Tangan Ibuku
(Untuk Mamah)
Karya: Riska Ramdiani
Kau selalu mengangkat kedua tanganmu
Tanda memohon doa kepada Tuhan
Doa yang kau tujukan untuk anakmu
Kau tundukan kepalamu
Mengumandangkan ayat-ayat indah untuk keluargamu
Tuhan … Bagiku …
Tangan itu adalah tangan paling indah di dunia ini
Betapa bernilai dan berharga
Kasih sayang yang begitu penuh dengan pengorbanan
Ibu …
Kau selalu tersenyum seakan semuanya sempurna
Kau selalu diam seakan tidak ada beban yang membebani punggungmu
Air matamu begitu berharga
Karena kau adalah harta yang tersimpan untukku
Ketika tanganmu mengurusku
Aku membalasnya dengan menangis sepanjang malam
Suaramu begitu indah, nasihatmu yang bijak itu
Aku membalasnya dengan muka muram
Tuhan …
Aku menyesal
Ibu …
Semoga tangan ini, hati ini
Meniliki keindahan sepertimu
Aku begitu menyayangimu
Darimulah kehidupanku berjalan lewat asi yang mengalir
Kaulah satu tujuan dan satu harapanku
Bait
Karya: Riska Ramdiani
Kamu adalah sebuah bait
Yang belum ku temukan nada indahnya
Kamu adalah sebuah bait
Yang belum ku temukan temanya
Ketika aku membaca bait itu
Aku tak bisa membacanya, seakan mataku buta oleh harapan
Ketika aku mencoba mencari tema itu
Aku ‘tak mampu mencari, itu terlalu berliku untukku
Kamu, kamu, kamu memang sebuah bait
Yang entah sepenggal lirik lagu atau bait sepenggal puisi
Aku hanya mampu merangkai sebuah bait
Bukan dua, bukan tiga, bukan empat, bahkan lima
Yang ku kenal
Karya: Riska Ramdiani
Yang ku kenal.
Ketika ku mencoba mendefinisikan dirimu
aku tak mampu. Bayangan tapi tak selalu mengikuti.
Jam dinding bergerak seakan tak beraturan.
Lukisan serta hiasan disana seakan menantangku.
Cat dinging yang tak cukup penuh, mewakili pikiran tentangmu.
Entah siapa dirimu.
Mungkin hanya suara yang tak dapat ku dengar.
Kerinduan
Karya: Riska Ramdiani
Ku teguk bintang gemerlap
Caya-nya perlahan memudar
Malam sepi tiada berawan
Membuat aku hilang terbalik dikerinduan
Sendiri aku tiada berteman
Menyandarkan asa pada bayangan
Menengok yang kosong
Mendengar yang tak bersuara
Sisa-sisa bayangan masih tertanam di keluhku
Sejuta rayuan terisak di telingaku
Aku terjebak dalam kesunyian
Aku terbelenggu dalam kerinduan
Keringatmu, keringatmu
(Untuk bapak)
Karya: Riska Ramdiani
Kau langkahkan kaki, menapaki sepanjang jalan yang tiada berujung
Keringat yang bercucuran kau usap dengan tangan surgamu
Mendorong ... mendorong …
Pedih, lelah, capai
Mungkin itu yang kau rasakan
Keringat, keringat …
Menemani setiap kau melangkah
Menandakan bahwa kau menjagaku
Tak pernah kau mengeluhkan
Hanya aku yang mengeluhkan
Kau tak pernah mencaci keringat
Namun aku yang memberimu keringat
Bola mata yang meneduhkan
Lukisan senyum yang menguatkan
Bahu yang memberi sandaran
Kasih sayang yang tak pernah berubah
Bolehkah ku hapus keringatmu dengan tanganku Ayah?
Sang Angin
Karya: Riska Ramdiani
Ketika ku sendiri, dan membutuhkan seorang
Hanya sang angin yang datang
Kenapa angin?
Angin tak mampu menanyakan arti wajah ini, dia tak mampu mendengarkan keluhku, dia juga tak mampu merujuk ku tertawa.
