pun tak beralas saat melewatinya.”
(Hal. 22)
“Jangan ditekan-tekan,” dia menegurku yng
justru panic menct-mencet telapakkaki.” (Hal. 23)
“Dia beranjak dari duduknya, mendekat.
Jongkok di hadapanku. Mengeluarkan saputangan dari saku celana. Meraih kaki
kecilku yang kototr dan hitam karena bekas jalanan. Hati-hati membersihkannya
dengan ujung sapu tangan. Kemudian membungkusnya perlahan-lahan. Aku terkesima,
lebih karena menatap betapa putih dan bersihnya saputangan itu” (Hal. 23-24)
“saat kami akan turun, dia memberikan
selembar uang sepuluh ribuan, “Untuk beli obat merah”
Saat pertemuan di bus itulah semua berawal,
semua permasalahan kehidupan dan permasalahan hati itu berawal, cerita yang
takkan pernah usai. Dengan seorang malaikat penolong keluarga Tania. Perasaan
yang tak pernah terungkapkan, perasaan terhadap seseorang dengan usia terlampau
jauh 14 tahun. Semua kebaikan dan pertolongan Danar kepada Tania, Dede, dan Ibu
membuat Tania merasa kagum terhadap Danar. Seorang pria yang mempunyai hati
seperti malaikat itulah yang membuat perasaan Tania dari rasa kagum menjadi
cinta. Perasaan itu tumbuh begitu saja.
Dalam novel ini pertama-tama memperkenalkan,
mendeskripsikan keadaan latar fisik yang terlihat dari atas jendela lantai dua
toko buku itu. Seperti dalam kutipan berikut ini:
Mala mini hujan turun lagi. Seperti
malam-malam yang lalu. Menyenangkan. Membuat suasana di luar terlihat damai
menentramkan. Hanya gerimis. Itu pun jarang-jarang, tetapi cukup membuat indah
kerlip lampu.
Aku menghela napas panjang. Tanganku pelan
menyentuh kaca yag berembun. Dingin seketika menyergap ujung jari, mengalir ke
telapak tangan, melalui pergelangan, menerobos siku, bahu, kemudian tiba di
hatiku.
Membekukan seluruh perasaan.
Mengkristalkan seluruh keinginan.
Malam ini, semua cerita harus usai. (Hal. 7)
Plot
dalam novel ini pun termasuk plot Surprise, karena ceritanya sangat menarik.
Membuat pembaca merasa ingin tahu itu muncul, dan memberikan kejutan Sesutu hal
yang mengejutkan. Ceritanya tak bisa ditebak, membuat pembaca menjadi
penasaran.
b.
Konflik
Ketika Danar mengajak teman wanitanya, Ratna.
Dan memperkenalkan wanita itu kepada Tania, Dede, dan Ibu. Semenjak perkenalan
itulah konflik itu perlahan muncul, Tania merasa diabaikan, tersisihkan, karena
kehadiran “cewek artis” itu. Terlihat jelas dama kutipan sebagai
berikut:
“siang itu dia mengajak teman wanitanya.
Namanya Ratna. Aku memanggilnya “Kak Ratna”, karena teman wanitanya tersebut
memnintanya demikian, “Panggil saka Kak Ratna ya, Tania!” (Hal. 39)
“sepanjang kami di Dunia Fantasi, Kak Ratna
selalu berdiri di sebelahnya. Berjalan bersisian, bergandengan tangan. Mesra.”
(Hal. 39)
“seketika hati kecilku tidak terima. Sakit
hati! Bukankah selama ini kalau kami pergi entah ke mana, akulah yang lengannya
didenggam? Akulah yang pundaknya dipegang? Akulah yang kepalanya diusap? Itu
jelas-jelas posisiku!.” (Hal. 39)
Kemudian musibah lain menimpa mereka, Ibu
meninggal dikarena penyakit yang dideritanya. Seketika Tania dan Dede merasa
sangat kehilangan. Dlu ayah yang meninggalkan mereka, sekarang Ibu pun
meninggalkan mereka. Semua itu sangat menyesakkan, Ibu meninggalkan Tania yang
masih berusia tiga belas tahun dan dede yang berusia delapan tahun. Seharusnya
pada masa-masa seperti itulah mereka membutuhkan perhatian dan kasih sayang
dari kedua orangtua dan juga janji masa depan yang indah. Namun Tania dan Dede
mampumelewatinya, mereka tidak pernah membenci takdir Tuhan. sama seperti daun
yang tidak membenci angin. seperti dalam kutipan:
“Aku tak tahu apa maksudnya. Karena sekejap
kemudian Ibu sudah jatuh tertidur” (Hal. 60-61)
“Hari itu Senin. Seminggu sebelum usiaku
tepat tiga belas tahun. Adikku delapan tahun. Dan dia 27. Aku tidak percaya
angaka tiga belas membawa sial, takdir, sore itu Ibuku meninggal. Pergi
selama-lamanya dari kami” (Hal. 61)
c.
Klimaks
Pada saat graduation
day hari kelulusan Tania, tiba-tiba Danar datang dan menyaksikan kelulusan
Tania yang dicintainya. Namun Danar tidak sendiri, dia datang bersama Ratna,
pacarnya. Kemudian Danar dan Ratna memberitahukan kepada Tania bahwa mereka
memutuskan untuk menikah tiga bulan lagi, dan itu membuat Tania kaget dan
benar-benar tidak terima atas kenyataan itu. Seperti dalam kutipan berikut:
“Kami akan menikah, Tania!” Dia tersenyum.
Kak Ratna mesra memegang tangannya. Ikut tersenyum. Menatap bahagia. Aku
tersedak. Buru-buru mengambil gelas air putih di hadapanku” (Hal. 131)
Setelah mendengar kabar yang sangat
menyesakkan itu Tania tidak akan pulang, tidak akan datang ke acara pernikahan
Danar dan Ratna. Karena Tania sangat membenci pernikahan mereka. Bagaimana bisa
Tania menyaksikan seseorang yang sangat dicintainya mengucapkan ijab qobul
untuk wanita lain? Dan ketidakpulangan Tania untuk menghadiri acara pernikahan
Danar dan Ratna sangat berpengaruhsangat besar. Meski Dede, Danar, dan Ratna
selalu membujuk Tania untuk pulang meski hanya sehari saja, Tania tetap tidak
akan merubah keputusannya. Tania tidk akan pulang, tepatnya Tania tidak mau
menghadiri pernikahan itu. Seperti dalam kutipan berikut:
“Urusan pulang atau tidaknya aku menjadi
masalah besar. Dua minggu sebelum pernikahan, aku menabuh gendering perang: aku
tidak akan pulang. Dia dan Kak Ratna berkali-kalikirim e-mail atau
chating bertanya, aku hanya menjawab pendek. Tania sibuk. Maaf tak bisa
pulang. (Hal. 140-141)
Selama persiapan menjelang pernikahan Danar
dan Ratna Dede selalu mengabari Tania lewat e-mail/chating tentang semua
persiapan pernikahan mereka sambil bertanya apakah kakak tercintanya akan
pulang atau tidak. Tania tetap pada keputusannya, tidak akan pulang.
Dan bahkan seminggu sebelum pernikahan itu
berlangsung Danar menelpon Tania untuk memastikan Tania untuk pulang menghadiri
acar pernikahan dengan wanita yang tidak pernah Danar cintai. Dalam telepon itu
pun Dabar berusaha keras membujuk Tania untuk pulang sampai terdengar suaranya
paruh sperti menahan tangis. Menarik napas dalam-dalam, mengeluh atas keputusan
Tania. Namun Danar tetap optimis dan berharap Tania memikirkan kembali dan
memutuskan utnuk pulang. Sepanjang telpon itu Tania pun sama mendesis menahan
tangis, menahan rasa yang tak tertahankan. Berulang kali menyeka air mata,
berusaha tak menampakkan kesedihannya lewat suara pada telepon. Kedua insane
itu sama-sama menahn rasa yang tak tertahankan, berusaha menahan rasa
pertanyaan yang tak pernah terjawabkan.
Pada hari itu, pernikahan pun berlangsung
seperti biasanya penikahan. Danar mengucapkan ijab qobul dan Ratna tersenyum
bahagia. Meski tanpa kehadiran Tania. Namun ada yang ganjil pada perilaku Danar
yang bahkan sangat membuat Dede tak mengerti dengannya.
Rumah tangga Danar dan Ratna pun berjalan
dengan baik, mereka tinggal satu rumah, Dede, Danar, dan Ratna. Tania pun
mengetahuinya dari Dede, dan Tania pun semakin berkeras kepala untuk tidak
pernah pulang. Namun beberapa bulan kemudian Danar dan Ratna memutuskan utnuk
mengontrak rumah lagi, membiarkan Dede di rumah sendirian. Dan beberapa bulan kemudian
tiba-tiba Ratna menceritakan kalutnya dalam rumah tangga mereka kepada Tania
melalaui e-mail, Tania benar-benar terkejut atas pengakuan Ratna dan Tania pun
bingung entah apa yang harus dia lakukan. Tania benar-benar tidak mengerti
kenapa pria sebijaksana dan yang mempunyai hati malaikat bisa melakukan seperti
itu, membuat istrinya menangis, selalu pulang larut malam, dan berperilaku
tidak selayaknya kepada soerang istri, Ratna. Dan Rtana akhirnya memutuskan
untuk pulang ke rumah orangtuanya membiarkan Danar sendirian untuk sementara. Semua
e-mail yang Ratnakirimkan kepada Tania, semuanya terasa begitu menyesakkan bagi
Tania. Timbul beberapa pertanyaan, mengapa, mengapa, dan mengapa? Kemudian
Tania memutuskan untuk pulang membantu rumah tangga kakak yang dulu pernah
dicintainya, Danar. Setidaknya Tania mengetahui apa yang terjadi pada rumah
tangga kakaknya, malaikat yang telah merubah kehidupannya, yang selalu
menjanjikan masa depan yang lebih baik.
Tania pun tiba di kota yang sangat memberikan
kesan kepadanya. Akhirnya Tania pun begegas untuk segera menemui Danar di
tempat rumah kardusnya dulu, dan menemukan Danar terpekur di bawah pohon
linden. Dan mereka pun saling mengungkapkan perasaannya, namun yang lebih tepat
Tanialah yang mengutarakan semua tentang perasaan mereka. Semuanya benar-benar
di luar kendali, Tania menangis mendesah tak tertahankan sedangkan Danar hanya
diam dan mengelak. Nada bicara Tania pun semakin menjadi, setelah sekian lama
ia memendam rasa yang menguap di dasar hati kini Tania mengungkapkannya tepat
di depan rumah kardus tempat dulu ia miskin merasakan getirnya kehidupan, di
bawah pohon linden saksi atas semua saksi. Bertanya, dan mengungkakpkan, dan
meminta pertanggung jawaban atas semua hati yang bersemai di dalam hatinya,
perasaan yang terpendam tak bisa saling memiliki, perasaan yang membuat kalut
semua kehidupan, perasaan yang membutnya seperti sehelai daun yang luruh ke
bumi,sehelai daun yang takkan pernah membenci angin meski terenggut dari
tangkai pohonnya. Sepertidalam ktipan berikut ini:
“Kau membunuh setiap pucuk perasaan itu.
Tumbuh satu langsung kau pangkas. Besemai satu langsung kau injak.
Menyeruaksatu langsung kau cabut tanpa ampun. Kau tak pernah memberikan
kesempatan. Karena itu tak mungkin bagimu? Kau malu mengakuina walau sedang
sendiri? Bagaimana mungkin kau mencintai gadis kecil ingusan? Pertanyaan itu
selalu mengganggumu” (Hal. 250)
“Tetapi mengapa kau tak pernah mengakuinya?
