BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Generasi
muda islami bukan hanya merupakan generasi penerus bangsa, tapi juga penerus
kehidupan di alam kekal nanti. Di tangan merekalah kelak nasib bangsa ini dan
kehidupan iniditentukan karena merekalah sosok pemimpin masa depan. Namun jika
di lihat pada realita yang ada. Banyak anak muda di masa sekarang yang secara
perilaku telah melakukan penyimpangan. Mulai dari tawuran, pencurian,
perzinahan bahkan sampai pembunuhan. Melihat kondisi realita kaum muda saat ini
yang sudah semakin jauh dari nilai agama.
Dalam membangun generasi muda islami
menjadi lebih maju dan juga bisa membangun karakter
bangsanya sendiri itu tidaklah mudah, kita tentunya harus melihat kebelakang
fakta- fakta yang terjadi pada generasi muda muslim zaman ini, zaman dimana
globalisasi, westernisasi, bahkan liberalisasi menyelimuti kehidupan kaum
muslimin sekarang.
Pada zaman sekarang ini, kita tidak bisa berharap banyak
kepada generasi muda muslim. Karena sangat sedikit atau minimnya kontribusi
mereka pada kegiatan-kegiatan sosial apalagi yang berbau Islami. Mengapa
demikian? Hal itu disebabkan pada saat ini generasi muda muslim sekarang sudah
banyak yang terjerumus oleh lingkaran setan duniawi, sedangkan kepentingan
akhirat mereka lupakan. Sangat sulit rupanya membangun kembali akhlak para
generasi muslim, mereka perlu diluruskan kembali pada ajaran tauhid dan akidah
mereka kepada Allah, agar mereka tidak menghuni neraka di hari akhir nanti.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut.
1. Apa
yang dimaksud dengan generasi muda islami?
2. Siapa
saja pihak yang bertanggung jawab untuk membentuk generasi islami?
3. Bagaimana
langkah-langkah membentuk generasi muda islam secara umum?
C. Tujuan
Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan generasi muda islami?
2. Siapa
saja pihak yang bertanggung jawab untuk membentuk generasi islami?
3. Bagaimana
langkah-langkah membentuk generasi muda islam secara umum?
BAB II
PEMBAHASAN
Sebagai
upaya untuk menciptakan generasi muda yang islami maka harus kita mulai dari
pemahaman Aqidah Islam yang benar. Awal dari pemantapan aqidah ini adalah
dengan menjiwai dan mengaplikasikan kalimat syahadat yaitu “Aku bersaksi bahwa
tiada Tuhan yang wajib disembah selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan
Allah.” Konsekuensi logis dari kalimat syahadat ini adalah dengan
mangaplikasikan ajaran islam dalam kehidupan keseharian kita. Karena kalimat
syahadat ini juga akan dimintai pertanggungjawaban kelak diakhirat.
Dalam
membentuk generasi muda islami, dimulai dari pola perilaku yang didasari oleh Aqidah
Islam yang benar adalah dalam pola hidup Rasulullah SAW beserta para
sahabatnya. Aqidah Islam yang kuat mejadikan akhlak mereka semakin mulia. Dan
upaya awal dari penanaman aqidah islam yang mantap dapat dilakukan dalam
lingkup yang paling kecil yaitu keluarga. Orang tua bisa memberikan suri
tauladan yang baik kepada anak-anaknya tentang pola hidup islami dan anak-anak
pun diajarkan untuk bisa saling mengingatkan dalam kebaikan.
A. Pengertian
Generasi Muda Islami
Melihat kata "Generasi muda
islami" yang terdiri dari tiga kata yang majemuk, kata yang kedua adalah
sifat atau keadaan kelompok individu itu masih berusia muda dalam kelompok usia
muda yang diwarisi cita-cita dan dibebani hak dan kewajiban, sejak dini telah
diwarnai oleh kegiatan-kegiatan kemasyarakatan dan kegiatan politik. Dan islami
adalah bersifat
keislaman. Maka dalam keadaan seperti ini generasi muda dari suatu bangsa merupakan
"Young Citizen" yang memiliki akhlak sesuai dengan ajaran islam.