Aku terhanyut dalam diam
Mungkin tanpa angin aku takkan bisa hidup, hidup untuk melihat lukisan indah di bibirnya dan bola mata kecilnya.
Tak ada kata yang mampu menjelaskan
Air mata sekalipun
Mungkin karena terlalu sakit
Sakit menahan rasa yang tertahan bersama sang angin.
Aku hanya rindu kelembutan yang pernah kau tawarkan, pelukan hangatmu ketika ku merasa menjelajahi sepi
Jemarimu yang selalu menghapus air mata ini
Ini memang konyol tapi aku merundukannya
Begitu juga dengan angin
Kenapa ngin?
Karena aku dan kamu dipertemukan bersama angin
23. 07
Karya: Riska Ramdiani
23.07
Sengaja ku pasang alarm itu
Bukan ingin terbangun dari mimpi
Itulah angka yang paling indah
Angka dimana aku menemukannya
Angka yang selalu ku nanti setiap senja dating, setiap matahari hilang, kemudian hanya ada bintang
Setiap alarm itu berbunyi
Aku teringat
Setiap alarm itu berbunyi
Aku termangu
Mungkinkah kau cinta itu?
23.07 berbunyi alarm itu
Selalu mengingatkanku akan makna hadirmu
Abaikan
Karya: Riska Ramdiani
Diabaikan, diacuhkan, dibiarkan
Diantara kerumunan manusia
Sepi, sendiri, sepi, tiada berteman
Diantara kerumunan manusia
Mengecil ini itu ini itu
Tetap semuanya mangabaikan
Apa harus ku pecahkan jendela kaca itu?
Biar ramai, bising, bergemuruh
Berteriak kesana kemari
Ke barat ke timur
Tertawa, merengek
Bosan aku diabaikan
Matahari dan Awan
Karya: Riska Ramdiani
Kau tahu matahari?
Yang selalu memancarkan sinarnya
Begitu terang, begitu gagah dengan kesendiriannya
Memperlihatkan keperkasaannya
Ya itulah kau
Dimataku
Kau selalu memberikan cahaya
Di dalam kegelapan sekalipun
Hanya kaulah yang mampu menghangatkan hati ini, mata ini, perasaan ini
Kau tahu awan?
Yang selalu bergerak, berubah warna
Kadang menakutkan karena ia mempunyai berjuta tetes air untuk ia teteskan
Ya itulah aku
Dimatamu
Aku terlihat seperti asap berwana putih
Atau mungkin kelabu di langit
Seakan aku mudah bertahan
Seakan aku bersalah padamu
Tataplah aku
Pandanglah aku
Aku mempunyai air yang mampu mencairkan sikapmu
Tersenyumlah
Aku dan Kau Di Dalam Dunianya
Karya: Riska Ramdiani
Lembayung di senja
Yang terdengar hanya suara yang tak memiliki makna
Hanya aku dan kamu
Bermain di dalam dunianya
Ingin ku luapkan pada bayang semu
Tapi aku enggan
Ingin ku pandang pada mata penuh harapan
Tapi aku enggan
Mencuri mata di dalam tatapan
Mencuri celah hati di dalam ucapan
Mencuri sentuhan di dalam rabaan
Aku dan kamu di dalam dunianya
Kegelisahan Mimpi
Karya: Riska Ramdiani
Rintikan hujan memberi alunan kegelisahan
Setiap tetesnya hitungan kegelisahan
Apa yang dinanti
Hanya ada belenggu angan hati
Aku pilu dengan sejuta impian
Impian yang terbungkus dengan kabut
Ku tiup, ku lepaskan kabut itu
Aku meronta dalam kabut keabuan
Kawan yang tak bersayap
Karya: Riska Ramdiani
Kawan yang tak bersayap
Memang tak memiliki sayap, tapi mampu terbang
Memang tak memiliki sayap, tapi sanggup membawa ke dalam impian
Memang tak memiliki sayap, tapi melakukan kekonyolan yang selalu kupu-kupu lakukan
Memang tak memiliki sayap, tapi selalu menerbangkan tawa disetiap sudut kepasrahan
Sedetikpun enggan beranjak, meski tak memiliki sayap
Tak mau mengacuhkan, meski tak memiliki sayap
Tak sudi mendua, meski tak memiliki sayap
Berlenggok dengan adanya, meski tak memiliki sayap
Mereka, memang kawan yang tak bersayap
Percuma
Karya: Riska Ramdiani
Berawal dari sebuah tulisan
Memang tak begitu indah
Namun entah mengapa aku merasakannya
Getaran-getaran itu
Apakah getaran palsu?