Mengapa? Saat sweet seventeen, liontin itu mengatakan segalanya. Tetapi mengapa
harus sekarang aku tahu bahwa liontin itu istimewa? Apakah kau terlanjur
mengganggapku seperti adik? Kau merasa berdosa mencintai adik sendiri? Atau kau
membenci dirimu sendiri karena mencintaiku?” (Hal. 150-151)
Pada saat itu lah Tania konflik itu meninggi,
Tania memaparkan semua tentang perhatian, kasih sayang, hadiah liontin, novel
karangan Danar, yang semuanya terlihat bahwa Danar pun mencintai Tania. Lagi,
Danar hanya diam. Membuat keadaan semakin keruh.
d.
Penyelesaian
Ketika Tania tahu bahwa Ratna kini sedang
hamil empat bulan, dan memberitahukannya kepada Danar. Dan Tania pun berbesar
hati untuk menerima semua itu, Ratna dan bayi yang dikandungnya pasti lebih
membutuhkan Danar. Dan Tania pun memutuskan untuk kembali lagi ke Singapura,
mencoba menemukan kehidupan yang lebih baik lagi sesuai nasihat sahabat
tebaiknya Anne. Meninggalkan Dede sendiri, meninggalkan pusara Ibu,
meninggalkan Ratna dan bayinya, juga meninggalkan Danar. Dan Tania tidak akan
pernah kembali lagi ke Indonesia.
“esok lusa mungkin aku akan menemukan pilihan
rasional seperti yang pernah dikatkan Anne. Yang pasti itubukan Jhony Chan. Aku
tak akan penah kembali lagi. Maafkan aku, Ibu. Aku tak sempat mampirdi pusaramu.
Ibu memang tahu segalanya” (Hal. 256)
D.
Penokohan
Tokoh utama dalam novel Daun Yang Jatuh
Takkan Pernah Membenci Angin ini adalah Tania. Tania yang berperan penting dan
menjadi tokoh yang mampu menghipnotis para pembaca, dan memberikan pesan-pesan
moral dan social yang patut dicontoh. Tania selalu muncul dalam setiap
kejadian, dan selalu berhungan dengan tokoh-tokoh yang lain yang mampu
mengembangkan bagaimana cerita ini berlanjut.
Dalam novel ini terdapat 11 tokoh, dan
semuanya termasuk ke dalam tokoh protagonist. Masing-masing tokoh mempunyai
watak yang patut dicontoh dan diimplikasikan ke dalam kehidupan nyata. Semua
tokoh dalam novel ini pun sangat di kagumi oleh setiap pembaca, menampilkan
segala sestuatu sesuai dengan harapan-harapan pembaca, pandangan pembaca.
Ada beberapa tokoh dalam novel Daun Yang Jatuh
Takkan Pernah Membenci Angin ini, yaitu:
1)
Tania
Tania termasuk ke dalam tokoh bulat, karena
Tania mempunyai watak dan tingkah laku yang bermacam-macam dan sulit untuk
ditebak juga memberikan perangai yang mengejutkan. Tania yang tadinya bersikap
lembut mempunyai prinsip, menjadi dirinya sendiri, namun dikarenakan konflik
terhadap perasaannya terhadap Danar, keputusan Danar yag akan menikah dengan
wanita lain ternyata Tania berubah kehidupan paradoksnya. Tidak ada lagi raut
wajah yang menyenangkan itu, Tania tidak menjadi diri sendiri, berpura-pura
bahagia dengan apa yang dilakukannya padahal hati kecilnya tak berkehendak.
Dan Tania pun termasuk tokoh berkembang,
wataknya berkembang sesuai dengan alur cerita dan plot yang dikisahkannya.
-
Rajin
Tania mempunyai perilaku yang rajin. Tania
selalu rajin membantu ibunya dalam mencari uang, meski lelah juga ngantuk Tania
tetap mengamen di bus hanya untuk mendapatkan beberapa recehan.
“Aku dan Dede harus kembali “bekerja”, meskipun
dengan kaki pincang” (Hal.24) dalam kutipan itu pun terlihat jelas bahwa Tania
tetap rajin bekerja keras membantu Ibu nya untuk mencari uang dengan mengamen
meski kakinya pincang luka akibat tertusuk paku.
Tania juga rajin dalam bidang akademik, dia
selalu belajar dan menghapal. Mengejar ketertinggalan setelah tiga tahun tidak
sekolah.
“lantas dengan penerangan lampu teplok yang
kerlap-kerlip ditiup angin, aku belajar. Belajar hingga larut malam” (Hal. 33)
-
Pintar
Tania sangat pintar, dia bisa mengejar
ketertinggalannya sekolah selama tiga tahun. Karena kepintarannya itulah guru-guru
memutuskan Tania untuk menaikkan Tania loncat satu tahun.
“saat kenaikan kelas, guru-guru di sekolah
memutuskan untuk langsung menaikkanku ke kelas enam. Loncat setahun. Kata mereka, aku “terlalu pintar”” (Hal. 43)
Tania pun mendapatkan beasiswa untuk
menlanjutkan sekolah SMPnya di Singapura. Dan ketika graduation day Tania mendapatkan urutan kedua dari seluruh siswa di
sekolah, hasil yang hampir sempurna.
“Aku lulus urutan kedua dari seluruh siswa di
sekolah. Nomor satu untuk dua puluh dua penerima ASEAN Scholarship seluruh Negara. Hasil yang hamper sempurna. Janji yang
selalu kupegang. Aku akan belajar sebaik mungkin” (Hal. 77)
Dan karena kepintarannya itulah Tania
mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan kembali pendidikannya di Singapura.
“ASEAN Schorlarship
menjamin satu kursi di SMA terbaik Singapura” (Hal.87)
Di sekolah international. Ketika graduation day di SMA Tania mendapatkan
predikat terbaik dan diberi penghargaan Kristal pohon lime. Dan mendapatkan beasiswa di NUS sampai lulus.
“setelah berjuang habis-habisan di ujian
terakhir, akhirnya aku berhasil melampui 0,1 digit si nomor satu selalu. Tipis
sekali. Aku mendapatkan predikat terbaik. Kepala Sekolah SMA-ku menyerahkan
penghargaan Kristal pohon lime
kepadaku” (Hal. 127)
“NUS memberikan satu kursi untukku di kelas
terbaik mereka semester depan. Kepala Sekolah SMA-ku dengan bangga menyerahkan
surat undangan itu. Apa pun pilihan jurusanku. Beasiswa hingga lulus” (Hal.
130)
Tania pun hanya membutuhkan dua tahun
setengah untuk menyelesaikan pendidikan yang lebih tingginya itu dengan hasil
yang maksimal. Sungguh Tania sangat pintar dalam pendidikannya.
“Aku hanya butuh dua tahun setengah untuk
menyelesaikan bachelor degree-ku di
jurusan Commere NUS. GPA (grade point average)-ku tak kurang satu
decimal pun dari nilai maksimal. Sempurna. Terbaik dalam catatan sejarah kampus
tersebut. Namaku dipahat di plakat depan halaman kampus. Pengamen yang dekil,
hitam, bau, rambut mengikal disiram teriknya jalanan berdebu telah mencatat
namanya di sana” (Hal. 159)
“aku lulus kuliah sesuai jadwal, dengan nilai
yang baik. Kali ini aku wisuda benar-benar sendirian. Anne memutuskan lulus
normal tiga setengah tahun. Juga teman-teman senior high school-ku dulu. Namaku terpahat di plakat depan kampus;
lulusan terbaik; lulusan tercepat; lulusan tertinggi GPA-nya” (Hal. 201)
-
Tegar
Tania adalah sosok seseorang yang tegar,
ketika Ibu yang sangat berarti baginya, Tania tetap tegar menghadapinya meski
hati berat sekali menerima kenyataan. Tania tetp tegar melanjutkan kehidupan
tanpa sosok seorang Ibu yang amat dicintainya, Tania tahu bahwa takdir Tuhan
pasti lebih indah.
Kemudian ketika mendengar Danar dan Ratna
menjalin suatu hubungan yang special Tania tetap tegar menerima kenyataan itu
meski hati perih mendengarnya.
Tania pun tegar dalam memendam semua perasaan
yang tak pernah terungkapkan. “bagian inilah yang tak pernah aku diskusikan di
internet. Perasaanku. Maka selama tiga thaun itu, aku memendam semuanya
dalam-dalam” (Hal.78)
-
Egois
dan keras kepala
Tania pun mempunyai watak yang egois dan
keras kepala, dia bersikap keras bahwa dia tidak akan pulang untuk menghadiri
acara pernikahan Danar dan Ratna, Tania hanya memikirkan perasaannya sendiri
yang tidak mau menerima kenyataan pahit itu tanpa memperdulikan perasaan Danar
yang amat dicintainya itu begitu terluka atas ketidakpulangan Tania, dan Tania
pun tidak mbagaimana perasaan Ratna yang amat baik terhadapnya yang telah
menganggapnya seorang adik, yang pernah membantunya dalam segala hal terutama
ketika kepergian ibu Ratna ada untuk membantu dan menemaninya, namun Tania
egois hanya memikirkan perasaannya sendiri yang akan membuat dirinya sendiri
dihantui rasa bersalah.
“dua minggu sebelum pernikahan, aku menabuh genderang
perang: aku tidak akan pulang. Dia
dan Kak Ratna berkali-kalikirim e-mail atau chatting
bertanya, aku hanya menjawab pendek. Tania
sibuk. Maaf tidak bisa pulang” (Hal.
140-141)
Meskipun Ratna menemuinya ke Singapura hanya
untuk membujuk Tania pulang dengan penh harap dan kasih sayang, Tania tetap keras
kepala enggan untuk pulang, untuk menghadiri acara pernikahan malaikat yang sangat dicintainya itu.
Pada kutipan berikut ini, tersirat jelas
bahwa Tania sangat egois dan keras kepala, Tania memanfaatkan kehadiran Adi tanpa
memikirkan perasaannya: “Adi yang tahu aku akan pulang ke Jakarta, memutuskan
ikut pulang bersama. Aku happy-happy
saja ditemani pulang. Aku bahkan sengaja membawa lebih banyak koper saat tahu
Adi akan ikut” Hal. 186)
-
Konsisten
dan mempunyai prinsip
Tania konsisten dan mempunyai prinsip
terhadap perasaannya, bahwa Tania hanya akan mencintai Danar meski banyak
lelaki yang mencoba untuk mendekatinya. Meskipun Adi telah banyak berkorban
untuk Tania, menuruti semua yang Tania inginkan semua itu tidak merubah
prinsipnya untuk tetap hanya mencintai Danar, begitu pun dengan Jhony Chan dan
laki-laki lainnya yang selalu mencoba mendekati Tania. Tania menolaknya hanya
demi perasaannya terhadap Danar malaikat bagi keluarganya itu.
“Semakin sadis. Menambah semakin banyak
daftar korban yang berhasil kuhina. Termasuk cowok-cowok ganjen Singapura
dengan tampang Indo-Melayu yang coba-coba naksir aku. Rasialis? Peduli amat”
(Hal. 182)
-
Ramah
Tania adalah sosok seorang perempuan yang
ramah, banyak orang yang menyukainya dan membanggakannya. Banyak teman-teman
Tania yang selalu bertanya kepadanya meski sebenarnya dulu waktu SMP bukan
Tania yang menduduki urutan nomor satu di sekolahnya, Tania menduduki urutan
nomor dua namun Tania mempunyai pengaruh besar pada teman-temannya. Tania ramah
dengan wajah yang sangat menyenangkannya itu.