Pengertian generasi muda islami erat
hubungannya dengan arti generasi muda sebagai generasi penerus. Yang dimaksud
"Generasi Muda Islami" secara pasti tidak terdapat satu definisi yang
dianggap paling tepat akan tetapi banyak pandangan yang mengartikannya tergantung
dari sudut mana masyarakat melihatnya. Namun dalam rangka untuk pelaksanaan
suatu program pembinaan bahwa "Generasi Muda" ialah bagian suatu
generasi yang berusia 0 – 30 tahun yang memiliki moral atau akhlak sesuai
dengan ajaran islam.
B. Pihak
Yang Bertanggung Jawab Untuk Membentuk Generasi Islami
Terdapat 3 (tiga) pihak yang bertanggung
jawab untuk melahirkan dan membentuk generasi islami, yaitu sebagai berikut.
1. Keluarga
Keluarga yang menjadi wadah pertama pembentukan generasi islami
melalui ayah dan ibu. Untuk membentuk karakter remaja islami yang
cerdas, mandiri, tangguh, berakhlakul karimah, amanah, dan tawaduk tidak hanya
dilakukan melalui pendidikan formal seperti di sekolah atau pesantren.
Pendidikan dan penanaman nilai-nilai islami justru dimulai dari lingkungan
keluarga. Dalam hal ini orang tua memikul tanggung jawab dan peran utama
mendidik anak. Orang tualah yang menentukan mau dijadikan seperti apa dan
diarahkan ke mana jalan hidup anak.
Rasulullah
shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Setiap (anak) yang dilahirkan
(pasti) dilahirkan di atas fitrah, kedua orang tuanyalah yang membuat dia jadi
Yahudi atau Nasrani atau Majusi” (HR. Abu Hurairah). Hadist ini menekankan
pentingnya tugas orang tua dalam mengawali pendidikan pada anaknya. Orang tua mesti
mengenalkan Islam secara dini, karena dengan memeluk agama Islam dan
menjalankan syariat dengan benar akan menjadi benteng sekaligus penyelamat bagi
hidupnya, baik di dunia maupun di akherat.
2. Masyarakat
Masyarakat yang menjadi lingkungan
(al-bi‘ah) tempat generasi Islami itu tumbuh dan hidup bersama anggota
masyarakat lainnya
3.
Tanggung Jawab Khilafah
Negara Khilafah bertanggung jawab untuk
melahirkan generasi Islami itu melalui penerapan Syariah Islam dalam segala
aspek kehidupan, antara lain sebagai berikut.
a. Menerapkan Sistem
Pendidikan Formal
Sistem pendidikan merupakan metode utama
dan langsung untuk melahirkan generasi islami. Tujuan sistem pendidikan adalah
untuk menghasilkan generasi yang berkepribadian islami (syakhshiyah Islam),
yang berbekal ilmu-ilmu yang diperlukan dalam kehidupan, baik ilmu keislaman
(tsaqafah islam) maupun ilmu dalam cakupan sains dan teknologi. Negara
menerapkan sistem pendidikan ini melalui sekumpulan UU syariah (qanun syar’i)
maupun UU administrasi (qanun idari) yang terkait dengan pendidikan (Usus
at-Ta’lim al-Manhaji, hlm. 9)
Sistem pendidikan dalam Negara Khilafah
ada 2 (dua) macam. Pertama: sistem
pendidikan formal (at-ta’lim al-manhaji), yaitu sistem pendidikan yang
dilaksanakan berdasarkan peraturan negara, baik diselenggarakan oleh negara
maupun oleh swasta. Sistem pendidikan ini dilaksanakan secara berjenjang mulai
dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi (at-ta’lim al-’aaliy). Kedua: sistem pendidikan non-formal
(at-ta’lim ghayr al-manhaji), yaitu sistem pendidikan yang tidak tunduk
pada peraturan negara dalam hal pengaturan pendidikan, misalnya pendidikan yang
dilaksanakan di rumah, mesjid dan pesantren; juga berbagai forum seperti
seminar, konferensi, pelatihan/training, dan sebagainya.
Meskipun sistem pendidikan non-formal
tak tunduk pada peraturan negara, Khilafah tetap bertanggung jawab dan
mengawasi materi yang diberikan, tidak berbeda dengan sistem pendidikan formal.