Berawal dari suara desahan nafasnya
Memang tak semerdu rintik hujan
Namun aku mendengarnya
Apakah aku bermimpi?
Tiada guna baginya
Dan,
Setinggi mungkin diri ini terbang
Percuma, kan terhempas pula
Terhempas kemana?
Terhempas di Banda Aceh
Rindu gudang ilmu tiada berdebu
Karya: Riska Ramdiani
Gudang ilmu tiada berdebu
Debu yang memedihkan mata
Mata yang menjenuhkan jiwa
Terkuras pikiran dengan berpikir tanpa debu
Lalulalang orang berlomba memanggul kertas yang berisi henyakan coretan tinta
Tembok berdiri tegak dengan penuh cerita
Desahan angin melantunkan ketenangan asa
Sosok pemilik gudang ilmu tiada berdebu
Berkumis lebat, berdiri tegak bagai pohon disana
Terhanyut aku pada lapangan luas, tempat ku berlari
Aku rindu gudang ilmu tiada berdebu
Mati tapi bernyawa
Karya: Riska Ramdiani
Begitu dalam luka yang ku rasakan
Akankah semuanya berakhir sebagaimana mestinya
Kau memperlakukanku seperti orang mati
Terkubur di dalam sebuah kenistaan
Inginku, kau lenyap dari tempat berpijak ini
Merasakan sebuah kenistaan yang amat pedih
Seperti layaknya kau memperlakukanku, kini
Kita sama, mati tapi tetap bernyawa
Lorong kisahku
Karya: Riska Ramdiani
Berjalan menapaki lorong kehampaan yang entah akan berujung atau tidak
Seandainya berujung, apakah aku mampu berdiam diri di lorong itu
Seandainya tiada berujung, apakah aku mampu terus berjalan di lorong itu
Ingin hati ini beranjak meninggalkan lorong itu dengan secepatnya seperti memejamkan mata
Namun untuk memejamkan mata sekejappun aku tak mampu
Sosok itu selalu menggelayut di mataku, di hati ini
Berharap ada sinar cahaya yang menerangi lorong kisahku
Dan biarkan aku bergaul dengan sinar cahaya itu
Peluk waktu
Karya: Riska Ramdiani
Memelukmu seakan ku memeluk bulatnya tempat ku berpijak
Di dalam gelap tak ada kegelapan
Semakin erat ku memelukmu kau hanya diam
Kau genggam tanganku tanpa membalas pelukku
Betapa ingin lu hentikan jarum jam yang berputar pada waktu
Biarkan aku memelukmu tanpa suara dentingan waktu
Gelap itu seakan memberi warna antara aku, kamu, waktu, dan peluk
Tuan, kerikil dusta
Karya: Riska Ramdiani
Hey kau Tuan!
Kemana kau? Diamana batang hidungmu
Lihatlah kami berjalan diantara kerikil-kerikil kedustaanmu
Kenikmatan yang kau tuang berasal dari keringat rakyatmu
Tak sudikah untuk kau perbaiki
Tak inginkah untuk menaungi kaki anakmu
Meski berjalan diantara kerikil-kerikil kedustaanmu mereka tersenyum riang
Mencoba menghiburmu dengan suatu kepolosan yang menjadi tabiatnya
Sepanjang jalan tak mereka temukan sapaanmu Tuan
Sapaan ramah yang sempat Tuan janjikan dari ucapan
Dimata mereka Tuan memang terlihat sempurna seperti pangeran berkuda
Dimata kami Tuan telah membiarkan berjalan diantara kerikil-kerikil kedustaanmu
Berhentilah mengunyah permen karet yang lengket
Biarkan kami tetap manis tanpa ucapmu
Berhentilah memakai kaca mata kuda
Biarkan kami melihat tanpa matamu, Tuan!