-
Pecemburu
Tania adalah sosok seorang perempuan yang
pecemburu, Tania cemburu kepada Ratna yang selalu dekat-dekat dengan Danar dan
mengambil alih semua posisi Tania. “Aku menghela napas. Benci sekali dengan pembicaraan itu.
Menatap Ibu sirik. Kenapa sih Ibu akrab dengan Kak Ratna?” (Hal. 41)
2)
Danar (dia/seseorang)
Danar termasuk ke dalam tokoh bulat, karena
Danar mempunyai watak dan perilaku yang sulit untuk ditebak. Yang awalnya Danar
adalah sosok seorang yang mempunyai prinsip kuat, bijaksana, berwibawa,
menyenangkan, dan tidak akan membuat siapa pun menangis, tiba-tiba dikarenakan
konflik tentang perasaannnya kepada Tania yang tak pernah diungkapkannya dan
terlanjur menikah dengan Ratna wanita yang sama sekali tidak dicintainya itu
tiba-tiba Danar menjadi berubah, menjadi bersikap dingin terhadap Ratna, selalu
pulang larut malam, wajah yang menyenangkannya pun perlahan memudar.
Dan Danar pun termasuk tokoh berkembang,
wataknya berkembang dan mengelamai perubahan sesuai dengan jalan cerita dan
plot yang dikisahkan.
-
Baik
dan ringan tangan
Danar adalah sosok seorang yang mempunyai
hati bagai malaikat, Danar sangat baik. Dia ringan tangan selalu menolong orang
lain, contohnya saja dia membantu Tania yang tertusuk paku, membantu
mengobatinya, memberikan uang, meski Danar tidak mengenalinya. “Dia beranjak
dari duduknya, mendekat. Jongkok di hadapanku. Mengeluarkan saputangan dari
saku celana. Meraih kaki kecilku yang kotor dan hitam bekas jalanan. Hati-hati
membersihkannya dengan ujung saputangan. Kemudian membungkusnya perlahan-lahan”
(Hal. 24)
Keesokan
harinya Danar memberi sepasang sepatu untuk Dede dan Tania, sungguh Danar
sangat baik dan ringan tangan. “Dia mengeluarkan dua kotak. Melambaikan tangan
meminta kami mendekat. Aku dan Dede melangkah ke arahnya, berdiri di depan
kursinya, urung memulai pertunjukan kencerengan tutup botol. Dede malah
memasukan “alat music” ke saku celana. Lagi-lagi menguap. Kotak itu ternyata
berisi dua pasang sepatu baru. “Pakailah!” (Hal. 25)
Danar pun membantu Tania dan keluarganya
untuk menjanjikan masa depan yg lebih baik. Menyekolahkan Tania dan Dede,
memberikan uang untuk kebutuhan keluarga yang tengah merana itu. “Dia rajin
seminggu dua kali singgah sebentar di kontrakan baru. Membawakan makanan,
buku-buku untukku, dan permainan buat
adikku” (Hal. 35)
Danar juga menyediakan taman bacaan dan taman
dongeng berbaik hati untuk memberikan motivasi kepada anak-anak. Danar
mempunyai sifat yang baik selalu memotivasi siapa pun, membuat seseorang merasa
berarti.
“Dia
menggenggam jemariku. Mantap. Sebelah kiri memegang bahu Dede. Dia menatapku
dengan pandangan itu. Dia tersenyum hangat menenangkan” (Hal. 19)
-
Tegar
Danar adalah sosok seorang pria yang tegar,
dia mampu tegar menghadapi perihnya kehidupan dalam kesendirian. Sejak dari
bayi Danar yatim-piatu, Danar tak mengetahui siapa kedua orangtuanya, namun
Danar tetap tegar menjalani kehidupannya yang amat menyesakkan itu. Danar
berjuang sendiri untuk bertahan hidup tanpa bantuan orang lain, merasakan
perihnya sekolah sambil bekerja. Merasakan kehidupan yang buruk sama seperti
yang dialami Tania selama tiga tahun itu, Danar tetap tegar menghadapinya.
Karena hidup harus tetap berjalan meski sendiri.
“dia yatim-piatu sejak bayi (siapa orangtuanya
pun tak ada yang tahu). Berjuang di jalanan untuk meneruskan hidup, sama
seperti kamu dulu; mungkin lebih menyakitkan karena tidak ada yang berbaik hati
membantunya. Setapak demi setapak menancapkan jejak kehidupan. Dan akhirnya
tiba pada jalan baik tersebut. Sendirian. Aku tahu betapa sulitnya dia harus
bersekolah sambil bekerja” (Hal. 148)
“Semua kenangan burukku selama tiga tahun
jadi anak jalanan sebenarnya ada dalam kehidupannya” (Hal. 148)
-
Bertanggung
jawab
Danar seorang pria yang betanggung jawab,
ketika Ibu meninggal dunia Danar pun bertanggung jawab mengurusi Tania dan
Dede, menyekolahkan Tania dan Dede, mengajarkan Tania dan Dede tentang segala
hal, menjanjikan masa depan yang lebih baik.
Danar pun bertanggung jawab atas perasaan
Ratna yang amat mencintainya karena perilaku Danar yang membohongi perasaannya
sendiri. Danar menikahi Ratna.
Dan meski yang dicintainya bukan Ratna, Danar
tetap bertanggung jawab atas rumah tangganya bersama Ratna karena Ratna tengah
mngandung anak buah dari hasil pernikahan mereka.
-
Ramah
Danar adalah sosok seoang pria yang teramat
ramah, dia selalu menyapa dan bersikap ramah terhadap siapa pun, sehingga banyak
orang yang menyukainya dan membanggakannya.
-
Sopan
Danar adalah sosok seorang pria yang sopan,
Danar selalu mencium tangan Ibu ketika berpamitan pulang atau pun ketika dia
bertemu. Danar sangat menghormati Ibu. “dia selalu mencium tangan Ibu. Amat
hormat pada Ibu” (Hal. 36)
-
Pemendam
rasa
Danar adalah sosok seorang yang pintar
menyembunyikan perasaannya dengan sikapnya yang lembut, Danar memendam rasa
terhadap Tania yang dicintainya dan mencintainya, dan Danar mengorbankan semua
perasaannya untuk Ratna yang teramat mencintainya. Danar pun selalu memalingkan
pembicaraan ketika Tania berbicara mengarah kepada pembicaraan tentang
perasaannya, Danar sangat pintar memendam rasa, menyembunyikannya. Dan Danar
tidak jujur untuk mengakui perasaannya terhadap Tania.
Danar hanya mengungkapkan perasaannya lewat
tulisan, sebuah novel. Dan perasaan Danar tersirat pada liontin yang dia beri
kepada Tania dan juga yang dia pakai, terdapat suatu gambar yang jika disatukn
gambarnya akan menjadi utuh. Danar pintar sekali meneymbunyikan semua perasaan
itu, semua pelukan itu, semua tatapan itu, Danar menipu dirinya sendiri. Danar
mencintai Tania dalam diam.
-
Penyayang/social/peduli
Danar adalah sosok seorang pria yang peduli
dan bersosial, sehingga Danar membuka kelas mendongeng untuk anak-anak. Dia
selalu bercerita untuk memotivasi anak-anak dan menyediakan buku untuk
anak-anak baca. Dia amat peduli terhadap masa depan anak-anak.
“setiap Minggu dia membuka kelas mendongeng
di rumahnya, di ruangan depan yang dipenuhi jejeran lemari. Lemari itu penuh
buku” (Hal. 37)
-
Dewasa
Danar adalah sosok pria yang sangat dewasa,
dan kedewasaannya itu sangat menyenangkan. “Dia menahan napasnya. Mencoba mengendalikan emosinya” (Hal. 56)
3)
Dede
Dede termasuk tokoh yang statis, Dede tetap
berwatak menyenangkan meskipun alur cerita dan plot yang dikisahkan mengalami
perubahan.
-
Polos
dan lucu
Dede adalah sosok seseorang yang mempunyai
sikap polos yang kental. Ketika Danar memperkenalkan namanya, Dede dengan
begitu polosnya bertanya, seperti dalam kutipan ini “semenjak itulah aku tahu
namanya: Danar Danar. Nama yang aneh, itu komentar Dede. “Nama Oom kok bias
dobel begitu?”
Dan pada kutipan ini pun Dede terlihat sangat
polos dan lucu:
”Oom kerja di mana?” Dede bertanya padanya
suatu ketika, sambil memainkan dasi yang ada di saku kemeja.
Hari itu dia mengenakan kemeja biru
kotak-kotak itu lagi. “Berkerja digedung yang tinggiiii sekali!” dia menjawab sambil tersenyum.
“Oh, Dede kira Oom jadi dokter!”
“Dokter?”
“Kan waktu itu Oom ngobatin luka Kak Tania”
(Hal. 28)
Dede juga sangat lucu, terlihat ketika Dede
menanyakan kepada Danar apakah Dede akan mendapatkan hadiah atau tidak. ”Dede
dapat hadiah, kan” Mata adikku bekerjap-kerjio berharap” (Hal. 36)
Dan pada kutipan beikut ini pun Dede terlihat
sangat lucu dan polos yang kental:
“Dia membawa sekotak donat. Dan Dede lebih
banyak berceloteh serta memainkan donat tersebut dibandingkan memakannya.
“Oom…. Kenapa donat tengahnya bolong?”” (Hal. 36-37)
“Kak, kenapa angka nol itu harus seperti
donat? Dede bias saja menulisnya dengan bentuk lain kan, seperti segi tiga?
Memangnya ada yang melarang” (Hal. 43)
-
Humoris
Dede adalah sosok seorng yang humoris dangat
menyenangkan suka iseng. Bahkan Dede selalu menggoda atau mengejek iseng
becanda kepada Tania, membuat suasana semakin nyaman akibat celotehan-celotehan
Dede. “Cantik apanya? Rambut panjang. Kuku panjang. Untung Kak Tania nggak
punya lubang di belakang” Dede tertawa senang” (Hal. 45)
-
Amanat/pandai
menyimpan rahasia
Dede adalah sosok seorang yang amanat, Dede
bisa dipercaya, bisa diandalkan. Ketika Tania menguatarakan sesuatu hal yang
bersifat rahasia, Dede bisa menjaga rahasia itu. Dan ketika Danar member tahu
rahasia bahwa Danar adalah seoarng penulis Novel, Dede menjaga rahasia itu. Dan
Dede pandai menyimpan rahasia, menyimpan rahasia antara perasaan Tania dan
Danar. “Dari siapa?” aku bertanya penasaran kepada Dede.
Menyelidik. Adikku pasti tahu semuanya.” (Hal. 102)
-
Pintar
Dede juga pintar, dede sudah mampu menghapal
abjad, meskipun baru masuk satu hari sekolah. Dede dengan giatnya menghapalkan
abjad sepanjang jalan mengamen. “Dede juga sudah bias menghafal semua abjad.
Bayangkan, hanya dalam waktu satu hari. Hari pertamanya sekolah. Aku bergumam,
bagaimana mungkin adikku tidak hafal, kalau sepanjang jalan mengamen tadi dia
selalu berdengung seperti lebah menyebutkan satu per satu huruf-huruf tersebut
sambil menabuh kencrengan” (Hal. 34)
Dede sangat pintar, dede bisa loncat sekolah
dua tahun dan dede pun mempunyai memori otak yang sangat hebat. Dede mampu
mengahapl detail sesuatu yang Dede lihat atau Dede terima.