Negara berkewajiban mengawasi agar materi yang diberikan tetap berupa ide yang
lahir dari akidah Islam, seperti materi tauhid, fikih, tafsir, dan sebagainya;
atau berupa ide yang dibangun di atas akidah Islam, yaitu meski tidak lahir
dari wahyu tetapi tetap tidak boleh bertentangan dengan akidah, misalnya sains
dan teknologi. Jika ada bagian sains dan teknologi yang bertentangan dengan
Aqidah, seperti teori Evolusi Darwin, negara akan melarang pengajaran teori
tersebut dalam berbagai lembaga pendidikan (Usus at-Ta’lim al-Manhaji, hlm.
9; Muqaddimah Ad Dustur, II/120).
Dengan demikian, negara akan menindak
tegas sekolah atau lembaga pendidikan yang mengajarkan ide-ide yang
bertentangan dengan Islam, misalnya ilmu-ilmu sosial dari Barat, seperti
ekonomi, sosiologi, psikologi; juga berbagai ide dan filsafat Barat seperti
sekularisme, pluralisme, liberalisme, marxisme, eksistensialisme,
utilitarianisme, pragmatisme, darwinisme, dan sebagainya; kecuali jika
materi-materi seperti itu diajarkan dalam level pendidikan tinggi dan diajarkan
bukan untuk diyakini, melainkan sekadar untuk diketahui serta dijelaskan
kekeliruandan pertentangannya dengan Islam (Muqaddimah Ad Dustur, II/168).
Beberapa Prinsip dalam Penyelenggaraan
Pendidikan Formal oleh Daulah Khilafah adalah Sebagai Berikut:
1) Pendidikan untuk Semua
Islam adalah agama yang sangat
memperhatikan masalah pendidikan. Besarnya perhatian terhadap pendidikan
ditunjukkan oleh Rasulullah ketika menetapkan tebusan bagi tawanan perang Badar
dengan mengajar membaca sepuluh anak Muslim. Berdasarkan segmen peserta didik,
saat ini terdapat dua jenis pendidikan, yakni pendidikan untuk kalangan orang
berada dan pendidikan untuk masyarakat umum.
Daulah Khilafah tidak akan
menyelenggarakan pendidikan secara diskriminatif. Pendidikan bebas bea yang
bermutu dari tingkat dasar hingga menengah akan disediakan untuk seluruh warga
negara tanpa membedakan agama, mazhab, ras, suku bangsa maupun jenis kelamin.
Untuk pendidikan tinggi, Daulah Khilafah akan menyediakan sesuai kemampuan
2) Membangun Kepribadian yang Islami
Dalam Daulah Khilafah, pendidikan akan
diselenggarakan dengan dasar akidah Islam yang tercermin pada penetapan arah
pendidikan, penyusunan kurikulum, dan silabi serta menjadi dasar dalam kegiatan
belajar mengajar (KBM).
Pendidikan harus diarahkan bagi
terbentuknya kepribadian Islam anak didik dan membina mereka agar menguasai
ilmu pengetahuan dan teknologi serta tsaqafah Islam. Pendidikan juga harus
menjadi media utama bagi dakwah dan menyiapkan anak didik agar kelak menjadi
kader umat yang akan ikut memajukan masyarakat Islam. Kebijakan pendidikan
seperti ini berlaku umum pada sekolah negeri maupun swasta. Allah SWT.
berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman,
peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah
manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar,keras, dan tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan.” (Qs. at-Tahrim [66]: 6)
3) Meningkatkan Keahlian dalam Seluruh Bidang Kehidupan
Melalui pendidikan, Daulah Khilafah akan
memastikan bahwa warga negaranya mampu menguasai berbagai bidang keahlian yang
diperlukan untuk kemajuan masyarakat. Secara garis besar, seperti yang disebut
oleh Imam Ghazali, ilmu pengetahuan dapat dikategorikan menjadi dua, yakni ilmu
kehidupan dan tsaqafah Islam.