Mimpi cinta
Karya: Riska Ramdiani
Pesona itu bagai lautan pantai di semenanjung
Gemuruh angin menggemuruhkan alunan cinta
Henyakan ombak menari dibibir pantai
Mengikuti irama cinta
Jangan biarkan aku tersadar di alam ini
Bawa aku ke dalam pesona indah yang membahagiakan
Bahagia yang tak istimewa
Cukup dengan cinta
Kisah kau pagiku
Karya: Riska Ramdiani
Hujan membasahi jendela rumah kacaku
Sinar mentari menyadarkan alam bawah sadarku
Ku coba membuka mata, yang terbayang raut wajahmu
Ku coba pejamkan kembali, yang terbayang raut wajahmu
Kau selalu hadir disetiap sudut mimpiku
Mungkinkah aku tlah bermuara pada hatimu
Engkau mengatakan “jangan menatap matahari setiap pagi”
Namun bagaimana bisa aku tak menatapnya
Sedangkan kau selalu terbayang membayangiku
Kau adalah matahari pagiku
Dalam diam aku berangan
Kau akan selalu menjadi kisah disetiap pagiku
Bertepi Harapan
Karya: Riska Ramdiani
Aku hanya sebuah kayu kering
Yang tak berdaya
Sebentar lagi akan menjadi arak
Yang hitam tak berguna …
Aku yang menyayangimu
Mencintaimu
Mengagumimu
Tapi semua hanyalah sembilu …
Biarlah aku sendiri tanpamu
Biarkan hanya angin yang membisikku
Aku lelah untuk berharap
Semua telah bertepi harapan …
Letihnya Mencintaimu
Karya: Riska Ramdiani
Aku bagai ombak ...
Yang selalu ingin menepis daratan
Selalu mencobanya
Namun hanya sekejap menyentuhnya
Mencintaimu bukanlah haluan
Tapi kebahagiaan
Mencoba slalu bersabar
Namun tak pernah cintamu menyambar
Mungkin rajutan kata ini tak seindah para penyair
Namun kehadiranmu melebihi indahnya para penyair
Aku slalu menuruti dan mengikuti arahmu
Tapi kau seakan tak menghiraukanku
Betapa letihnya mencintaimu …
Dua minggu yang lalu
Karya: Riska Ramdiani
Aku disini tanpa bayang dan ragamu
Menitik hari demi hari bertemankan kelabu
Jarak antara aku denganmu bagai sehelai benang tipis berwarnakan abu
Membelenggu rindu
Ragamu memang tak dapat ku sentuh
Sentuhan dua minggu lalu saat kau berada di sampingku
Ini bukan jurang pemisah antara aku denganmu
Namun seringkali menjadi teriris dengan kekalutan cinta
Ada kalanya seperti di pecut dengan semangat yang selalu kau kumandangkan
Malam ini tak seperti dua minggu yang lalu
Kau pergi ke negeri sebrang mencari yang diperebutkan
Kini aku disini tanpa dirimu yang ku damba
Jika ku temui sosok dirimu malam ini
Sudah pasti akan ku cium aroma tubuhmu
Hingga menusuk hidungku
Kekuatan cinta
Karya: Riska Ramdiani
Di panjangnya jalan yang telah kita lalui bersama
Berserak tak terhitung tingkah
Yang salah, entah karena emosi semata
Atau semua terjadi tanpa kita sadari
Aku bahagia karenamu
Aku yakin kekuatan cinta kita kan selalu membuat kita bersama
Kekuatan cinta yang kau berikan padaku
Telah buatku bertahan menjalani hidup
Temukanlah kekuatan cinta di dalam hidupku
Kekuatan cintamu yang selalu menemani dan menghiasi malam sepiku
Ampuni aku
Karya: Riska Ramdiani
Tertunduk aku di hadapan-Mu
Bagaikan kerdil yang kelaparan
Bagai hewan lebih kecil disbanding semut
Aku yang hina
Aku yang selalu menyiakan waktu yang sangat bernilai yang tak layak untuk ditolak
Masih engkau berikan kepingan nikmat yang tak berujung
Aku hanyalah seorang bocah yang berjalan di atas benang
Yang menemukan sekeping nikmat
Dan masih banyak kepingan nikmat yang belum ku temukan
Tuhan
Berserah ku pada-Mu
Ampuni aku yang berlumur dosa menyiakan nikmat-Mu
Hukum aku bila terulang
Antara hujan dan cinta
Karya: Riska Ramdiani
Pada sore hari yang hujan
Aku melihat dia yang telah menungguku sejak lama
Aku menyatakan kepadanya yang tak berpayung
Datanglah di bawah payungku!