“Sekarang adikku kelas enam, lebih cepat
setahun, sama denganku dulu, guru-guru di SD menaikkannya lompat dua tingkat”
(Hal. 79)
-
Tegar
Dede begitu tegar ketika Dede harus mengamen,
melihat anak-anak seusianya yang sekolah yang waktunya bermin-main Dede malah
harus mengamen mencari uang recehan. Dan Dede juga begitu tegar ketika Ibu yang
amat Dede cintai pergi meninggalkan Dede dan Kakak tercintanya, begitu pula
waktu Dede ditinggal ke Singapura oleh Tania untuk sekolah, Dede tegar hidup
tanpa keluarganya. Sendirian, meskipun ada Danar tapi bagi Dede, kak Tania
lebih berharga.
4)
Ibu
-
Sabar
Ibu tipe seorang wanita yang sabar, sabar
mengahapai kenyataan bahwa Ibu ditinggalkan pergi selamanya oleh suaminya dan
Ibu dengan sabar mengurus kedua anaknya tanpa suami tercintanya. Kehidupan yang
sangat pahit dan kejam juga permasalahan kehidupan menimpa keluarganya, namun
Ibu selalu sabar mengahadapinya. Dan Ibu selalu sabar menhadapi hidupnya dan
keluarganya yang miskin.
-
Tekun
Ibu tekun dalam menjaani kehidupannya, “Seminggu
kemudian Ibu mulai bekerja, menjadi tukang cuci di salah satu laundry mahasiswa” (Hal 34-35)
Ibu tekun membuat kue-kue untuk membiayai
Tania dan Dede, meskipun Danar siap siaga membantu dan membiayai mereka.
-
Perhatian
Ibu adalah sosok seorang Ibu yang perhatian
kepada anaknya. Ibu selalu memberikan
perhatian dan nasihat kepada Dede dan Tania. “Ibu sibuk mengingatkanku untuk
beranjak tidur. Aku menjawabnya singakat belum mengantuk. Setengah jam sekali
Ibu menyuruh tidur” (Hal. 34)
-
Rendah
hati
Ibu orangnya rendah hati, ketika Danar
membantu mereka Ibu sangat berterimakasih dan bersyukur. Dan ketika Danar
memberitahu kepada Ibu bahwa Tania bisa sekolah di luar Negeri Ibu amat sangat
rendah hati, seperti dalam kutipan berikut ini: “Nak Danar, rasanya Ibu sulit
membayangkan Tania bisa bersekolah di sana. Di luar negeri. Bersekolah lagi
saja sudah syukur” (Hal. 66)
5)
Ratna
Ratna termasuk tokoh yang statis, Ratna tetap
berwatak lembut meskipun alur cerita dan plot yang dikisahkan mengalami
perubahan.
-
Ramah
Ratna begitu ramah menyapa Tania, Dede, dan
juga Ibu. Ratna selalu menanyakan kabar, bertanya segala hal dengan ramahnya
dengan lembutnya. ‘”Kenapa kalian tidak mengajak Ibu, Kak Ratna, dan Kak
Danar naik Bianglala?” Kak Ratna bertanya sambil tersenyum” (Hal. 42)
-
Pengertian
Rata adalah sosok seorang perempuan yang
penuh pengertian, Ratna selalu mengerti akan kesibukan Danar, mengerti atas
kedekatan Danar dengan Tania dan Dede, Ratna memang selalu mengerti atas semua
sikap Danar, juga terhadap sikap Tania dan Dede yang kadang-kadang selalu
bersikap dingin kepadanya.
-
Sabar
Ratna selalu sabar meski sikap Tania dan Dede
selalu menyebalkan. “Aku meneriaki Kak Ratna keras sekali. Kak Ratna tidak
marah, bahkan berkaca-kaca matanya” (Hal. 56)
Ratna selalu sabar menghadapi semua sikap
Danar yang selalu berubah-ubah, apalagi ketika keadaan pernikahan mereka sedang
retak, Danar bersikap aneh kepada Ratna menjadi dingin, selalu pulang larut
malam, tidak seperti dulu sebelum mereka menikah yang selalu harmonis. Ratna
dengan sabar mengahadapi semua kenyataan itu, sabar menunggu Danar kembali.
-
Selalu
berprasangka baik/husnudzon
Ratna tidak pernah berprasangka buruk kepada
siapa pun, termasuk kepada Danar yang setelag menikah berubah drastic dan
sampai membuatnya menangis. Ketika Danar selalu pulang larut malam dan bersikap
dingin padanya Ratna tidak berprasangka buruk kepada Danar, malah Ratna selalu
berprasangka baik kepada Danar. Ratna juga tidak berprasangka buruk terhadap
Danar dan juga Tania, yang terlihat jelas bahwa sikap Tania dan Danar terlihat
sangat ganjil, malah Ratna selalu mencurahkan isi hatinya kepada Tania, meminta
solusinya.
-
Perhatian/ringan
tangan
Ratna juga sangat perhatian dan ringan
tangan, Ratna perhatian dan membantu Tania dan Dede ketika Ibu mereka meninggal
dunia. “Kak Ratna pagi-pagi datang mengantarkan pakaian ganti. Menyuruh kami
mandi di kamar mandi rumah sakit. Kak Ratna bahkan sibuk membantu Dede berganti
pakaian” (Hal. 57)
Ratna selalu menengok Ibu dengan membawakan
sekantong jeruk ketika Ibu sedang sakit. “Kak Ratna dua-tiga kali juga datang
dengan membawa sekantong jeruk” (Hal. 53)
Tak hanya itu, Ratna perhatian kepada Tania
menanyakan bagaimana sekolah Tania, akan diteruskan kemana dan akan siap selalu
membantu, mengurus, dan sampai ingin mengantarkan Tania ke sekolah yang dituju.
“Kalau begitu, biar besok saja aku yan.g mengantarnya…. Daftar di SMP dekat
SD-nya Dede saja, kan?” Kak Ratna menawarkan diri” (Hal. 68)
6)
Miranti
-
Ringan
tangan
Miranti adalah sosok perempuan yang baik hati
dan ringan tangan, Miranti dengan sukarela membantu Ibu dalam membuat kue dan
juga membesarkan usaha kue tersebut ketika Ibu sudah meninggal. “Miranti yang
dulu membantu Ibu membesarkan usaha kue. Aku tersenyum senang. Ibu juga pasti
senang mendengar kabar ini di surge” (Hal. 99)
Dan miranti bukan tipe perempuan “kacang lupa kulitnya”. Meskipun semua
usaha kue itu telah diambil alih semuanya oleh Miranti, tapi Miranti tetap
menggunakan nama Ibu untuk memberinama toko kuenya itu bahkan dengan sangat
baiknya Miranti, dia menyisihkan uang hasil kue usahanya itu diberikan untuk
Dede. “Miranti baik sekali memutuskan untuk tetap menggunakan nama Ibu di sana
“WH Bakery”, meskipun 100% kepemilikan toko tersebut sudah ditangannya. Miranti
bahkan masih menyisihkan sebagian besar uang untuk Dede” (Hal. 183)
7)
Anne
-
Sahabat
yang baik
Anne adalah sosok seorang sahabat yang baik,
dia selalu siap mendengarkan keluh kesah sahabatnya Tania. Apa pun ceritanya,
kapan pun, dan di mana pun, Anne selalu ada untuk Tania. Ketika Tania
mencurahkan hatinya tentang Danar kepada Anne, Anne selalu mendengarkan Tania
dan memberikan saran yang terbaik untuk sahabatnya itu, dan Anne tidak pernh
bosan untuk melakukan itu. Seperti ungkapan Tania dalam kutipan berikut ini:
“Anne tahu seluruh ceritanya. Aku memang
dekat dengannya. Anne satu-satunya sahabatku di Singapura. Sahabat yang baik”
Dalam kutipan berikut ini pun Anne terlihat
memang sahabat yang baik, selalu memberikan solusi dan menasihati atas
keegoisan Tania:
“Buat apa? Sudah jelas kan, dia akan menikah
dengan cewek artis itu? Apa lagi yang
hendak kautanyakan ke dia? Perasaannya sudah sejelas bintang di langit, Tania. Clear! Aduh, kamu kenapa jadi kekanak-kakanakan
seperti ini sih?” (Hal. 133)
Begitu pun dalam kutipan berikut ini Tania
memang sahabat yang baik, berusaha menjadi sahabat yang baik untuk Tania:
“Aku dulu mungkin keliru. Ya, aku dulu
keliru. Kau hanya yang benar, Tania. Kau berhak mengatakan itu kepadanya. Dia
tahu atau tidak tahu, terima atau tidak terima, marah atau tidak, benci atau
tidak benci, kau berhak mengatakannya, honey.
Hakmu jauh lebih besar dibandingkan hak dia, bahkan juga dibandingan dengan
kewajibanmu memastikan pernikahan itu berjalan lancar” Anne mendekap bahuku.
Berbisik lemah” (Hal.144)
Dengan kata-kata yang telah diungkapkan Anne
seperti itu menandakan bahwa Anne adalah benar-benar sahabat yang baik, Anne
sangat menyayangi Tania. Anne adalah pendengar yang baik, penasihat yang
mengerti.
“Anne membantu banyak. Merawat luka itu”
(Hal. 162)
-
Setia
kawan
Anne adalah sosok seorang yang setia kawan,
Anne selalu ada untuk Tania.
“Anne juga sedang di sana (Anne selalu
menemaniku di hari-hari buruk itu; dia memang teman yang bisa diandalkan” (Hal.
147)
8)
Adi
-
Baik
Adi adalah sosok pria yang baik, Adi tidak
pernah menolak atau berprasangka buruk meskipun usahanya untuk mendekati Tania
selalu saja dianggap remeh, seperti tak ada di mata Tania, dan selalu
dimanfaatkan. Adi selalu dengan ikhlas melakukan apa pun yang diinginkan Tania.
-
Setia
Adi setia kepada Tania, meski pun Tania tak
pernah menjawab tentang perasaaan yang tumbuh dihatinya.
-
Sabar
Adi adalah sosok seorang pria yang pantang sabar
untuk mendekati Tania, meski Tania bersikap dingin terhadapnya. Sabar untuk
menunggu Tania bisa membuka hatinya untuk Adi. “Adi juga bersabar untuk tidak
terlalu melangkah jauh. Bersabar menunggu. Bersabar dengan semua proses” (Hal.
186)
-
Berani
Adi adalah sosok seorang pria yang cukup
berani, Adi mengungkapkan perasaannya kepada Tania dihadapan banyak orang tanpa
memperdulikan risikonya akan diterima atau tidak. “Ketahuilah, Tania, aku bisa
mengehentikan hujan ini… Tetapi itu hanya bisa kulakukan jika aku tidak sedang
dengan seseorang yang kucintai…. Dan mala mini aku sepertinya tidak bisa
menghentikannya….” Adi serius menatapku” (Hal. 14)
9)
Jhony
Chan
-
Pantang
menyerah
Jhony Chan adalah sosok seorang pria yang
pantang menyerah untuk mendekati Tania, meski Tania bersikap acuh kepadanya.
“Si Jhony Chan itu juga semakin menyebalkan. Dia beberapa kali terang-terangan
mengajakku jalan bareng” (Hal. 108)
10) Ibu-ibu gendut (Mrs. G)
-
Tegas
Ibu-ibu gendut adalah sosok seorang yang
tegas, taat akan aturan dan disiplin. “Ibu-ibu gendut, orangnya jauh dari
asyik. Terlalu banyak mengatur. Spk disiplin dan pecinta aturan” (Hal. 72)
11) Penjaga toko buku
-
Ramah
Penjaga toko buku adalah sosok seorang yang
ramah, dia selalu menyapa kepada Tania. Mungkin juga penjaga toko itu menyukai
Tania, mencari-cari perhatian Tania. “Karyawan cowok yang tadi menegurku di
lantai dua berdiri menunggu angkutan umum” (Hal. 161)
E.