Berkaitan dengan tsaqafah Islam, negara
akan mendidik anak-anak agar dapat menguasai tsaqafah Islam seperti fiqih,
tafsir, ulumul Quran dan hadits dan lainnya. Berkaitan dengan ilmu kehidupan,
Daulah Khilafah akan mengarahkan agar putra-putri umat Islam unggul dalam berbagai
bidang pengetahuan dan teknologi seperti teknik mesin, ilmu kimia, fisika,
kedokteran, dan sebagainya. Rasulullah saw. mengatakan:
“Kalian lebih tahu urusan dunia kalian.”
(Hr. Muslim)
Dari sistem pendidikan yang bermutu tinggi di masa lalu lahir pribadi-pribadi istimewa yang mampu menjadi pemimpin politik dan pemerintahan serta militer sepertAbu Bakar ra, Khalid bin Walid ra, dan Shalahuddin al-Ayyubi. Pada saat yang sama, lahir pula sosok-sosok yang luar biasa seperti Imam Abu Hanifah dan al-Khuwarizmi yang ahli dalam ilmu fikih maupun cabang ilmu tsaqafah Islam yang lain
Dari sistem pendidikan yang bermutu tinggi di masa lalu lahir pribadi-pribadi istimewa yang mampu menjadi pemimpin politik dan pemerintahan serta militer sepertAbu Bakar ra, Khalid bin Walid ra, dan Shalahuddin al-Ayyubi. Pada saat yang sama, lahir pula sosok-sosok yang luar biasa seperti Imam Abu Hanifah dan al-Khuwarizmi yang ahli dalam ilmu fikih maupun cabang ilmu tsaqafah Islam yang lain
4) Pendidikan Bahasa
Bahasa Arab memegang peranan penting
dalam kehidupan umat Islam. Bahasa Arab adalah bahasa al-Quran dan hadits;
bahasa dalam ibadah shalat, juga bahasa internasional, khususnya untuk dunia
Islam. Seorang qadhi (hakim) tidak akan mungkin bisa berijtihad tanpa memahami
bahasa Arab. Maka, dalam Daulah Khilafah Bahasa Arab akan menjadi bahasa resmi
negara. Pengajaran bahasa Arab menjadi bagian dari kurikulum yang wajib
diajarkan di sekolah-sekolah baik negeri maupun swasta. Sementara, bahasa asing
boleh diajarkan untuk kepentingan dakwah dan demi melancarkan urusan umat
Islam, di antaranya untuk menerjemahkan buku-buku pengetahuan yang diperlukan
oleh masyarakat.
5) Metode Pengajaran yang digunakan Adalah Untuk
Membangkitkan Kecerdasan dan Memperbaiki Perilaku
Metode belajar mengajar harus dibuat
sedemikian rupa agar mampu membangkitkan kecerdasan dan mengubah perilaku yang
buruk menjadi lebih baik. Metode belajar dengan cara menghafal harus diterapkan
secara tepat, karena metode ini bila salah penerapan bisa mengekang kecerdasan
anak didik karena kemampuan berfikir anak tidak terasah. Ketika mengajarkan
pemikiran-pemikiran yang terkait dengan pandangan hidup, para guru wajib
menanamkan pandangan hidup Islam dan menjadikan syariah Islam sebagai tolok
ukur perbuatan, serta menanamkan rasa suka dan benci sesuai sudut pandang
Islam. Dengan cara ini diharapkan anak didik akan dapat terdorong untuk
berpikir dan bersikap sesuai dengan petunjuk wahyu.
Sementara ketika mengajarkan
pengetahuan-pengetahuan yang tidak terkait dengan pandangan hidup tertentu,
seperti ilmu fisika, matematika, kimia atau teknik, kedokteran, dan ilmu
lainnya, para guru mendorong anak didik mempelajarinya sebagai bagian dari
ibadah dan demi kemaslahatan umat serta dan keridhaan Allah SWT. Dalam
al-Quran, Allah SWT. Berfirman: “Dan carilah pada apa yang telah
dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu
melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi.” (Qs. al-Qashash [28]: 77)
6) Pendidikan Tinggi
Ada karakter khusus dalam
penyelenggaraan pendidikan tinggi yang berbeda dengan jenjang pendidikan
sebelumnya. Kalau jenjang pendidikan sebelumnya lebih bertujuan ke arah
membangun profil anak didik, maka pendidikan tinggi dalam Daulah Khilafah
bertujuan:
-
Melakukan
Tarkiiz (penancapan) profil kepribadian Islam secara intensif agar mahasiswa
bisa menjadi PEMIMPIN dalam MEMANTAU & MENGATASI:
Permasalahan mendasar dan krusial masyarakat (qadhaya
mashiriyah: permasalahan yang diharuskan atas kaum Muslimin untuk
menyelesaikannya dengan resiko hidup atau mati), Persoalan
umum yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
-
Mencetak
para pemimpin umat yang benar-benar berkepribadian Islam, kompeten, dan siap
menerapkan Islam, melindungi dan mengembannya ke seluruh penjuru dunia.