Air hujan yang jatuh membasahi diantara dua hati yang bernaung di bawah payung kecil
Kita larut dalam cengrama syahdu
Datanglah lebih dekat!
Bahupun beradu dengan lembut
Kita antara hujan dan cinta
Tragedi Putus asa
Karya: Riska Ramdiani
Mengakhiri semuanya itu memang pilihan yang saat ini benar bagiku
Aku hanya aku yang selalu terbelenggu dalam kisah cintaku
Tragedi ini membuatku gila
Tragedi ini adalah sebuah luka dalam asa
Dapatkah kau menghapus lukisan luka pada asaku?
Mengguratkan cinta sejuta warna yang dulu pernah terukir indah
Langkahku terhenti dalam kelamnya malam yang tak berteman
Mataku sayup-sayup tak beraturan
Ini adalah akhir dari segalanya
Tak ada yang mampu menahan diri ini tuk menlenyap
Meski takdir mengatakan TIDAK
Bertolak dengan anganku tuk mengahkirinya
Restu
Karya: Riska Ramdiani
Bukan salahku jika hati ini berpihak padanya
Dimana letak kesalahan itu sehingga sulit mendapat restumu
Aku tahu apa yang sebenarnya kau ingini
Tapi aku bisa berbuat apa?
Sedang hasrat hati memilihnya
Kau tapsirkan kisahku ke arah yang keliru
Aku hanyalah perahu nelayan
Sangat sulit untukku mempertahankan cinta ini
Namun akan ku turunkan jangkar perahuku
Agar aku bisa bertahan dari kerasnya samudra
Cintaku sudah menancap dasar laut
Aku tak bisa melepaskannya
Aku mohon jadilah samudra yang tenang
Jika memang takkan kau beri itu
Biarkan aku untuk menikmati kisah ini sampai habis waktunya
Luka tak terbalas
Karya: Riska Ramdiani
Dinginnya malam ini menusuk tubuhku
Merenggut semua kehangatan dalam tubuhku
Serpihan luka tertata rapi di uluk hati
Menari-nari di atas tariannya sendiri
Tak sadarkah?
Ini aku
Aku yang menelan air di dasar air
Aku yang tercuci dalam air matamu
Kasih sayang tulus ini tak terbalaskan
Tiada cita daya lagi yang ingin ku tujukan
Hanya segores luka mengiringi
Untuk terakhir kali menatapnya
Mantan terindah, penyesalan untuknya
Karya: Riska Ramdiani
Entah mengapa rasa ini begitu tak berdaya
Meski ku tlah termiliki
Aku tak bisa membohonginya
Kau memang mantan terindah
Senyumanmu, sapaan hangatmu begitu aku rindukan
Entah mengapa aku menyesalinya
Sejak ku lihat gambar itu
Betapa bodohnya diri ini
Membiarkanmu pergi dari hidupku
Meski ku coba perbaiki puing-puing penyesalan itu
Namun tak mungkin kau kembali
Dulu, kau membiarkan aku bahagia bukan denganmu
Sekarang, aku pun harus membiarkanmu bahagia bukan denganku
Meski kau menata hati untuknya
Ku pastikan rasaku dan rasamu jua kan slalu ada selama kau di sini
Sejujurnya kau adalah kasih itu
Kini tiada guna, semuanya telah di ujung bamboo
Mungkin ini takdir Tuhan
Jawaban dari-Nya bahwa kau bukan jodohku
Namun, kau adalah “mantan terindah” yang Tuhan takdirkan tuk terselip di diary Yang kan slalu bersemayam di lubuk hati
Meski telah saling termiliki