Pelataran
a.
Tempat
-
Toko
buku dilantai dua
Latar tempat yang berada dalam novel ini
tempatnya di Toko buku dilantai dua, tempat yang paling Tania sukai, tempat
yang Tania ketahui dari malaikatnya Danar, tempat yang menjadi saksi atas semua
ceritanya, seperti dalam kutipan-kutipan berikut ini:
“Aku tak tahu bagaimana kehadiranku setiap malam di toko
buku ini bisa menarik perhatiannya” (Hal. 12)
“Dua minggu kemudian, kami pergi ke toko buku ini. Toko buku
terbesar di kota kami” (Hal. 29)
“Aku menghela napas panjang. Lima menit hanya berdiri
terdiam di sini. Di lantai dua toko buku terbesar di kota kami” (Hal. 65)
“LANTAI dua toko buku terbesar kota ini. Sudah setengah jam
lebih aku terpekur berdiam diri di sini” (Hal. 104)
“Aku menghela napas. Sudah lama sekali aku terpekur di
lantai dua toko buku terbesar kota ini” (Hal. 126)
-
Rumah
kardus
Latar tempat yang berada dalam novel ini
tempatnya di Rumah kardus, tempat yang di mana selama tiga tahun menjadi saksi
bisu atas kepiluan Tania, Dede, dan Ibu, seperti dalam kutipan-kutipan berikut
ini:
“Dia tertawa kecil saat melihatku dan Dede
sudah berdiri rapi menunggu di depan rumah kardus kami” (Hal. 18)
“Dede masih sibuk mematut sepatunya di depan
kami. Berlari ke sana kemari. Ibu sibuk meneriakinya kalau tidak, rumah kardus
kami bisa roboh” (Hal. 26-27)
“Tiga tahun lamanya aku dan Dede menjalani
kehidupan di rumah kardus itu” (Hal. 30)
“Aku, adikku, dan Ibu sering duduk di bawah
rumah kardus kami, menatap pohon yang mekar tersebut di bawah bulan purnama,
seperti malam ini” (Hal. 232)
-
Kontrakkan
Latar tempat yang berada dalam novel ini ada
latar tempat rumah kontrakkan, rumah kontrakan Tania, Ibu, dan Dede.
“Karena itu, sebulan kemudian Ibu memutuskan
pindah mengontrak di sebuah kamar sederhana” (Hal. 35)
-
Bus
Latar tempat yang ada dalam novel ini ada
latar tempat di bus saat pertama kali Tania dan Dede bertemu dengan Danar.
“Malam yang dingin di atas bus kota” (Hal. 21)
-
Pusara/pekuburan
Latar tempat yang ada dalam novel ini ada
latar tempat di sebuah pusara/pekuburan, yakni ketika Ibu meninggal semuanya
berada di sana.
“Hening di pekuburan” (Hal. 64)
“Siang itu kami mengunjungi pusara Ibu. Makam
Ibu terlihat indah. Di pinggirnya tertulis kalimat waktu dia membujuk kami agar
pulang dari pemakaman malam-malam” (Hal. 81)
“Aku, adikku, dan Adi (yang pagi-pagi sudah
dating ke rumah) pergi ke pusara Ibu” (Hal. 193)
-
Singapura
Latar tempat yang berada dalam novel ini ada
latar tempat di Singapura, yaitu ketika Tania meneruskan sekolahnya.
“Ribuan larik
cahaya kota Singapura cantik menimpa jalanan” (Hal. 203)
“Hari-hariku
penuh dengan hal-hal baru di Singapura” (Hal. 72)
-
Dufan
Latar tempat yang berada dalam novel ini ada latar tempat di Dufan,
ketika Tania, Danar, Dede, Ibu, dan juga Ratna berlibur ke Dufan.
“Kak Ratna
bertanya sambil tersenyum, waktu kami makan malam bersama di salah satu kedai
makanan yang banyak tersedia di Dufan” (Hal. 42)
“Minggu
depan, selepas kelas mendongeng yang selelsai lebih cepat daripada biasanya,
aku, Ibu, dan adikku pergi ke Dunia Fantasi” (Hal. 39)
-
China
Town
Latar tempat yang berada dalam novel ini ada latar tempat di China Town,
yaitu ketika Tania, Danar, dan Ratna makan malam di tempat itu.
“Saat makan
malam di China Town…”
(Hal. 130)
-
Bandara
Changi
Latar tempat yang berada dalam novel ini ada latar tempat di Bandara
Changi, yaitu ketika Tania mengantar Danar dan Dede pulang ke Jakarta, dan
ketika Danar dan Dede menjemput Tania ketika liburan.
“Pukul 15.00 aku
mengantar mereka ke Bandara Changi” (Hal. 102)
“Ketika
tiba di bandara, dia dan Dede sudah
berdiri menjemputku di lobi kedatangan luar negeri…” (Hal. 78)
-
Kedai
ayam goreng
Latar tempat yang berada dalam novel ini ada latar tempat di Kedai ayam
goreng, yaitu ketika Danar mengajak Tania dan Dede untuk makan di sana.
“Setelah
lelah berkeliling hampir dua jam, dia mengajak kami makan di salah satu kedai
ayam gorem yang ada di toko buku itu” (Hal. 29)
-
Kantin
flat
Latar tempat yang berada dalam novel ini ada latar tempat di Kantin
flat, yaitu ketika Ratna dan Tania makan siang di sana.
“Kak
Ratna makan siag bersama kami di kantin flat” (Hal. 150)
-
Rumah
Sakit
Latar tempat dalam novel ini ada latar tempat di Rumah
Sakit, yaitu ketika Ibu sakit di rawat di sana dan meninggal di rumah sakit
itu.
“Maka
setelah terisak beberapa saat aku mengalah duduk mendeprok di lantai lorong
rumah sakit” (Hal. 55)
“Aku
terduduk di lantai keramik rumah sakit” (Hal. 61)
b.
Waktu
-
Pagi
hari
Latar waktu dalam novel ini ada pada waktu
pagi. Pada waktu pagi ketika Ibu mengganti perban kaki Tania yang tertusuk
paku, “Besok pagi-pagi Ibu mengganti perban itu dengan lap dapur, saputangan
itu dicuci” (Hal. 24)
Ibu mengatakan sesuatu hal kepada Tania dan
Dede pada waktu pagi, “Esok pagi selesai subuh, Ibu mengatakan beberapa hal
kepadaku dan Dede” (Hal. 27)
Ibu tak sadarkan diri pada waktu pagi hari,
“Pagi itu Ibu tiba-tiba tak asadarkan diri” (Hal. 54)
Tania saat Tania naik pesawat berangkat ke
Singapura pagi-pagi, “Pagi itu aku menjejakkan kaki ke gerbang rata pesawat.
Itu penerbanganku yang pertama” (Hal. 71)
Tania bertanya tentang Ratna pada waktu pagi
hari, “”Kenapa Kak Ratna semalam tidak ikut acara syukuran?” aku pelan
menanyakan itu di meja makan esok paginya” (Hal. 81)
Dede pulang pagi-pagi dari Singapura ke
Jakarta, “Esok harinya, adikku pulang pagi-pagi” (Hal. 181)
Tania tiba di bandara pagi-pagi untuk pulang
ke Jakarta, “Pagi itu, saat tiba di bandara…” (Hal. 187)
-
Siang
hari
Latar waktu dalam novel ini ada pada waktu siang.
Tania, Danar, Dede, Ratna, dan Adi mengunjungi pusara Ibu pada siang hari,
“Siang itu kami mengunjungi pusara Ibu” (Hal. 81)
Pada siang hari juga Tania dan Danar
makan siang di kantin mahasiswa, “Kami makan siang di kantin mahasiswa” (Hal. 101)
Pada siang hari juga Tania, Danar,
Dede, Ratna, dan Adi makan siang di rumah, “Kami tidak banyak bicara saat makan
siang di rumah selepas peringatan delapan tahun kepergian Ibu” (Hal. 199)
-
Sore
hari
Latar waktu dalam novel ini ada pada waktu
sore hari
-
Malam hari
Latar waktu dalam novel ini ada pada waktu
malam hari. “Malam ini hujan turun lagi. Seperti malam-malam yang lalu” (Hal. 7)
Tania selalu dating ke toko buku
pada malam hari, “Setiap malam aku datang ke toko buku ini” (Hal. 11)
“Aku dan adikku malam itu tidak jadi
mengamen di bus kota tersebut” (Hal. 15)
Dede menyelesaikan legonya pada
malam hari itu, “Mala mini adikku nyaris menyelesaikan Lego-nya” (Hal. 34)
Tania selalu dudul di sepan
kontrakan setiap malam tiba, “Malam-malam duduk di depan kontrakan berlalu
percuma” (Hal. 47)
Tania pun pada setiap malam hari
selalu tersenyum sendirian di toko buku lantai dua, “Mala mini, entah sudah
berapa kali aku tersenyum, menyeringai sendirian berdiri di balik kaca candela
lantai dua toko buku” (Hal. 51)
Tania, Danar, dan Dede merayakan
atas keberhasilan Tania mendapatkan beasiswa di toko buku pada malam hari,
“Malamnya kami merayakab keberhasilan tersebut dengan jalan-jalan di toko buku
ini” (Hal. 69)
Danar membuat acara untuk Tania pada
malam hari di halaman depan yang luas, “Malam itu, menyambut kedatanagnku, dia
membuat acara kecil di halaman depan yang luas” (Hal. 80)
Tania, Dede, dan Anne makan malam di
pecinan, “Malamnya kami menuju pecinan” (Hal. 178)
“Aku melirik jamku. Pukul 21.10” (Hal. 198)
“Aku melirik pergelangan tangan.
Pukul 21.15 (Hal. 222)
c.
Suasana
-
Sedih
Suasana dalam novel ini menyedihkan, Tania
dan Dede terpaksa putus sekolah karena tidak ada biaya, dan mereka pun terpaksa
harus mengamen mencari uang recehan setidaknya mengurangi beban Ibu meski hanya
sedikit. Suasana menyedihkan itu begitu terasa sekali, Tania, Dede, dan Ibu
mengalami kemiskinan selama tiga tahun itu, semuanya terasa menyesakkan.
“Dulu aku hanya berjalan di sepanjang jalan
menatap iri anak-anak yang ada di restoran tersebut…” (Hal. 29)
“Saat ayahku meninggal, semuanya jadi kacau
balau. Setelah tiga bulan menunggak, kami terusir dari kontrakan tersebut. Ibu
pontang-panting mencari tempat berteduh. Tak ada keluarga yang kami miliki di
kota ini. Jikapun ada, mereka tak sudi walau sekadar menampung. Dan akhirnya
sampailah kami pada pilihan rumah kardus.
Aku terhenti sekolah.
Jangankan sekolah, untuk makan saja susah.
Ibu bekerja serabutan, apa saja yang bisa dikerjakan, dikerjakan. Sayang Ibu
lebih banyak sakitnya. Semakin parah..” (Hal. 30)
Dan
suasana sedih itu muncul ketika Tania dan Danar tak mampu mengungkapkan
perasaannya masing-masing, hanya memendamnya. Bagai duri yang menelusuk hati.
“Dede menatapku semakin sedih. Aku bingung
dengan semua ini. Tadi aku memang memaksanya untuk menceritakan semua hal…”
(Hal. 240)
-
Senang
Suasana dalam novel ini ada yang
menyenangkan, yaitu ketika Tania, Dede, dan Ibu diberi bantuan oleh Danar.