-
Menghasilkan
himpunan ulama sekaligus ilmuwan dan para ahli di berbagai bidang, seperti
kedokteran, teknik, pertanian, guru, hakim atau ahli syariah dan bidang lain
yang mampu mengurus kemaslahatan hidup umat melalui penyusunan rancangan
strategis jangka pendek dan jangka panjang, yang siap dijalankan negara
(Khilafah), dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan umat Islam.
-
Mempersiapkan
individu yang akan menjadi pelaksana praktis dan pengelola urusan umat: para
hakim (qadhi), dokter, insinyur, guru, dsb.
-
Pendidikan
tinggi juga diselenggarakan untuk tujuan menghasilkan peneliti yang mampu
melakukan inovasi di berbagai bidang yang memungkinkan umat ini mengelola
hidupnya secara mandiri.
-
Di
samping itu, pendidikan tinggi juga bertujuan membangun ketahanan negara dari
ancaman disintegrasi dan berbagai ancaman lain dari luar negeri.
b. Menerapkan Syariah Islam Secara Umum
Negara bertanggung jawab menerapkan
syariah Islam secara menyeluruh dalam segala aspek kehidupan, seperti dalam
sistem pendidikan, sistem pemerintahan, sistem ekonomi, sistem pergaulan
(nizham ijtima’i), sistem pidana (nizham uqubat), dan sebagainya.
Penerapan syariah ini secara tidak
langsung juga menjadi cara untuk membentuk generasi yang islami. Misalkan,
sistem pendidikan formal yang cuma-cuma kepada seluruh rakyat. Kebijakan negara
ini akan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada seluruh rakyat,
termasuk anak-anak dan remaja, untuk menikmati pendidikan gratis dan
berkualitas dari negara (Muqaddimah Ad Dustur, II/173).
c. Mewujudkan Lingkungan Islami
Negara Khilafah bertanggung jawab untuk
mewujudkan lingkungan yang baik (al-bi‘ah as-shalihah) bagi generasi muda umat
Islam. Hal ini karena lingkungan berpengaruh besar terhadap individu yang hidup
di dalamnya. Lingkungan yang buruk dapat merusak individu-individu yang baik,
sebaliknya lingkungan yang baik dapat memperbaiki individu-individu yang buruk.
(Fathi Salim, Bina‘ an-Nafsiyah Al-Islamiyah wa Tanmiyatuha, hlm.13).
Negara melakukan tanggung jawabnya untuk
membentuk lingkungan Islami ini dengan mengawasi 2 (dua) hal. Pertama: kebiasan
atau adat-istiadat yang berlaku di masyarakat (‘urf ‘am). Kedua: pendapat umum
yang berkembang di masyarakat (ra`yu ‘am) (Fathi Salim, Bina` an-Nafsiyah
al-Islamiyah wa Tanmiyatuha, hlm. 22-23).
Maka dari itu, negara akan melarang
berbagai kebiasaan yang bertentangan dengan Islam yang merusak proses
pembentukan generasi islami. Misalnya adanya geng-geng di lingkungan kampung
atau sekolah, termasuk geng motor yang marak belakangan ini. Negara juga akan
mengawasi dan menindak komunitas hobi, seperti perkumpulan musik, perkumpulan
olah raga, jika aktivitasnya bertentangan dengan syariah islam.