Danar menyekolahkan Tania dan Dede, memberikan uang kepada Ibu untuk biaya
hidup mereka dan modal untuk usaha kue Ibu. Semua terasa menyenangkan, setelah
tiga tahun merasakan kesedihan dan kepahitan, kini keluarga malang itu merasa
senang atas semua takdir yang sekarang mereka rasakan.
“Esok pagi selepas subu, Ibu mengatakan
beberapa hal kepadaku dan Dede. Salah satunya yang paling kuingat dan seketika
membuatku berlonjak gembira, aku akan
kembali sekolah. Dede juga akan disekolahkan…” (Hal. 27)
“Usaha kue itu maju sekali. Beberapa bulan
kemudian Ibu harus mengajak dua anak teteangga untuk membantu di hari-hari
tertentu. Pokoknya aku belum pernah melihat Ibu sesibuk ini. Tentu saja semua
modal usaha kue itu dari dia…” (Hal.
46)
-
Mengharukan
Suasana dalam novel ini ada yang mengahrukan,
yaitu suasana mengharuskan itu muncul ketika Ibu mengetahui bahwa Danar akan
menyekolahkan Tania dan Dede dan Danar yang akan membiayainya, Ibu sungguh
terharu. Tidak menyangka.
“Ibu tersenggal haru saat mengatakan itu.
Bahkan menangis. Mendekap kami erat” (Hal. 27)
“Oom Danar…,” Ibu berkata pelan sambil
menyeka sudut matanya. Tersenyum” (Hal. 27)
-
Rindu
Suasana dalam novel ini ada yang suasana
merindu, yaitu ketika Tania di Singapura meninggalkan Danar dan Dede, Tania
sangat merindukan Danar, malaikat keluarganya, seseorang yang ia cintai, Tania
sangat merindukannya dibandingkan merindukan Dede.
-
Tegang
Suasana dalam novel ini ada yang suasana
tegang, yaitu ketika Tania dan Danar bertemu di rumah kardus tempat kehidupan
tiga tahun ketika Tania miskin, suasan tegang itu muncul ketika Tania akan
bertanya dan meminta pertanggungjawaban atas semua perasaan yang Danar pendam,
atas linton yang Danar beri, atas sebuah novel yang tak akan pernah usai itu.
““Apakah buku tentang pohon ini sudah
selesai! Cinta dari Pohon Linden?”
Dia tersentak. Menoleh ke arahku. Aku tersenyum (meskipun hatiku sekaligus
terluka saat mengatakan kalimat itu). Senyum pahit. Matanya berkilat-kilat
bertanya: dari mana kau tahu soal buku
ini?” (Hal. 239)
“”Bukankah gadis kecil dalam novel yang tak
akan pernah usai itu adalah aku?” aku mendesis menatapnya terluka.
“Apa maksudmu?” Suaranya bergetar.
Apa maksudku? Ya Tuhan, dia bertanya apa maksudku.”
(Hal. 234)
““KAUMLAH YANG SALAH. KARENA AKU TAK PERNAH
MAU MENGAKUINYA!” aku membenaknya” (Hal. 244)
““Katakanlah… apa kau mencintaiku?” aku
berbisik lirih. Berdiri. Menatap mata redupnya.
Jarak kami hanya selangkah.
“Katakanlah… walau itu sama sekali tidak
berarti apa-apa lagi”.
Diam. Senyap.
Dia membisikkan sesuatu.
Desau angin malam menerbangkan sehelai daun
pohon linden. Jatuh di atas rambutku. Aku memutuskan pergi’ (Hal. 254)
-
Sepi
Suasana cerita dalam novel ini sepi, “Naik lift lagi
menuju lantai apartemenku. Berdenging. Sendirian melempar sepatu sembarangan” (Hal. 204)
F.
Penyudut
pandangan
Sudut pandang dlam novel Daun Yang Jatuh Tak
Akan Pernah Membenci Angin ini adalah orang pertama pelaku utama. Dalam novel
ini mengisahkan pengalaman dirinya sendiri, tindakan sendiri, yang diketahui,
dilihat, didengar, dialami, dan dirasakan, dengan sebutan si “aku”, sebagai
orang pertama dan sebagai pelaku utama pula yang serba tahu. “Aku tahu aku
cantik. Tubuhku proposional. Rambut hitam legam nan panjang” (Hal. 15)
“Mungkin nanti akan kuceritakan satu per satu
tingkah laku aneh cwok-cowok yang mendekatiku dengan berbagai cerita lainnya”
(Hal. 16) Dala kutipan tersebut jelaslah bahwa si aku adalah orang pertama dan
pelaku utama yang serba tahu, karena semuanya yang dikisahkan hanya si aku yag
mengetahui.
G.
Bahasa
Bahasa yang digunakan dalam novel “DAUN YANG
JATUH TAK PERNAH MEMBENCI ANGIN” cukup puitis, penggunaan bahasanya sangat
tepat sehingga mampu menyentuh hati dan membuat imajinasi muncul ketika membacanya.
Meski ada beberapa gaya bahasa yang mungkin akan sulit dipahami bagi kaum awam.
Bahasa percakapan dalam novel ini bersifat narasi dan dialog, sehingga ketika
membacanya tidak memberikan efek jenuh atau kebosanan, malah terlihat sangat
bervariatif, segar, dan menarik.
Kutipan yang bersifat narasi salah satunya:
“Kami berkeliling di lantai satu untuk
membeli berbagai perlengkapan sekolah. Rebut Dede memilih tasnya. Adikku
mengotot minta dibelikan bolpoin, padahal besok dia kan baru masuk kelas satu,
hanya boleh memakai pensil. Aku terkesima melihat dia membujuk Dede soal pensil
tersebut. Caranya memandangku, mengelus rambutnya, tersenyum, dan berkata pelan
menjelaskan sungguh memesona. Bahkan Ibu tak sepandai itu membujuk Dede kalau
adikku sudah merajuk” (Hal. 19)
Kutipan yang bersifat dialog salah satunya:
“Ada yang ingin kutunjukan padamu!” adi
menatapku serius. Wajahnya tegang dan cemas, sama seperti cowok yang tadi.
“Apa?” aku mengernyitkan dahi, tidak selera.
“Ayo!” adi menyeretku, enggan menjelaskan.
(Hal. 13)
Dan ada gaya dialog seperti ini:
Maibelopah :
Itu berarti dia suka kau.
Tania :
Tapi aku kan nggak suka dia.
Maibelopah :
Bukannya katamu cowok itu lumayan cakep? J
Tania :
Kok Kakak belain dia sih?
Maibelopah : Aku nggak belain siapa-siapa. Memangnya
kalian sedang perang, jadi harus dibela?
Tania : Kakak harusnya belain Tania.
Maibelopah : Aku nggak belain siapa-siapa. J
Tania : Ah, sudahlah. Gimana kabar Dede? (Hal. 88-89)
Ada pun gaya bahasa yang digunakan dalam
novel tersebut adalah:
a.
Personifikasi
Hujan
deras turun membungkus kota ini (Hal. 13)
Aku berteman
dengan lorong-lorong kantor yang kosong di malam hari. (Hal. 203)
Daun yang jatuh tak pernah membenci
angin. (Hal. 154)
Dia datang begitu saja. Menelusuk hatiku. Tumbuh pelan-pelan
seperti lecambah disiram hujan. (Hal. 154)
Aku akan terbang seperti sehelai daun. (Hal. 157)
Menuju
tempat rumah kardus kami dulu berdiri kokoh dihajar hujan deras, ditimpa terik
matahari. (Hal. 231)
b.
Allerogi
Isinya jauh api dari panggang. (Hal. 162)
Seperti bumi yang merekah. (Hal. 190)
c.
Hiperbola
Demi membaca e-mail berdarah-darah itu,
esoknya aku memutuskan segera pulang ke Jakarta. (Hal. 230)
d.
Metafora
Bagian
tajamnya menghadap ke atas begitu saja, dan tanpa ampun menghunjam kakiku yang
sehelai pun tak beralas saat melewatinya. (Hal. 22)
Semua
perasaan ini kembali bagai seribu anak panah yang menghujam. (Hal. 252)
H.
Moral
Moral yang tersirat dan tersurat dalam Novel Daun
Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin ini adalah bahwa menolong tidak harus
selalu dengan orang yang kita kenal, menolong dengan ikhlas itu adalah sebuah
investasi akhirat. Menolong tanpa mengharapkan imbalan, memberikan kebahagiaan
untuk orang lain adalah sama halnya kita menumbuhkan kebahagiaan untuk diri
sendiri. Seperti Danar yang selalu berbaik hati dan ringan tangan membantu Tania,
Dede, dan Ibu. Menolong dengan sepenuh hati tanpa mengharapkan imbalan yang
lebih dari apa yang dilakukan Danar terhadap keluarga yang saat itu begitu
malang. Dan dalam novel ini terdapat beberapa nilai, yaitu: nilai religius, kejujuruan, toleransi, disiplin,
kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, menghargai prestasi
dan menghargai orang lain, bersahabat/ramah, gemar membaca, peduli terhadap
sesama, dan tanggung jawab.
Mengajarkan kepada setiap pembaca bahwa
pahitnya kehidupan tak sepahit apa yang kita angan-angankan jika dijalani
dengan ikhlas dan bersyukur atas takdir Allah swt, karena apa pun yang terjadi
itulah yang terbaik untuk kita. Seperti Danar yang terlahir yatim-piatu
menjalani hdiup sendirian, tetap tegar dan menjalani kehidupan merubah
kehidupannya menjadi lebih baik selalu ikhlas atas semua yang terjadi,
bersyukur apa yang ada, mengejar mimpi merubah kehidupan yang lebih baik.
“Ketahuilah, Tania dan Dede…. Daun yang
jatuh tak pernah membenci angin…. Dia membiarkan dirinya jatuh begitu saja.
Tak melawan. Mengikhlaskan semuanya. Tania, kau lebih dari dewasa untuk
memahami kalimat itu…. Tidak sekarang, esok lusa kau akan tahu artinya…. Dan
saat kau tahu apa artinya, semua ini akan terlihat berbeda. Kita harus pulang,
Tania” (Hal. 63)
Mengajarkan dan mengingatkan agar kita tidak
pantang menyerah dalam melakukan segala hal, dengan niat dan berusaha dengan
bersungguh-sungguh adalah hal yang paling utama untuk mencapai sesuatu hal yang
hanya angan-angan semua akan menjadi kenyataan meski begitu banyak cobaan dan
permasalahan kehidupan yang menghampiri. Selalu rajin dalam belajar dan
mengejar cita-cita. Seperti Tania yang pantang menyerah mengejar ketertinggalan
tiga tahun pendidikannya, belajar dengan sungguh-sungguh, sampai mendapatkan
beasiswa dan mendapatan nilai tertinggi an diberi penghargaan yang layak
diacungi jempol. Membuat semua orang bangga terhadapnya.
Jika mempunyai perasaan terhadap seseorang,
beranilah dengan mengungkapkannya apa pun itu risikonya. Karena jika hanya
dengan memendamkan perasaan itu semuanya akan membuat hati menjadi kacau balau.
Jika kita memang tak siap untuk menerima kenyataan bahwa seseorang yang amat
kita cintai tak mempunyai perasaan yang sama lebih baik diam, menunggu takdir
Allah swt berbaik hati untuk segera menghapuskan rasa yang tumbuh di hati sgera
pudar jika memang dia bukan jodoh, dan berdoalah jika memang berjodoh semoga
takdir Allah swt segera memberikan jalan untuk bersama. Jangan menunda-nunda
sesuatu hal yang kita akan lakukan, karena hal yang selalu ditunda-tunda akan
membuat segala sesuatunya menjadi buruk dan menjadi sebuah penyesalan. Seperti
perasaan yang dimiliki Danar dan Tania yang tak pernah mengungkapkannya
sehingga mereka terjebak ke dalam kepahitan yang menyiksa perasaannya sendiri.
Semua terungkapkan dengan terlambat, dan takkan mampu untuk diubah dan diulang
kembali.
Hadapilah semua kenyataan hidup dengan penuh
rasa syukur, ikhlas, sabar, dan menerima. Seperti Tania, Danar, Dede, Ratna,
dan Ibu yang selalu tegar dan tak pernah menyesali apa yang telah terjadi meski
pun begitu banyak cobaan dan permasalahan hidup yang harus dihadapi. Seperti
Tania dan Dede yang menjadi yatim piatu ketika mereka masih kecil, hidup tanpa
kedua orangtua yang amat berharga baginya. Juga Danar yang selalu tegar, dan
kuat menjalani kehidupan. Juga bagi Ratna yang tidak pernah menyesal mencintai
Danr, meskipun Danar sempat berubah sperti seseorang yang btidak pernah
dikenalinya. Dan seperti perasaan Tania dan Danar dengan permasalahan yang
terjadi, dengan perbedaan usia yang terlampau jauh 14 tahun, dan dengan
kenyataan kehidupan yang terlanjur menakdirkan mereka untuk menjadi seorang
kakak-adik.
Jika memang kehidupan ini terasa sangat
menyesakkan, dan perasaan yang terpendam, menyakitkan, terlambat untuk
diungkapkan, dan tak mungkin untuk bisa saling memiliki biarlah semua terjadi
tanpa pernah menyesalinya. Mencoba menerima atas semua yang terjadi, mengerti
atas semua yang terjadi, memahami apa yang menimpa. Seperti dalam kutipan dalam
novel ini “Bahwa hidup harus menerima… penerimaan
yang indah. Bahwa hidup harus mengerti… pengertian
yang benar. Bahwa hidup harus memahami… pemahaman
yang tulus. Tak peduli lewat apa penerimaan, pengertian, dan pemahaman itu
datang. Tak masalah meski lewat kejadian yang sedih dan menyakitkan” (Hal. 196)
“Tak ada yang perlu disesali. Tak ada yang perlu ditakuti. Biarkan dia jatuh
sebagaimana mestinya. Biarkan angin merengkuhnya, membawa pergi entah ke mana.
Dan kami akan mengerti, kami akan memahami…. dan kami akan menerima” (Hal. 198)
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Hasil analisis structural dalam novel “Daun
yang Jatuh Tak Akan Pernah Membenci Angin” ini dapat disimpulkan hasil analisis
tema, cerita, plot, penokohan, pelataran, penyudut pandangan, bahasa, dan moral
yang benar-benar terstruktur dalam novel ini pun tersirat beberapa nilai-nilai
yang patut dicontoh dari tokoh-tokoh yang ada dalam novel tersebut.
B.
Saran
Sebaginya jika ingin menganalisis
sebuah novel atau pun cerpen lebih baik menggunakan dengan pendekatan
structural, karena dengan menganalisis menggunakan pendekatan structural akan
lebih mudah dipahami, akan lebih mudah mengkaji dalam setiap unsurnya, akan
lebih mudah untuk disampaikan kepada pembaca atau pendengar melalui hasil
analisis, dan akan lebih terstruktur.
Novel Daun Yang Jatuh Tak Pernah
Membenci Angin baik untuk dibaca oleh semua kalangan dan dapat dijadikan materi
ajar pembelajaran di SMA dan juga di perguuran tinggi, karena kepribadian
tokohnya patut untuk dicontoh dan mengandung nilai-nilai yang baik sehingga
bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
SINOPSIS
Novel ini bercerita tentang dua pengamen
kecil, mereka adik-kakak terlahir dari rahim yang sama yang putus sekolah
selama tiga tahun dan merasakan kepahitan hidup pula. Kepahitan hidup itu
bermula ketika ayah mereka meninggal, Tania pada saat itu berumur delapan tahun
dan Dede berumur tiga tahun. Tania, Dede, dan Ibu sudah tidak bisa lagi
menontrak rumah itu karena mereka sudah menunggak tiga bulan, tidak mampu
membayarnya. Mereka kebingugan harus tinggal di mana, mereka tak mempunyai
keluarga. Meskipun mereka memiliki keluarga di sana keluarganya pun pasti
enggan walau hanya sekadar menampung mereka. Dan akhirnya mereka memutuskan
untuk tinggal di seah rumah kardus di bantara sungai.
Kehidupan pun terasa menyesakkan. Ibu harus
mencari uang untuk bertahan hidup bersama Tania dan Dede. Tania dan Dede pun
harus mengamen sepanjang jalan, dan menatap iri ketka melihat anak-anak
seumuran mereka berlalulalang memaikai seragam sekolah untuk pergi sekolah.
Pda suatu malam, pada saat mengamen, disaat
lelahnya di bus kota tiba-tiba kaki Tania tertancap paku. Wajar saja kaki Tania
tertancap paku, Tania dan Dede tidak memakai alas kai, maka dengan mudahnya kaki
mereka akan mudah tertancap paku. Pada peristiwa dan malam itulah meeka
bertemu, tiba-tiba seorang pria dengan wajah menyenangkan bernama Danar
menolong Tania yang sedang meringis kesakitan. Membantu mencabut paku yang
masih menancap pada kaki Tania, kemudian membersihkan darah yang bercucuran
dengan sapu tangan berwarna putih yang dikeluarkan dari saku celananya dan
dibalutkan pada luka kaki Tania. Kemudian Danar memberikan beberapa uang
sepuluh ribuan kepada Tania dan Dede menyarankan untuk membeli obat merah.
Ke esokkan harinya, Tania dan Dede pergi
mengamen kembali, dengan luka yang masih terasa perih pada kaki Tania. Mengamen
dengan kaki yang pincang, menahan perih pada kakinya yang tertusuk paku
semalam. Pada saat mengamen itu, Tania dan Dede bertemu kembali dengan Danar.
Dan Danar memberikan hadiah kepada Tania dan Dede yaitu sepasang sepatu dan
kaos kaki, agar Tania tidak tertancap paku kembali. Dede saat itu seketika
langsung menerimanya dengan bahagia dan memakainya, sedangkan Tania malu-malu
menerimanya. Malam itu mereka terlihat lucu, dengan pakaian yang kontor memakai
kaos kaki putih dan sepatu yang bagus. Malam itu mereka berbincang-bincang,
saling berkenalan. Terihat sangat akrab. Dan Danar pun mengantarkan Tania dan
Dede pulang ke rumah kardusnya, mereka pun sampai lupa kepada kewajibannya
mengamen untuk mencari uang membantu Ibu. Tania pun mengenalkan Danar pada Ibu.
Danar dan Ibu pun berbincang-bincang tentang segala hal.
Ke esokkan harinya Ibu memberitahukan kabar
baik kepada Tania dan Dede, dan salah satu kabar bahagia itu adalah Tania dan
Dede akan kembali sekolah, semua itu berkat dukungan Danar, dan Danar pula yang
akan membiayai mereka. Saat itu Tania benar-benar bahagia dan berterimkasih
kepada Danar. Meskipun Tania dan Dede sudah kembali sekolah, namun mereka tetap
mengamen seperti biasanya seusai pulang sekolah sampai sebelum magrib tiba. Mereka
mengamen hanya untuk semata-mata membantu Ibu, karena Ibu sering sakit-sakitan
jadi tidak bisa mencari uang sepenuhnya. Dan Tania pun selalu belajar dengan
kerja keras mengejar tiga tahun ketertinggalannya, begitu pun dengan Dede. Dede
pun menghapal seharian abjad dan Dede mampu mengahapalnya hanya dalam satu hari
pertama Dede masuk sekolah.
Kemudian akhir-akhir itu kesehatan Ibu mulai
membaik. Sembuh begitu saja tanpa diobati. Seminggu kemudian Ibu kembali
bekerja emnjadi tukang cuci. Dari penghasilan sebagai tukang cuci, hasil Tania
dan Dede mengamen, juga tambahan bantuan dari Danar, akhirnya Ibu memutuskan untuk
mengontrak sebuah kamar sederhana berdinding tembok. Kehidupan mereka pun
semakin membaik, setelah selama tiga tahun merasakan kepahitan dan kemiskinan
yang tiada tara. Ibu pun membuat usaha kue, dan usahanya pun sangat maju.,. ibu
sering mendapatkan pesanan, dan Ibu selalu sibuk. Bahkan Ibu memanggil dua
orang tetangga untuk membantu usaha kue nya itu, karena Ibu sangat kerepotan
melakukannya sendirian. Dan Usaha kue itu modalnya dari Danar, meskipun Ibu
telah menolaknya namun Danr tetap memberikan uang untuk modal Ibu usaha kue.
Danar pun selalu mengunjungi, menengok mereka
di rumah kontrakkan itu. Memberikan beberpa makanan dan juga hadiah, tidak
terlepas memberikan bantuan beberapa kebutuhan untuk mereka. Atas kebersamaan
itulah tumbuh benih-benih rasa di hati Tania yang sama sekali Tania tidak
mengerti akan rasa yang Tania rasakan kepada Danar. Namun, pada suatu hari
Danar mebawa teman istrinya yang bernama Ratna. Semenjak hari itu Ratna merebut
semua posisi Tania, dan Tania pun merasa kesal dan tersisihkan atas kehadiran
Ratna. Tania sangat cemburu. Ratna
selalu hadir dan ikut kemana pun Danar pergi, bahkan ketika mereka pergi ke
Dufan sebagai hadiah untuk Dede karena telah menyelesaikan legonya, Ratna pun
ikut.
Beberapa minggu kemudian, tiba-tiba Ibu tak
sadarkan diri sakit parah dan dibawa ke rumah sakit. Tania dan Dede sangat
kaget dan merasakan takut. Beruntung Danar selalu siap siaga menjaga mereka.
Dan tidak pernah disangka, bagai petir di siang bolong. Ibu meninggal, usaha
kuenya terhenti. Kini dua anak kecil pengamen itu menjadi yatim-piatu. Dan
Danar pun mengurus Tania dan Dede. Menyekolahkan mereka, hidup bersama, tinggal
bersama Danar.
Setelah kepergian Ibu, Danar memutuskan untuk
membeli sepetak tanah untuk tempat tinggal Danar, Tania, dan Dede. Kemudian
Tania pun lulus sekolah SD, dan Tania mendapatkan ASEAN Scholarship beasiswa SMP di Singapura. Dan Tania harus hidup
mandiri di sana, meninggalkan Dede, Danar, dan pusara Ibu. Namun, mereka tetap
berkomunikasi dengan baik lewat e-mail/chatting. Tania sangat merindukan Danar
dibandingkan merindukan Dede.
Dan tidak terasa setelah tiga tahun Tania
berjuang mati-matian belajar, akhirnya Tania lulus SMP dengan nilai terbaik
kedua. Dan Tania pun kembali mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan sekolah
SMAnya, meski Tania telah mati-matian memohon agar Tania melanjutkan sekolah
SMA nya di Jakarta kepada Danar, Danar tetap memerintahkan Tania untuk
meneruskan sekolahnya di Singapura. Meski Tania merajuk tak menentu, akhirnya
Tania menurut saja. Karena Tania sudah berjanji bahwa Tania akan mengikuti
semua kata-kata dan perintah Danar. Saat sweet seventeen Tania, Danar dan Dede
memutuskan untuk pergi ke Singapura untuk merayakan sweet seventeen Tania di
sana. Dan Tania pun sangat bahagia, ini kejutan baginya dan akan menjadi hal
yang sangat indah. Dan ketika Danar dan
Dede pulang kembali ke Jakarta, tiba-tiba Danar memberikan sebuah liontin T
untuk Tania. Yang mungkin bisa berarti,
Tersayang, Tercinta, Tercantik, dan bisa juga Teman. Liontin itu sangat berarti
banyak bagi Tania.