Negara juga akan melarang berbagai kafe,
bar, klub, atau lokasi-lokasi wisata, seperti hotel dan pantai; juga berbagai
play station, warung internet (warnet) dan sebagainya yang umumnya menjadi
tempat kumpulnya anak muda jika di tempat-tempat tersebut terjadi penyimpangan
syariah, seperti membolos dari sekolah, beredarnya minuman keras, adanya
transaksi narkoba, aktivitas pacaran, dan semisalnya.
Negara pun akan melakukan pengaturan dan
pengawasan media massa seperti koran, majalah, buku, tabloid, televisi, situs
internet, termasuk juga sarana-sarana hiburan seperti film dan pertunjukan,
berbagai media jaringan sosial seperti Facebook, Twitter, dan sebagainya.
Tujuan pengawasan ini agar semua sarana itu tidak menjadi wahana penyebarluasan
dan pembentukan opini umum yang dapat merusak pola pikir dan pola sikap
generasi muda Islam (Ziyad Ghazal, Masyru’ Qanun Wasa’il al-I’lam fi ad-Dawlah
al-Islamiyah, hlm. 6-7).
d. Menerapkan Sanksi Hukum
Negara Khilafah akan memberlakukan
sanksi-sanksi syariah (al-‘uqubat) yang tegas sebagai upaya kuratif terhadap
siapa saja yang melakukan pelanggaran syariah, baik sanksi itu berupa hudud,
jinayat, mukhalafat maupun ta’zir. (Abdurrahman Al-Maliki, Nizham al-‘Uqubat,
hlm. 17-21).
Penerapan sanksi-sanksi hukum oleh
negara ini juga merupakan upaya kuratif untuk melahirkan generasi islami.
Sebab, upaya preventif bisa jadi masih dilanggar juga. Maka dari itu, maka
hukum-hukum syariah yang bersifat kuratif ini akan memainkan perannya secara
efektif. Sebagai contoh, Islam telah mengharamkan zina; juga mengharamkan
perbuatan-perbuatan yang dapat menghantarkan zina, seperti khalwat (berduaan
dengan lain jenis). Ini hukum preventif. Namun, kalau hukum ini masih dilanggar
juga, sanksi syariah sebagai hukum kuratif mau tak mau akan diterapkan. Mereka
yang berzina akan dijatuhi hukuman cambuk 100 kali cambukan jika yang berzina
bukan muhshan (QS an-Nur [24]: 2). Khalifah boleh menambah hukuman ini dengan
hukuman pengasingan (taghrib) selama satu tahun. Adapun jika yang berzina sudah
muhshan, hukumnya dirajam sampai mati, berdasar hadis-hadis Nabi saw.
(Abdurrahman Al-Maliki, Nizham al-‘Uqubat, hlm. 27-29). Contoh lain, Islam
telah mengharamkan homoseksual. Islam juga mengharamkan dua orang laki-laki
tidur di bawah satu selimut. Ini hukum preventif. Namun, kalau ada laki-laki
yang tetap nekat melakukan perbuatan homoseksual, maka syariah memberikan
hukuman tegas sebagai hukum kuratif, yaitu menjatuhkan hukuman mati
(Abdurrahman Al-Maliki, Nizham al-‘Uqubat, hlm. 40).
Demikianlah, negara Khilafah akan
menerapkan sanksi-sanksi syariah (al-‘uqubat) ini bagi siapa saja yang
melanggar syariah Islam. Maka penerapan sanksi ini diyakini akan dapat turut
melahirkan generasi islami yang bermoral. Sebab, di balik sanksi-sanksi yang
tegas itu sebenarnya tersembunyi suatu hikmah yang baik, yaitu menimbulkan efek
jera (zawajir) di kalangan masyarakat luas, sehingga individu masyarakat
(termasuk kaum mudanya) tidak berani melakukan pelanggaran syariah, seperti
berzina atau melakukan liwath (homoseksual).
C. Langkah-Langkah
Membentuk Generasi Muda Islam Secara Umum
Hal
lain yang perlu ditekankan pada pembentukan generasi muda islami secara umum adalah
sebagai berikut.
1. Penanaman
sifat-sifat terpuji seperti: jujur, sabar, adil, bijaksana, amanah, rendah
hati, welas asih kepada sesama, suka menolong, peka terhadap lingkungan, dan
bertoleransi atas perbedaan yang ada. Muslim yang baik adalah pribadi yang
tidak suka pada kekerasan, permusuhan, dendam, kebencian, atau mengobarkan api
konflik kepada orang lain, apalagi kepada sesama muslim.