Dan setelah berjuang dengan habis-habisan
pula akhirnya Tania lulus SMA dengan hasil ujian terbaik melampaui 0,1 digit
nomor satu orang yang selalu membuatnya menjadi nomor dua. Tania mendapatkan
pengahargaan Kristal pohon lime, dan
Tania pun mendapatkan tawaran dari kepala sekolahnya untuk melanjutkan
pendidikan yang lebih tinggi di NUS dengan beasiswa hingga lulus dan bebas
memilih jurusan apa pun sesuai dengan apa yang Tania inginkan. Sedangkan Dede
kini melanjutkan pendidikannya kuliah di dekat tempat tinggal mereka. Dan Danar
kini sudah menjadi GM di perusahaan marketingnya. Tania pun tumbuh sesuai
dengan apa yang diharapkan Danar, dan perasaan yang ada pada hati Tania pun
semakin tumbuh dan semakin menyesakkan karena tak mampu untuk megungkapkannya.
Perbedaan umur yang terlampau sangat jauh, itu salah satu kendalanya. Semua kabar bahagia itu terasa lenyap begitu
saja, karena Ratna dan Danar memberitahukan bahwa mereka akan menikah tiga
bulan lagi. Seketika hati Tania hancur berkeping-keping, Tania kaget mendengar
kabar itu. Malaikat yang Tania cintai akan menikah dengan wanita lain yang
telah merebut semua posisi Tania. Tania sangat merasakan cemburu yang amat
mendalam, meskipun banyak sekali cowok-cowok yang mendekati dan naksir kepada
Tania seperti Adi, Jhony Chan, karyawan toko buku, dan wajah-wajah bertampang
Indo-melayu lainnya, hati Tania tetap berpihak kepada Danar.
Hari-hari menyakitkan pun sangat dirasakan
oleh Tania, dan ketika liburan NUS Tania memutuskan untuk tidak pulang.
Pernikahan Danar dan Ratna tinggal tiga minggu lai, Tania memutuskan untuk
tidak pulang. Tepatnya Tania tidak ingin menyaksikan perikahan mereka,
menyaksikan malaikat yang dicintanya itu mengucapkan ijab qobul untuk Ratna.
Pulang atau tidaknya Tania itu pasti akan memberikan pengaruh yang besar.
Danar, Dede, dan Ratna pun berkali-kali meminta Tania untuk pulang, tapi Tania
tetap memutuskan untuk tiak pulang. Dan keputusan itu pun membuat Danar
berubah, membuat Dede menjadi bingug, membuat Ratna calon istrinya menjadi
takut. Dan ratna pun memutuskan untuk pergi ke Singapura menemui Tania
membujuknya untuk pulang agar semua hal-hal yang tidak diinginkan tidak
terjadi. Namun semua itu sia-sia, Tania tetap tidak akan pulang dengan sejuta
alasan. Pulang atau tidaknya Tania, pernikahan itu tetap berlanjut.
Setelah pernikahan mereka terjadi, mereka pun
pergi sesuai rencana pergi berbulan madu sesuai dengan yang Dede ceritakan. Kehidupan
paradoks Tania mejadi berubah. Tania tidak menjadi dirinya sendiri, mencari
kesibukan yang tidak ia lakukan dengan hati, wajah yang menyenangkan dimiliki
Tania pun memudar, perangai yang membuat Anne sahabatnya menjadi ikut prihatin,
Tania menjadi egois dank eras kepala, semua itu Tania lakukan hanya semata-mata
untuk melampiaskan rasa sakitnya. Kehidupan harus tetap berlanjut meskipun
bagaimanapun kondisinya.
Tania masih berkomunikasi baik dengan Dede
dan Ratna, kecuali dengan Danar. Tania sudah lama tak berkomunikasidengan
Danar, namun Dana selalu menanyakan kabarnya melalui Dede. Semua perasaan itu
semakin kalut tak menentu. Bahkan saat ulangtahun Tania yang berikutnya tidak
ada lagi perayaan seperti waktu sweet seventeen bersama Danar dan Dede. Dan
Deede pun berlibur sendirian ke Singapura bersama Tania. Setelah beberapa
bulan, akhirnya Tania memutuskan untuk pulang tanpa memberitahu Danar dan
Ratna. Tania kangen kota yang memberikannya sejuta kesan dan perasaan yang
selalu tumbuh. Delapan tahun atas kepergian Ibu, Tania ingin mengunjungi pusara
Ibu. Tania pun pulang bersama Adi yang menyukainya. Setelah tiba disana,
tiba-tiba Danar ke rumah dan melihat ada Tania di sana, Danar memluk Tania
dengan kaku, tatapan muka yang kaku pula. Keesokan harinya, Tania, Dede, Danar,
Ratna, dan Adi pergi ke pusara Ibu. Mengadu dan mendoakan Ibu. Danar dan Ratna
saat itu terlihat sangat mesra. Hati Tania pun semakin kalut.
Setelah beberapa hari, Tania pun kembali ke
Singapura tanpa Adi. Tak asa kejadian penting selama enam bulan. Tania lulus
dengan kuliah sesuai jadwal, dengan nilai yang baik. Tania benar-benar
sendirian saat kelulusan itu. Namanya terpahat di plakat depan kampus, lulusan
terbaik, tercepat, tertinggi GPA-nya. Anak pengamen yang kumuh, dekil, dan bau,
kini namanya terpahat dan dikenal oleh semua orang. Ibu pasti akan bangga.
Tiba-tiba pada suatu waktu Tania mendapatkan
e-mail yang menyakitkan dari Ratna, Tania sampai berdarah-darah membacanya. Membuat Tania menjadi tidak
mengerti. Ratna menceritakan keadaan rumah tangganya kepada Tania, menceritakan
perangai Danar yang berubah, membuat Tania kaget tidak menyangka. Bagaimana
mungkin malaikat yang dicintainya yang dimatanya begitu sempurna, tak akan
mungkin membiarkan siapun menangis kini membiarkan istriya sendiri menangis
karenanya. Tania pun akhirnya memutuskan untuk pulang, membantu dan mencari
tahu masalah yang sebenarnya dengan bantuan Dede. Dan tidak disangka akhirnya
teka-teki itu mulai bermunculn, Danar benar-benar berubah tidak ada lagi wajah
yang menyenangkan itu, selalu pulang larut malam, dan sikapnya menjadi dingin.
Tania pun tahu dari Dede bahwa Danar pun mempunyai perasaan yang sama seperti
Tania. Seperti liontin yang pernah Tania dapatkan dari Danar ternyata itu
benar-benar special, meski Dede dan Ibu juga mendapatkannya. Namun ternyata
jika liontin Danar dan Tania disatukan, akan sempurna membentuk daun berbentuk
hati. Terdapat gambar bunga dan dua daun Linden. Semuanya terasa menyesakkan,
Tania bertanya-tanya dalam hati. Mengapa kalau Danar mengetahui tentang
perasaan Tania kepadanya Danar malah menikah dengan Ratna, dan kalau memang
Danar memiliki rasa yang sama seperti Tania mengapa Dana tak mengungkapkannya.
Semua ini hanyalah pertanyaan yang tak pernah terjawabkan. Dan Dede pun memberitahu
Tania soal novel yang dibuat Danar, yang tidak sengaja Dede copy paste dari
laptop Danar. Novel itu berjudul Cinta
dari Pohon Linden. Cerita yang tak akan pernah usai. Ternyata novel itu
menceritakan tentang mereka. Tania pun segera akan menemui Danar dan
mempertanyakan tentang semua ini, dan Danar sedang duduk terpekur di bawah
pohon linden depan rumah kardus tempat tiga tahun Tania merasakan kemiskinan
dan kehidupan yang menyesakkan. Tania pun menemui Danar dan mempertanyakan
semuanya, Tania menangis dan membicarakannya dengan suara tersendat. Danar
hanya diam dan seolah-olah tak mengerti. Tania mengungkapkan semuanya. Namun
semuanya sudah terlambat, cinta itu sangat membuat mereka menyesakkan. Kini
Ratna tengah hamil empat bulan dan Danar harus mempertanggung jawabkan
pernikahannya itu. Tania pun telah menerima semua keadaannya itu, mencoba
memahaminya. Cinta tak harus memiliki. Tania akan kembali lagi ke Singapura,
dan tidak akan kembali lagi. Meninggalkan Dede, Danar, Ratna, toko buku, semua kenangan,
dan pusara Ibu.
RIWAYAT HIDUP
PENGARANG
“Tere
Liye” merupakan nama pena dari seorang novelis yang diambil dari bahasa India dengan
arti : untukmu, untuk-Mu, dan nama aslinya adalah Darwis. Tere-Liye Lahir pada tanggal 21 Mei 1979. Tere
liye mempunyai seorang istri yang bernama Riski Amelia, dan dikaruniai anak
yang bernama Abdullah Psai. Lahir dan besar di pedalaman sumatera, berasal dari
keluarga petani, anak keenam dari tujuh bersaudara. Darwis berasal dari Sumatra
Selatan, Indonesia. Riwayat pendidikannya nya:
1.
SDN 2 Kikim Timur Sumasel
2.
SMPN 2 Kikim Timur Sumsel
3.
SMUN 9 Bandar Lampung
4.
Fakultas Ekonomi UI
Tampaknya
Tere-Liye tidak ingin dikenal oleh pembacanya. Hal itu terlihat dari sedikitnya
informasi yang pembaca dapat melalui bagian “tentang penulis” yang terdapat
pada bagian belakang sebuah novel. Agak sulit ketika mencari tahu tentang
Tere-Liye. Tere Liye telah menghasilkan 14 buah novel. Yaitu:
1. Daun
yg Jatuh Tak Pernah Membenci Angin (Gramedia Pustaka Umum, 2010
2. Pukat
(Penerbit Republika, 2010)
3. Burlian
(Penerbit Republika, 2009)
4. Hafalan Shalat Delisa (Republika, 2005)
5. Moga
Bunda Disayang Allah (Republika, 2007)
6. The
Gogons Series: James & Incridible Incidents (Gramedia Pustaka Umum, 2006)
7. Bidadari-Bidadari
Surga (Republika, 2008)
8. Sang
Penandai (Serambi, 2007)
9. Rembulan Tenggelam Di Wajahmu (Grafindo, 2006;
Republika 2009)
10. Mimpi-Mimpi
Si Patah Hati (AddPrint, 2005)
11. Cintaku
Antara Jakarta & Kuala Lumpur (AddPrint, 2006)
12. Senja Bersama
Rosie (Grafindo, 2008)
13. ELIANA
,serial anak-anak mamak
14. Ayahku
(Bukan) Pembohong
Tere-liye
tidak seperti penulis lain yang biasanya memasang foto, contact person, profil
lengkap pada setiap bukunya sehingga ketika buku/novel tersebut meledak
biasanya langsung membuat penulis tersebut terkenal dan diundang serta
melanglangbuana kemana-mana. Tere-liye ingin menyebarkan pemahaman bahwa hidup ini sederhana melalui
tulisannya. Semua novel Tere- Liye memiliki cerita yang unik dengan
mengutamakan pengetahuan, moral, dan agama. Penyampaiannya tentang keluarga,
moral, Islam, dakwah, sangat mengena tanpa membuat pembacanya merasa digurui.
No comments:
Post a Comment