2. Memahami
Fungsi diri dalam kehidupan di dunia dan Akhirat.
3. Memahami
Islam secara Universal.
4. Menjadikan
seluruh diri dan kemampuan sebagai bentuk pengabdian kepada Agama, dan
lingkungan sekitar.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Masa muda adalah masa yang kuat dan penuh gejolak akan
rasa ingin tahu, karena itulah para remaja perlu pembinaan agar keingintahuan
dan gejolak kaula muda dapat tersalur secara positif dan bermakna sesuai dengan
ajaran islam.
Tanggung jawab
keluarga, masyarakat, dan negara Khilafah dalam upayanya untuk melahirkan
generasi Islami. Hanya dalam negara Khilafah sajalah, berbagai tanggung jawab
tersebut akan dapat dilaksanakan. Tanpa Khilafah, tak akan ada pihak yang
bertanggung jawab untuk melahirkan generasi Islami yang kita harapkan, kecuali
institusi keluarga. Peranan
generasi muda adalah sangat penting, bahkan sangat menentukan bagi kelangsungan
dan masa depan umat dan bangsa.
Jadi, dalam membentuk generasi muda
islami harus benar-benar didukung dengan berbagai komponen dan kesadaran diri
sendiri. Jika salah satu komponen tidak berjalan maka tidak akan mencapai
tujuan yang diharapkan, dan segala sesuatu hal yang dilakukan dalam kehidupan
ini termasuk dalam membentuk generasi muda islam harus disesuaikan dengan
ajaran islam, pun harus selalu dipertahankan dan dikembangkan dengann lebih
baik.
B.
Saran
Para orang tua harus menanamkan kepada anak mereka agar
mereka memelihara, menghargai, dan menghormati orang yang lebih tua, dan
menjadi hamba Allah sesuai dengan ajaran-Nya. Tanamkan pada diri masing-masing
agar bisa menjadi pemuda yang islami. Pemuda islami yang dimaksud adalah pemuda
yang memelihara kejujuran, dapat dipercaya, disiplin, tanggung jawab, tidak
manja, mandiri, mematuhi seluruh perintah Allah swt dan menjauhi semua
larangan-Nya.
Solusi terbaik dalam membentuk generasi muda yang
islami adalah dengan tanggungjawab dari masing-masing pihak yang terkait dalam
pembinaan generasi muda. Buatlah berbagai kegiatan-kegiatan yang positif,
seperti diadakan majelis taklim, pengajian Al-Qur'an dan Al-Hadits, dan
kegiatan-kegiatan yang menyenangkan. Namun kegiatan itu semua dibutuhkan peran
serta pihak terkait dalam pendidikan demi kelancaran kegiatan-kegiatan
tersebut, mempersiapkan sarana dan prasarana, menjadi donatur dan lain
sebagainya.
DAFTAR
PUSTAKA
Dhiyaa,
Muhammad. 2011. Peranan Agama Islam dalam Pembentukan Karakter Generasi Muda. [online].
http://muhammaddhiyaa.blogspot.com/2012/08/membangun-generasi-akhlak-pemuda-muslim.html.
07 Maret 2015. 18: 00.
Mu’min,
Achmad. 2013. Pentingnya Pembinaan Agama Islam Bagi Generasi
Muda [Online]. Http://Ppgaceh.Blogspot.Com/2013/05/Pentingnya-Pembinaan-Agama-Islam-Bagi.Html.
07 Maret 2015. 18: 04.
Rosyidah,
Faizatul.
2013. Melahirkan Generasi Islami Dengan Sistem Islam . [online]. http://faizatulrosyidahblog.blogspot.com/2012/04/melahirkan-generasi-islami-dengan.html.
07 Maret 2015. 18:
45.
Saleh,
Ismail. 2014. Membangun Generasi Muda Islami [online]. http://regional.kompasiana.com/2014/05/19/membangun-generasi-muda-islami-657699.html.
07 Maret 2015. 18:43.
No comments:
Post a Comment